Aku tidak pernah menginginkan semua musibah ini terjadi. Bagi ku semuanya terasa salah, pernikahan ini, hubungan kami, semuanya. Aku menikah dengan David karena berlandaskan perjodohan semata. Namun aku tahu kakak ku dan David memiliki hubungan khusus. Bagaimana bisa aku menjalani pernikahan ini setelah menikung cinta kakak ku sendiri?
Aku tidak bisa. Aku harap semua ini berakhir. Tapi aku tidak berharap kecelakaan ini terjadi. Semuanya menjadi serba salah sekarang... aku harap aku bisa mengubah dan menyusun ulang segalanya sekarang. Aku harap, aku sangat berharap... semuanya bisa terulang kembali...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Olive Oil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Tara,”
“Ya, ya?”
“Kamu masih sakit?”
“Apa?”
“Kamu serius dengan yang kau katakan?”
Seorang istri sah menyuruh suaminya sendiri untuk berselingkuh, hahaha. Yang benar saja. “tentu saja. Aku hanya ingin kamu merasa bebas tanpa terikat denganku. Jadi ketika satu tahun sudah berlalu, ya sudah… kehidupan kita akan tetap berjalan seperti biasa. Aku tidak ingin ada yang terluka. Masalah keluarga akan menerimanya atau tidak itu bisa kita jelaskan nanti. Mereka pasti mengerti. Aku juga ingin agar hubungan kita tidak terlalu hancur. Jika memang kita gagal menjadi suami istri, ya sudah, it’s okay, tidak masalah, kita bisa memulainya lagi dari awal, sebagai teman. Aku ingin lebih mengenalmu David sebagai teman, agar ketika kita berpisah nanti… aku tidak punya penyesalan lagi. Agar hubungan kita tetap berjalan baik.” Karena dari awal kita hanya salah di pertemuan. Kata-kata David sebelum kecelakaan itu yang membuat ku memberikan pilihan ini.
David terdiam. Ia menghela napas pelan sambil berpikir di wajahnya yang tenang tapi tampak memikirkan semua yang kukatakan secara mendalam.
“Dari semua yang kamu bilang itu, bagaimana jika pada akhirnya aku tetap tidak ingin berpisah denganmu?”
Aku spontan tersenyum tipis lalu tertawa kecil, “tentu kamu mau.”
“Kamu nyakin?”
“Emh… entahlah, aku juga tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi ke depannya.” bahkan sekarang saja ada sedikit rasa takut dalam diriku jika aku tidak bisa menyelamatkan nyawa David. Siapa aku yang bisa melawan takdir? Tapi… diam saja tidak akan merubah apapun ‘kan? “emh, begini saja, jika memang ke depannya salah satu dari kita tidak ingin berpisah, kita bisa kembali membicarakannya. Intinya, hanya itu semua yang bisa aku katakan, aku harap kamu bisa memahaminya,”
“Tentu aku paham.”
“Ah, senang mendengarnya, jika… kamu ingin mengubah sesuatu dari yang kukatakan,”
“Tidak perlu, menurutku tawaran yang kamu berikan cukup bagus. Ya… agar pernikahan ini tidak berjalan di tempat. Aku harap kamu benar-benar serius ketika bilang tidak masalah jika ada wanita lain yang mendekatiku,”
Aku terpegun. Emangnya kalau ada yang mendekati dia, aku kenapa? “jangan khawatir tentang itu,”
David bangkit berdiri. Raut wajahnya tetap tidak berubah. Dia memang manusia datar. “Semua yang kamu katakan itu akan aku setujui jika kamu datang malam ini.”
“Emh?”
“Datanglah jika kamu memang menganggapku benar-benar temanmu.” Katanya lalu berlalu pergi menuju kamarnya.
…
Selama aku menikah dengan David, aku tidak pernah hadir dalam pesta di kantornya. Banyak alasan yang aku berikan, dan David terima-terima saja. Sepertinya ia juga tidak peduli aku ikut atau tidak. Menurutku, pesta David tidak sepenting pesta yang di adakan keluarga besarnya. Nah, kalau keluarga David yang mengadakan, tentu aku wajib ikut. Dan beberapa hari sebelum pergi aku harus memikirkan pertanyaan-pertanyaan apa yang mungkin muncul di pesta itu dan jawaban apa yang harus kuberikan. Belum lagi penampilanku mesti aku perhatikan betul-betul! Intinya melelahkan! Anggota keluarga David berasal dari kalangan atas, berhadapan dengan mereka sungguh sangat menguras emosiku, karena itu aku selalu menghindari pesta kantornya David. Tenagaku hanya aku keluarkan pada momen-momen terpenting saja.
Kadang-kadang aku merasa bersalah juga kepada David, tapi yah mau bagaimana lagi.
Aku tidak terlalu suka berkomunikasi dengan orang-orang kelas atas itu.
Tapi… kali ini beda.
Ahhh… David dimana?!
Ini karena aku terlalu lama di salon jadi aku sedikit telat dan David sudah pergi duluan. Semua orang melihatku seakan aku kelinci yang ada di kandang harimau. Sudahlah, lupakan saja, nanti juga ketemu. Wow, apa ini? Es leci kah?
“Hem, apa kamu nyakin akan meminum itu?”
Aku terperanjat, segera aku melihat kembali gelas yang aku ambil dengan seksama. “memangnya ini apa?” tanyaku balik pada wanita berambut pirang yang tampaknya blasteran. Gaun biru navy yang ia kenakan membuatnya sangat berkelas.
“Wah, ternyata benar kamu tidak tahu, menurutmu apaan?”
“Le, leci ‘kan?”
“Itu ada alkoholnya,”
“Hah? Bikin mabuk dong,”
Wanita pirang itu tertawa kecil, “iya, makanya jangan di minum.”
“Oala kirain,”
“Kamu baru pertama kali datang ke pesta ginian ya?”
“Ah, iya,” aku menggaruk pipiku yang tidak gatal, sedikit malu untuk mengakuinya. ”loh, kok bisa tahu?”
“Kamu dari tadi kebingungan gitu, kebaca banget loh baru pertama kali kesini nya,”
Aku tersenyum canggung. Ternyata aku segitunya. “tapi aku bukan orang luar kok, ya emang aku orang luar, tapi aku kesini ada kenalan kok, emh,”
“Iya aku tahu, aku kenal kamu, santai saja. Aku datang ke pesta pernikahan kalian hari itu, ingat?”
Aku tersipu malu, menggeleng pelan. “maaf ya,”
“Nggak masalah, tapi bagus juga sih kamu nggak sering datang ke pesta ginian, bosan tahu,”
“Hah, kamu juga mikir gitu? Iya ‘kan, lama banget lagi mulainya. Minumannya juga… banyak jebakannya!” wanita itu tertawa lagi. Aku terkesiap, dia wanita yang cantik.
“Kamu wanita yang menyenangkan, sayangnya aku harus pergi, sebaiknya jangan ambil minuman yang ada di sini, mending minta ke pelayannya langsung. Ah, itu dia,”
Aku menoleh ke belakang, aku pikir maksudnya seorang pelayan, ternyata sosok yang aku kenal. Melihatnya disini serasa menyelamatkan hariku.
...