Imperfect Marriage
Selama ini aku selalu menyalahkan keadaan
Menyalahkan semua yang ada
Dari takdirku hingga orang-orang di sekitarku, tapi yang tidak pernah terpikirkan olehku adalah…
Bukan salah mereka. Tapi kehadiranku, semua ini terjadi bukan karena mereka, bukan karena siapapun. Tapi ini semua adalah salahku. Aku menyadari hal itu semua. Bahkan kehadiranku di sekitarmu membuat peristiwa buruk selalu terjadi. Bahkan di titik ini aku tidak sanggup untuk menatapmu atau berbicara berdua denganmu. Aku pikir, aku harus menyampaikan kata maafku padamu. Tapi bahkan itu saja aku tidak sanggup. Padahal… ini saat-saat terakhir kita bersama kan?
Yang bisa ku lakukan hanyalah mengharapkan sesuatu yang terbaik untuk kita berdua.
Tapi langkah ini mesti di ambil, aku harus bisa menjauh dari mu. Toh, kita tidak pernah menginginkan hubungan ini ‘kan? Yah… suasana ini cukup menyedihkan. Kau tau ‘kan aku paling malas untuk bersosialisasi dengan orang baru? Tapi mengingat hubungan kita yang bahkan bisa dikatakan tidak memiliki perubahan apa-apa, aku pikir ini yang terbaik untuk kita.
Stret...
Wajahnya memang sesuram ini atau bagaimana? Aku selalu merunduk ketika ia berbicara denganku jadi terkadang aku tidak terlalu jelas melihat wajahnya. Tapi aku selalu melihatnya di internet, jadi… apa perpisahan ini cukup mengaduk-ngaduk hatinya hingga ia terlihat tidak mood hari ini?
Ah, mungkin karena perpisahan membuat waktu bekerjanya jadi terganggu hingga merusak mood-nya, iyakan?
Uluran tangannya masih menggantung, aku baru sadar sedari tadi mengabaikan uluran tangannya. Aku meremas jemariku, perlahan mengangkat sebelah tanganku lalu membalas genggaman jemarinya. Kami bersalaman canggung. David melengkungkan senyum tipisnya, lingkaran hitam di bawah matanya dengan wajahnya yang tampak pucat membuatku sedikit khawatir. Seakan bukan dirinya. Apa yang mengusiknya? Ia bukan tipe orang yang suka mengabaikan kesehatannya. Apa ia sedang tidak sehat? Apa ada sesuatu dengannya?
Hah, kami sudah resmi berpisah, kenapa aku harus peduli lagi dengannya?
“Tara,” ia menyebut namaku, suaranya terdengar berat. Kami masih bersalaman. “Aku tidak tau harus berkata apa, tapi aku hanya bisa bilang terima kasih atas dua tahun ini.”
“Terima kasih?” aku menarik ujung bibirku. “aku merasa tidak memberikan kontribusi apapun di dalam pernikahan kita. Jadi semestinya kita berdua yang sama-sama berhak mendapatkan ucapan terima kasih kan? Karena sudah bertahan dengan pernikahan yang di inginkan orang tua kita.” artinya setelah ini, kita sudah resmi keluar dari perangkap perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua kita.
“Yah... tidak salah jika kamu bilang begitu, tapi menurutku kehadiranmu adalah berkah untukku. Meski kamu tidak menyadarinya tapi kehadiranmu di kehidupanku sedikit banyaknya mengubah hidupku. Jujur saja aku tidak ingin hubungan kita berakhir seperti ini, tapi jika semua ini adalah keinginanmu, aku akan menerimanya. Tara, sekali lagi aku ucapkan terima kasih dan… ya, sampai jumpa.”
David melepaskan jemarinya. Ia memandangku sejenak lalu berbalik pergi, meninggalkan aku di depan gedung pengadilan agama. Dokumen di tangan kiriku tanpa sadar ku remas erat. Pelupuk mataku tanpa ku sadari sudah tergenang air mata. Sial.
Bukannya… ini yang selalu aku inginkan?
Kami berpisah, karena pernikahan hasil perjodohan ini sama sekali tidak membawakan kami yang namanya kebahagiaan. Kakakku mencintai David dan mereka sempat berpacaran. Tapi orang tua David malah memilihku untuk dipasangkan pada David hanya karena kakakku bukanlah anak sah dari mamaku. Ibu kandung kakakku adalah istri pertama ayahku. Kami tidak pernah tau ayah pernah menikah sebelumnya, jadi ketika ibu kandung kakakku meninggal, kakakku jadi tinggal bersama kami. Ia datang kerumah kami saat umurnya 8 tahun. Aku menyukainya tapi tidak dengan mamaku.
Kakakku sangat menyayangiku hingga bersedia mundur ketika perjodohan ini di adakan. Perjodohan yang membawa nama perusahaan. Sama seperti perjodohan politik.
Aku dan David tidak pernah benar-benar bersikap seperti suami istri kecuali ketika keluarga besar kami berkunjung. Terkadang aku berusaha untuk menerima takdir, tapi apa daya, aku sama sekali tidak bisa menciptakan perasaan khusus untuk David. David juga tidak pernah berusaha mendekatiku. Aku rasa ia memang membenciku. Aku jadi ikut tertekan dengan pernikahan ini. Pernikahan ini selalu mengingatkanku pada kakakku hingga aku tidak bisa menciptakan alasan yang kuat kenapa aku mesti menerima David sebagai suamiku. Tiap kali aku mengingatnya, selalu membuatku ingin menangis, dan, ha…
Aku frustasi.
Apalagi saat perkataan David barusan, membuatku ingin menangis.
Sebenarnya… apa yang membuatnya hingga berkata begitu? Apa benar aku begitu berharga?
“Tara…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Shanti Siti Nurhayati Nurhayati
nyimak
2024-11-03
0