NovelToon NovelToon
Dewa Setan Perbatasan Utara

Dewa Setan Perbatasan Utara

Status: tamat
Genre:Tamat / Raja Tentara/Dewa Perang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:37.1k
Nilai: 5
Nama Author: Jibril Ibrahim

Muda, tampan, kaya, tidak berguna! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Huan Wenzhao. Namun…

Siapa sebenarnya Huan Wenzhao tak ada yang tahu.

Mau tahu identitas lain Huan Wenzhao?

Ikuti kisahnya di sini!
Hanya di: Noveltoon/Mangatoon.

~Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode⁵

Pria itu memutar tubuhnya dan tetap memasang wajah datar. “Ayo, pergi!” Instruksinya pada kedua pengawalnya. Kemudian berjalan melintasi ruangan menuju pintu keluar.

Kedua pengawal itu mengekor di belakangnya.

“Cukup tahu diri juga,” cerocos Huan Wenzhao mulai membual. “Tahu aku tak bisa diganggu, mereka langsung pergi!" Hatinya sedikit kecewa karena tidak menemukan petunjuk apa pun mengenai pria itu.

A Nuo dan Yue'er masih membeku di tempatnya dalam sikap kuda-kuda. Mata mereka mengerling ke arah Huan Wenzhao menunggu instruksi.

Huan Wenzhao mengibaskan tangannya sekilas mengisyaratkan mereka untuk berhenti.

Seorang gadis tiba-tiba menyeruak dari tengah kerumunan dengan tergopoh-gopoh sembari memanggil-manggil, “Yang Mulia!” Pekiknya sambil mengulurkan sebelah tangannya ke arah rombongan yang sedang keluar itu. Bahunya menyenggol tangan Huan Wenzhao dari arah belakang.

BUG!

Huan Wenzhao terperanjat dan menyentakkan kepalanya ke samping. Sebelah alisnya terangkat tinggi, merasa sedikit jengkel. Serta-merta ia mengetatkan rahangnya dan menggertakkan gigi. Kemudian menjegal kaki gadis itu.

Gadis itu tersandung dan jatuh tersungkur di lantai. “KYAAAAAAAAAAAAAAAA…!”

Seisi aula meledak oleh gelak tawa semua orang.

Gadis itu menarik bangkit tubuhnya dengan susah payah sembari meringis, “Yang Muliaaaa…!” Rengeknya hampir menangis.

Yang Mulia? Huan Wenzhou mengerutkan keningnya.

Pria di pintu keluar itu mengerling sekilas melalui bahunya. Tapi tidak menunjukkan tanda-tanda simpati pada gadis itu. Tetap berjalan dan memasang wajah tidak peduli.

“Nona Muda, kau salah memilih orang!” Cemooh Huan Wenzhao sembari mengipasi dirinya.

“Kau—” gadis itu melontarkan tatapan tajam pada Huan Wenzhao. Kemudian menudingkan telunjuknya ke arah pemuda itu. “Orang kampung dari mana berani menggangguku?” Hardiknya sengit. “Tunggu saja!” Gertaknya. “Lain kali akan kuberi pelajaran!

Suara cekikikan di sekeliling membuat gadis itu spontan mengedar pandang dengan wajah mencebik. Lalu berbalik dan bergegas keluar sembari misuh-misuh.

“Yang Mulia!” Salah satu pengawal Yang Mulia tadi bertanya ketika ia membantu pria itu menaiki kereta. “Kenapa Anda menghentikan kami?”

“Kedua gadis tadi adalah kaki tangan penerus Huan,” jawab pria itu tanpa ekspresi.

“Memangnya kenapa kalau penerus Huan?” Gerutu pengawal satunya dari kotak pengemudi. “Orang ini terlalu sombong!”

“Belum tentu begitu,” sahut tuan mereka sambil membungkuk memasuki tempat duduknya. “Tiga generasi adipati agung terkenal sangat berdedikasi. Menurutmu, akankah membesarkan anak tidak berguna?”

Pengawal itu langsung terdiam.

“Hal ini belum pasti!” Pangeran Ketujuh menambahkan. “Lagi pula tujuan kita bukan dia. Tapi prajurit keluarganya.”

Pengawal satunya lagi menaikkan pijakan ke beranda kereta. “Benar juga!” Katanya. “Kalau begitu, dekati saja dulu dia agar tidak direbut Pangeran Kelima,” ia mengusulkan. Kemudian naik ke kotak pengemudi di sisi lainnya.

“Besok dia akan belajar di Sekolah Kekaisaran,” Pangeran Ketujuh memberitahu kedua pengawalnya setelah kereta mereka mulai berjalan. “Aku akan mencoba melakukan pendekatan. Sungguh tidak berguna atau hanya pura-pura… kita akan mengetahuinya!”

.

.

.

