NovelToon NovelToon
Terpaksa Berjodoh

Terpaksa Berjodoh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Mengubah Takdir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Puji Lestari

Aqila Prameswari dan Qaila Prameswari adalah saudari kembar yang lahir dari pasangan suami istri Bayu Sucipto dan Anggi Yulia. Dua gadis cantik nan ramah ini menjadi buah bibir di sekolahnya, SMK Binusa, seakan tiap laki-laki memimpikan kedekatan dengannya.
Namun, walaupun penampilan mereka begitu sama, bak pinang dibelah dua, ada satu hal yang membedakan mereka: sifat mereka. Qaila Prameswari, adik kembar Aqila, memiliki karakter yang sangat berbeda dari kakaknya.
Bagai langit dan bumi, perbedaan sifat antara Aqila dan Qaila menjadi satu fenomena menarik di kalangan teman-teman sekolah mereka. Sementara Aqila dikenal sebagai sosok yang hangat dan penuh semangat, Qaila memiliki pesona misterius yang mengundang rasa penasaran dan takjub sekaligus.
Aqila, seorang gadis cantik yang telah memiliki kekasih, yaitu seorang mahasiswa di universitas terkemuka di kotanya. Sementara itu, Qaila - sang adik kembar, sama sekali tak tertarik berpacaran dan bahkan tak memiliki teman laki-laki.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 12

"Gav?" panggil seorang wanita cantik yang tengah berlari ke arah Gavi, sambil menahan napas. Wanita itu bernama Marsha, seorang mahasiswi idola di kampusnya.

"Lo udah mau pulang?" tanya Marsha, mencoba menyembunyikan debar jantungnya yang terasa cepat.

"Hmm," balas Gavi singkat, tanpa menatap Marsha. Napas wanita itu terasa terhenti sejenak.

"Sopir gue kayaknya telat jemput, deh. Tadi dia ngabarin gue kalau mobilnya masuk bengkel. Kalo gue nebeng lo, gimana?" tanya Marsha dengan ragu-ragu, takut ditolak.

"Ayok!" Balas Gavi cepat, membuat Marsha bersorak senang dalam hatinya.

Inilah saat yang dinantikan, akhirnya bisa pulang bersama Gavi. Marsha langsung naik ke jok belakang motor Gavi, menahan senyum yang tak bisa ditahannya lagi.

Begitu Gavi mulai menggeber mesin motornya, Marsha pun memeluk perut Gavi erat-erat, merasakan kehangatan tubuh lelaki itu. Dalam hati Marsha, sorak kebahagiaan membuncah tak terkendali. Ini adalah sebuah pencapaian bagi Marsha, yang akhirnya berhasil mendekati Gavi, lelaki dingin yang selalu membuat hatinya bergolak.

Mesin motor yang digeber Gavi menderu membelah jalanan yang ramai. Wajahnya yang datar membuat gavi terlihat semakin tampan, bahkan ketika ia sudah menjawab beberapa pertanyaan Marsha secara singkat.

"Gav, boleh mampir ke kafe depan gak? Mama aku nitip makanan soalnya," ucap Marsha dengan suara lembut.

"Oke," balas Gavi singkat, lalu dengan lincah menghentikan motor di depan kafe yang dimaksud. Kedua kakinya menginjak aspal keras, ia menoleh ke Marsha.

"Lo mau di sini aja?" tanya Marsha setelah turun dari motor.

Gavi menghela napas sebelum menjawab, "Hem, lo jangan lama-lama." Ia tetap memakai helm, menutupi ekspresi wajahnya yang tidak bisa dibaca.

"Tapi pesanan mama gue agak banyak, Gav. Kalo nunggu di sini, takut lo gak nyaman," ujar Marsha, matanya menatap memohon, penuh harapan agar Gavi tidak menolak.

"Gimana kalo kita nunggu di dalam aja, sekalian ngopi dulu biar gak bosen?" Gavi terdiam sejenak, matanya menelisik Marsha. Akhirnya, ia mengalah, "Oke, tapi jangan terlalu lama. Gue sibuk!"

