Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 5
"Siapa dia Mawar, siapa ayah dari bayi itu!", bentak Pak Abdi murka. Namun bukannya jawaban, malah tangisan yang semakin kencang keluar dari mulut Mawar.
Pagi itu suasana rumah keluarga Pak Abdi terasa mencekam, jauh berbeda dari biasanya. Para pekerja di rumah itu tak ada yang berani berbicara nyaring karena sungkan bila harus menyaingi nada suara sang empunya rumah. Mereka memang tak tahu persis apa yang terjadi, hanya sayup-sayup terdengar bentakan Pak Abdi dari dalam kamar putrinya.
Mawar masih terisak dalam pelukan Bu Indah, ibunya. Sementara sang nenek, Nyonya Sofia duduk di sofa dengan tatapan datar ke arah puteranya yang tengah emosi. Tak pernah sekalipun mereka melihat Pak Abdi semarah itu.
Awal pagi itu, Mawar yang baru tadi malam tiba dari Amerika tempat ia menjalani kuliah magisternya, mengalami jetlag. Jadilah Bu Indah harus susah payah membangunkannya. Bu Indah yang tak nyaman melihat beberapa pakaian dan barang berserakan, tangannya otomatis bergerak membereskan seperlunya.
Saat itulah dia menemukan alat tes kehamilan yang sebenarnya coba disembunyikan Mawar walaupun sekenanya saja. Tadi malam setelah memakai alat tersebut untuk kedua kalinya, Mawar lemas karena hasil yang tertera tetap dua garis. Dan di ujung tangis pilunya yang entah berapa lama akhirnya dia tertidur karena kelelahan fisik maupun mental.
Bu Indah yang kaget bukan main dengan apa yang ditemukannya seketika menepuk-nepuk tubuh Mawar dengan kuat. Tetapi Mawar dengan mata sedikit terbuka dan melihat bayangan ibunya, hanya mengeluh dan minta jangan diganggu tidurnya. Bu Indah yang mulai kesal dan emosi menunjukkan hasil temuannya tadi tepat di depan wajah Mawar. Melihat itu, sontak mata Mawar terbelalak dan wajahnya seketika panik dan takut.
Bu Indah dengan tatapan horor mencoba tenang dan mengatur nafasnya yang terasa sesak.
"Apa ini Mawar?!", ucapnya dengan suara yang rendah tapi penuh penekanan.
"Aa.. alat tes kehamilan Ma", jawab Mawar gugup dengan seluruh tubuhnya yang terasa menggigil.
"Mama tahu!! Milik siapa ini?!", Bu Indah mulai tidak bisa menahan emosinya.
Saat Mawar mulai terisak dan akhirnya mengeluarkan tangisan pilu, saat itu pula lah kaki Bu Indah tiba-tiba terasa lemas. Dia terduduk di lantai begitu saja dan juga berakhir menangis sambil memegang dadanya yang terasa amat sesak. Seakan seluruh langit runtuh dan menimpanya dalam satu waktu. Apa yang ditakutkan tapi coba disangkalnya sedari tadi terjawab sudah meski tanpa kata-kata dari Mawar. Puteri kesayangannya telah hamil di luar nikah.
Kini Mawar dihadapkan pada sidang keluarga di dalam kamarnya. Sarapan pun dilewatkan oleh setiap orang yang terlibat. Selera makan mereka hilang seketika. Bahkan kopi hitam gula aren yang menjadi konsumsi wajib Pak Abdi setiap pagi pun sudah teronggok dingin tak tersentuh.
"Nak.. kamu tidak boleh seperti ini", ucap Bu Indah membujuk anaknya masih dengan sesegukan.
"Diam tidak akan menyelesaikan masalah, tolong beritahu kami siapa lelaki itu supaya kita bisa menuntutnya untuk bertanggungjawab padamu nak", tambah Bu Indah dengan lembut, khawatir anaknya tertekan akibat bentakan sang ayah tadi.
Mawar hanya menggeleng sambil menangis sesenggukan.
"Mawar tidak ingin dia bertanggung jawab Ma, Mawar ingin menggugurkan bayi ini saja dan menganggap ini semua tidak pernah terjadi", jawab Mawar masih dengan wajah penuh air mata.
Sontak mata Pak Abdi membelalak emosi. Kalau saja Nyonya Sofia tak buru-buru mencegahnya, hampir saja ia menampar putrinya yang seumur hidup disentilnya pun tak pernah.
Khawatir tidak bisa mengendalikan diri dan melakukan kekerasan yang akan disesalinya nanti, Pak Abdi keluar dari kamar itu dan menbanting pintu untuk melampiaskan kemarahannya.
Setelah Pak Abdi keluar dari kamar itu, Nyonya Sofia beranjak dari duduknya menghampiri cucu dan menantunya yang duduk di tepi tempat tidur.
"Mawar.. coba beritahu eyang sama mama, kenapa kamu tidak mau laki-laki itu bertanggung jawab atas kehamilan kamu", ucap Nyonya Sofia lembut.
Mawar yang terlihat lebih tenang setelah kepergian ayahnya masih merasa tak sanggup menatap mata kedua wanita itu. Kepalanya tetap tertunduk dengan suara tangis yang sesekali terdengar.
"Ma, Eyang, tolong Mawar meyakinkan Papa agar menyetujui keinginan Mawar menggugurkan kandungan ini. Mawar takut apa yang terjadi pada Mawar sekarang akan membuat nama Papa dan seluruh keluarga kita jadi buruk di mata orang-orang. Mawar tidak mau itu terjadi..", isaknya terdengar lagi.
Bu Indah memeluk seraya mengelus punggung puterinya.
"Eyang paham, Mawar bermaksud baik. Tetapi niat baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Hamil tanpa ikatan pernikahan itu sudah merupakan dosa nak, jangan ditambah lagi dengan menghilangkan nyawa janin yang tidak berdosa itu", kata-kata Nyonya Sofia terdengar lirih tapi sungguh terasa mencubit hati Mawar.
"Bukankan lebih baik kalau kamu dengan lelaki itu menikah dan membentuk keluarga demi memperbaiki kesalahan yang sudah kalian lakukan. Lahirkan dan pelihara anak kalian dengan sepenuh hati. Dan dengan begitu kamu juga tidak perlu khawatir dengan nama baik keluarga kita", Nyonya Sofia mencoba membuka pikiran Mawar.
Cukup lama Mawar tidak menjawab perkataan neneknya. Nyonya Sofia dan Bu Indah pun hanya diam, memberi kesempatan Mawar untuk berpikir.
"Lelaki itu... Dia tidak mau bertanggung jawab..".
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...