Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.
Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.
Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
‘Kapan ya gadis itu masuk sekolah? Aku ingin sekali bertemu dia. Minimal melihat wajahnya sedetik saja.’
Halim bergumam dalam hati, ketika dirinya sedang duduk pada bangku yang terbuat dari beton dan dilapisi keramik dekat dengan aula guru.
Di depannya, sedang ramai murid-murid yang heboh berlatih bola voli di lapangan. Sesekali mereka-murid perempuan tebar pesona pada Halim yang duduk tampak termenung itu.
“Pak Halim! Pak Halim!” panggil mereka.
Halim tersentak dan menatap lurus ke depan, di mana anak-anak itu tengah memanggil dirinya sambil melambaikan tangan genit.
Halim menghela nafas. Begini resikonya jadi guru tampan. Dan jadilah dia hanya menganggukkan kepalanya sekilas saja.
Padahal hanya begitu tanggapan Halim, tapi mereka langsung histeris tidak karuan.
“Pak Halim! Pak Halim! I love you, Pak!” jerit mereka lagi.
Halim geleng-geleng kepala. Rasa hatinya sedang tidak karuan sekarang ini karena gadis itu. Ditambah lagi tingkah gatal anak muridnya.
CK!
Halim beranjak pergi dari tempat dia duduk. Dia memilih untuk pergi ke mushola. Sebentar lagi akan masuk waktu dzuhur, mungkin Halim akan menenangkan diri di sana.
.........****........
“Na, lu gak sholat? Gue mau sholat dulu, nih?”
Medina dan Nona baru saja tiba di sekolah. Bel masuk kelas sekitar pukul 13:30. Dan seperti biasa, sebelum masuk kelas, Medina akan menunaikan sholat dzuhur terlebih dahulu.
“Gue lagi dapet, Me.”
Medina mengangguk. “Ya sudah. Gue ke mushola dulu kalau gitu. Tolong bawain tas gue, ya, Na?” Medina menurunkan tas ranselnya untuk diserahkan pada Nona.
“Oke, Me. Gue langsung ke kelas, ya?”
“Oke.”
Medina berjalan seorang diri ke mushola. Sesampainya, dia sempat menoleh pada sepatu pantofel hitam mahal yang terletak di tangga.
Medina menghela nafas. Mushola ini terbilang cukup luas untuk menampung separuh siswa untuk sholat berjamaah di sini. Tapi sayang sekali, hanya segelintir orang saja yang ingin sholat.
Sudahlah. Medina tidak mau memusingkan hal itu.
Medina langsung pergi ke bilik wudhu. Setelah selesai, dia kemudian masuk dan memakai mukenah.
Di saat bersamaan, Medina kembali mendengar suara lirih orang yang sedang membaca ayat Alquran di shaf depan. Ini kedua kalinya dia mendengar suara merdu itu.
Medina memejamkan matanya. Menikmati suara merdu itu mengalun lembut di telinganya. Setelah sadar dengan yang dilakukannya, Medina tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Sebelum sholat, Medina sempat menatap ke arah shaf depan yang terhalang tirai setinggi dada.
Ternyata suara merdu itu berasal dari pria yang sedang sholat dengan khusyuk.
Pria tinggi tegap itu memakai kemeja panjang berwarna coklat. Mungkin karena ini hari sabtu, jadi pria itu mengenakan baju bebas.
‘Apakah itu Pak guru? Ah, mungkin aja guru senior di sekolah.’
Medina kembali menggelengkan kepalanya. Karena mendengar suara merdu dari pria yang sholat di shaf depan, malah membuatnya tidak fokus begini.
Medina kemudian melafalkan niat sholat, lalu memulai sholatnya dengan khusyuk.
........***.......
‘Ya Allah, hilangkan gundah gulana di hati hamba ini. Jujur, Ya Allah. Rasanya sungguh tidak nyaman.’
“Amiin ya Allah.” Halim mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
Halim kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Karena Medina sedang sujud, jadi Halim tidak tahu ada orang lain di sana selain dia.
Sebelum ke ruang guru untuk mengambil buku paket dan absen, Halim melihat dulu jadwal mengajar yang baru saja diubah oleh Waka kurikulum.
“Saya masuk ke kelas XI-2 hari ini ya, Pak?”
“Iya, Pak Halim. Pak Halim masuk di kelas XI semua. Karena mereka baru aja kembali dari PKL. Jadi mulai belajarnya hari ini.”
Mendengar kata ‘baru kembali dari PKL’ membuat jantung Halim tiba-tiba berdebar.
‘Egh, gadis itu kan baru aja PKL. Semoga aja, gadis itu ada di kelas yang akan aku masuki.’