Gavi kemudian turun dari atas motornya dan segera melepaskan helm full-face yang melindungi wajah tampannya.

Melihat Gavi yang tak curiga, Marsha bersorak bahagia dalam hati. Kesempatan langka untuk nongkrong berdua bersama Gavi membuat hatinya berdebar.

"Gue pesen makanan nyokap gue dulu ya. Lo, mau gue pesenin apa?" tanya Marsha dengan wajah sumringah.

"Kopi aja," balas Gavi sambil menyandarkan tubuhnya di kursi, mencoba terlihat santai.

"Oke," Marsha mengangguk lalu bergegas memesan minuman untuk Gavi. Sementara itu, Amel menghampiri Qaila di kelas.

"Qai, jadi nongkinya?" tanyanya penasaran.

"Jadi, yuk!" ajak Qaila menggandeng tangan Amel untuk segera keluar dari kelas.

"Aqila gak diajak? Biasanya kalian berdua kan gak pernah bisa pisah," komentar Amel yang belum mengetahui konflik antara Qaila dan Aqila. Qaila berusaha menyembunyikan perasaannya dan mengalihkan perhatian.

"Udah, kita berdua aja, yuk buruan!" balas Qaila seraya menarik Amel ke arah taksi yang sudah menanti di depan sekolah. Mereka berdua pun segera melanjutkan rencana nongkrong mereka, meninggalkan masalah yang belum terselesaikan.

Di dalam mobil, Qaila merasa benar-benar jengah dengan Amel yang terlalu banyak bertanya. Rasanya, Qaila malah menyesal mengajak Amel untuk keluar bersama. Niat hatinya ingin menghilangkan pusing di kepalanya, malah kini bertambah pusing dengan ocehan Amel yang tak kunjung berhenti.

"Ngaku aja deh, pasti kalian lagi berantem, kan?" Tanya Amel entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Mel, diem bisa gak sih?" Ucap Qaila dengan kesal, seakan ingin menenangkan hatinya.

"Aqila mungkin aja mau jalan sama cowoknya kan?" Timpal Qaila, berusaha membuat Amel terdiam sejenak.

"Iya juga sih, Aqila kan punya pacar, gak kayak kita yang jomblo hehe..." balas Amel membuat Qaila menepuk jidatnya.

"Gini amat punya teman satu!" gumam Qaila sambil mengusap dada. Setelah lima belas menit berlalu, akhirnya taksi yang ditumpangi Qaila dan Amel tiba di sebuah kafe. Qaila pun segera membayar ongkosnya dan turun dengan sigap, menarik tangan Amel agar segera masuk ke dalam kafe. Cuaca di luar terasa sangat panas, membuat Qaila tak sabaran.

"Buruan, Mel! Panas banget, elah!" ucap Qaila dengan nada kesal, seolah tak tahan lagi dengan panas yang menyengat.

"Sabar, Qai, nanti kalau jatuh gimana?" Tanya Amel dengan bibir mengerucut ke depan.

Senyuman kecil membentuk di wajahnya. Qaila mengedarkan pandangannya ke dalam kafe, mencari tempat paling nyaman untuk mereka berdua duduki.

"Ayo, Mel," ajak Qaila sambil menggandeng tangan Amel, menuju salah satu meja yang dekat dengan taman mini yang penuh dengan bunga-bunga berdaun hijau dan dedaunan rimbun itu.

"Kita duduk di sini aja, Mel. Nyaman banget!" seru Qaila sambil segera melangkah mendekati sofa empuk yang berada di pojok itu.

"Mau pesan apa, nih? Masak kita duduk-duduk aja?" tanya Amel sambil mengambil daftar menu di atas meja.

"Ah, terserah deh minumannya, yang penting gue mau cake yang banyak lelehan coklatnya, Mel. " ujar Qaila sambil melipat tangannya di perut, menahan rasa lapar.

"Yaudah, gue pesan dulu, ya. Lo jangan kemana-mana!" balas Amel sambil mengedipkan mata dan berjalan menuju pelayan kafe. Qaila yang memang lelah pun langsung menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya, berusaha mengabaikan keramaian kafe. Meski suasana cukup bising, tetapi baginya, itu lebih baik daripada berada di rumah yang sepi namun harus berurusan dengan Gavi.

Kini, di sini, bersama Amel, dia merasa lebih tenang dan berharap kebahagiaan itu bisa terus bersamanya.

"Terima kasih, Tuhan, karena aku masih bisa menikmati ketenangan ini, meskipun hanya sebentar," gumam Qaila dengan syukur.

Sepertinya doa yang diucapkan Qaila tadi terjawab. Baru beberapa menit merasakan kedamaian dan kenyamanan, Qaila harus kembali pada kenyataan. Ponselnya berdering tak henti-hentinya, mengganggu ketenangannya.

"Oh, Tuhan!!" pekik Qaila kesal. Dengan malas, tangannya merogoh dalam tas mencari ponsel yang terus menggetarkan tasnya.

Tak lama kemudian, Qaila menemukan ponsel itu dan langsung melihat pesan yang masuk. Serentak wajahnya merah padam, emosi bercampur aduk di benaknya - marah, kesal, dan terganggu. Qaila membaca pesan itu, lantas berujar,

"Pulang, langsung ke apartemen! Ini alamat apartemen gue jln.xxxxxx." Menghela napas, Qaila mengeluh sambil meletakkan ponselnya di atas meja.

"Seharusnya tadi gue minta ketenangan seumur hidup ya!" gumamnya.

Ketidakberuntungan tak habis-habis, namun Qaila harus menghadapi kenyataan dengan segenap emosinya.

Qaila yang sejak tadi tidak bisa lagi menikmati ketenangannya terpaksa mengedarkan pandangannya, melihat-lihat sekeliling kafe yang modern dan kekinian itu.

Namun, baru saja Qaila merasa kagum dengan interior kafe, tatapannya tidak sengaja tertuju pada sosok menyebalkan yang selama beberapa hari ini menjadi sumber kebencian dan keinginan untuk dihindari.

Matanya menatap sinis ke meja yang tak jauh dari tempat dirinya duduk, di sana Qaila bisa melihat Gavi tengah duduk bersama seorang wanita yang ia sendiri tidak mengenalnya.

"Cih! Laki-laki modelan kayak gini yang lo tangisin, Qil?" Gumam Qaila geram, menatap Gavi dengan penuh amarah.

"Lo bener-bener brengsek, Gavi!" Ucap Qaila dengan suara bergetar karena penuh kebencian.

Qaila yang melihat Gavi dan wanita itu akan pergi semakin menyipitkan matanya, terlebih ketika Gavi membantu wanita tersebut membawa beberapa plastik berisi makanan dengan senang hati.

" Woy! Lo ngeliatin apa sih?" Tanya amel yang datang dengan membawa dua minuman dan makanan juga cake pesanan qaila.

" Ck! Ganggu aja!" Balas qaila lalu menyeruput es nya.

" Gue tau kita jomblo qai, tapi lo kalo liat orang pacaran gak perlu sampe segitu nya kali." Ucap amel sambil geleng geleng kepala.

" Sotoy amat lo!" Balas qaila dengan bibir cemberut.

" Lagian lo gak niat nyari pacar apa?" Karang anak IPA 2 kayaknya naksir sama lo deh." Ucap amel.

" Gue mau fokus ujian, lagian sekolah tinggal beberapa bulan lagi." Balas qaila.

" Terus lo jadi lanjut ke luar negeri qai?" Tanya amel lagi.

Kini qaila terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana yang di berikan amel. Entah dirinya masih bisa melanjutkan pendidikan nya atau enggk nanti nya, karena perjodohan sialan itu membuat qaila merasa dunianya sudah hancur.

1
Itha Fitra
emang apa yg mreka lakukan smpai di liat qaila
Itha Fitra
tuh kn,rugi kmu aqila..pacar kamu malah berjodoh ama kembaran mu. knp gk ktemu aja dlu,bru ambil keputusan buat kabur atau gk
Itha Fitra
ktemu aja dlu,baru tau jawaban ny.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!