.........***........
Di kelas, Medina masih kepikiran dengan pemilik suara merdu yang tanpa sengaja sudah 2 kali dia dengar itu.
‘Aneh! Kenapa sekarang gue jadi penasaran begini? Biasanya juga, gue gak pernah peduli dengan yang namanya laki-laki. Puuufftt.’
Nona yang dari tadi sibuk scroll Ig, menoleh pada Medina yang melamun.
Nona menyenggol lengan Medina. “Me?”
Medina tersentak dan menoleh pada Nona dengan ekspresi bingung. “Eh, ya?”
“Lu kenapa? Kok melamun? Tumben?”
Medina tersenyum simpul. “Gue lagi kepikiran.”
Nona menggeser duduknya untuk berhadapan dengan Medina.
“Kepikiran soal apa, Me?”
“Sudah 2 kali gue dengar suara merdu seseorang.”
Nona menyipitkan matanya sebelah. Dia betul-betul tidak mengerti maksud sahabatnya ini.
“Me, lu ngomong tuh yang bener napa!”
“2 kali sholat di mushola, gue selalu dengar suara lirih seseorang yang lagi baca ayat Alquran pas dia sholat, Na. Suaranya merdu banget. Nyaman banget telinga gue dengernya.”
Nona senyum-senyum sendiri. “E, eh, eh. Jangan-jangan tuh jodoh lu nanti, Me.”
Medina mencebikkan bibirnya. “Ada-ada aja lu kalau ngomong!”
“Ah, jangan-jangan itu Guru baru kita lagi, Me.”
Medina menggeleng. “Gue gak tahu kalau soal itu, Na. Cuma gue inget dia pakai baju apa. Dia pakai baju kemeja panjang warna coklat. Orangnya tinggi tegap gitu, Na.”
“Selamat siang.”
Baru saja Nona mau membuka mulutnya untuk menjawab. Mereka malah dikejutkan dengan sapaan dari seseorang.
Kelas yang tadinya memang sudah berisik dan heboh, malah semakin menjadi karena sapaan dari guru tampan yang masih berdiri di ambang pintu kelas.
“Ya ampun, Bapak ganteeeeng.”
“Omaygat! Jodoh gue!”
“Bapak ganteeeeng! Omaygat , Bapaaaak!!”
Halim tersenyum tipis. Lesung pipinya langsung muncul kemudian. Jeritan semakin menjadi.
“Ya Allah, lesung pipi Bapaaaak!!”
“Omaygat, Pak! Cekek aku, Pak! Cekek aku!”
“Ya ampuuuuun!! Lesung pipi Bapak cute banget, tahu!”
Dan masih banyak lagi ocehan tidak jelas di kelas itu.
Medina membelalakkan mata, ketika tahu siapa pria yang baru saja melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kelasnya itu.
Pria itu memakai kemeja panjang berwarna coklat yang melekat sempurna ditubuh tegapnya. Dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa tali pinggang hitam melingkar sempurna di pinggangnya. Jam tangan di pergelangan tangan kiri. Model rambut under cut tertata rapi. Sempurna banget pokoknya.
Mulut Nona bahkan sudah terbuka sedari tadi saat Guru baru itu masih di pintu.
Medina mengerjapkan matanya beberapa kali saat pria itu berjalan menuju meja guru. Entah kenapa, seakan-akan ada efek slow motion yang terjadi.
Pria yang baru saja duduk di kursi itu bukan saja pemilik suara merdu di mushola tadi. Tapi juga pria yang sama-sama berteduh dengannya di halte waktu itu.
Nona menyenggol lengan Medina yang membuat gadis itu lagi-lagi tersentak.
“Me, yang lu lihat itu memang Bapak itu. Guru baru kita. Tuh, Bapak itu pakai kemeja warna coklat yang kayak lu bilang. Lu inget ‘kan, gue pernah cerita juga. Ini orangnya, Me. Ganteng banget, kan? Ya ampun!”
Medina meringis melihat Nona sudah kepanasan sendiri.
“Me, gue doain deh lu jodoh sama Bapak ganteng di depan!” ucap Nona lagi tanpa kira-kira.
Medina mendengus dan memukul lengan Nona. “Apaan sih, lu?”
Nona malah semakin semangat menggoda Medina.
‘Dunia sempit banget, ya? Baru beberapa hari gue ketemu di halte. Lah, ternyata Abang itu guru gue di sekolah? Astaga!’
Medina curi-curi pandang pada pria yang notabene adalah gurunya sendiri.
.........*****.........
...Jangan lupa like, komen dan subscribe ya pembaca aku yang manis. Yiha, yiha.🤭🫶🏻...