Di Gerbang Timur Laut…

“Dia kembali!” Teriak seorang prajurit sambil berlari tergopoh-gopoh di sepanjang koridor. “Jenderal! Tuan Muda sudah kembali!”

Hu Li Na spontan menoleh ke arah prajurit itu. “Kau yakin?”

“Tentu!” Prajurit itu meyakinkannya. “Saya melihatnya menyelinap masuk ke barak dengan mengendap-endap.

“Bagus!” Panglima wanita itu mengepalkan kedua tangannya dan mengetatkan rahang. “Habislah sekarang kau, Bocah Tengik!” Geramnya sambil berbalik dan bergegas menuju barak.

“Jenderal—” seorang perwira mencoba menahannya. Panglima wanita itu tak menggubrisnya. “Jangan terlalu impulsif…” katanya dengan kedua bahu menggantung lemas di sisi tubuhnya.

Seorang perwira lain menepuk pundaknya untuk menenangkannya.

“Bagaimanapun dia tetaplah tuan muda. Satu-satunya pewaris Huan,” gumam perwira itu sambil menggeleng-geleng. Tak habis pikir dengan cara Hu Li Na.

Tak lama berselang, Hu Li Na sudah mencapai barak Huan Wenzhao.

Dua pengawal menyilangkan tombak mereka di gang, mencoba menghalanginya.

“Minggir!” Geram Hu Li Na sembari menggertakkan giginya.

Dan seketika ledakan energi membuncah dari tubuhnya.

DUAAAAARRRR!

Kedua penjaga itu spontan tersapu dan terpelanting dari tempatnya masing-masing.

Hu Li Na menyerobot masuk ke dalam gang dengan langkah-langkah lebar. Kemudian mendobrak pintu kamar Huan Wenzhao.

Pelayan pribadi Huan Wenzhao menghampiri wanita itu dengan tergopoh-gopoh. “Jenderal! Tuan Muda sedang mandi!” Ia memberitahu.

“Hmmm…” Wanita itu menggeram dan memelototinya.

Pelayan itu langsung menciut.

Dari depan pintu, Hu Li Na sudah melihat punggung seseorang sedang berendam di balik dinding transparan yang membatasi tempat tidur dan ruang pemandian. Tapi setelah sekian lama mengenal Huan Wenzhao, ia sudah cukup hafal tipuan yang biasa digunakan pemuda itu untuk mengelabuinya.

Kali ini aku tak akan tertipu! Tekadnya dalam hati.

Jadi ia tetap memaksa masuk semakin dalam untuk membuktikannya.

Lalu suara pemuda itu membuat Hu Li Na berhenti di tengah jalan.

“Kenapa?” Seloroh suara itu. “Tampaknya… Jenderal Hu begitu senggang? Ingin mandi bersama?”

“Cih!” Hu Li Na mendengus sinis. Itu memang dia! Katanya dalam hati. “Kuberi kau waktu sepuluh menit,” katanya. “Kalau dalam sepuluh menit tidak keluar, jangan salahkan aku bertindak kejam!”

Lalu secara tiba-tiba dan tanpa peringatan, pemuda itu berdiri keluar air

Hu Li Na segera berbalik dan bergegas keluar.

Pemuda itu mengerling melewati bahunya.

Hu Li Na sudah benar-benar keluar.

Pemuda itu menjatuhkan dirinya lagi ke dalam air sembari mendesah kasar. “Hampir saja,” bisiknya terengah-engah.

Seekor kupu-kupu dari ras peri melayang mengepak-ngepakkan sayapnya di atas permukaan air. Ukuran sayapnya sebesar sayap merpati, bentuknya seperti gambar transparan berwarna-warni. Menyala berkelap-kelip seperti lampu disko.

Kupu-kupu peri itu adalah alat komunikasi spiritual yang dapat merekam pesan suara.

Setelah yakin Hu Li Na benar-benar sudah meninggalkan barak, pemuda itu merenggut perekam pesan suara itu dan menghancurkannya dalam kepalan tangannya. Kemudian keluar dari air dan mengenakan pakaiannya yang serba hitam. Lalu menutup wajahnya dengan masker ketat yang juga berwarna hitam.

Sejurus kemudian, pemuda itu sudah menghilang dari ruangan.

Percikan cahaya berwarna-warni bertebaran di atas bak mandi yang ditinggalkannya seperti kawanan kunang-kunang. Lalu mengendap turun tenggelam dalam air.

.

.

.

Sementara itu, di asrama Sekolah Kekaisaran…

Seekor kucing hitam melompat keluar dari sudut gelap di atas pagar dinding, kemudian mendarat di atap Paviliun Adipati Agung.

“Kalian pergilah beristirahat!” Kata Huan Wenzhao pada kedua pengawalnya setelah sampai di kamar.

Setelah kedua pengawal wanita itu pergi, seorang pelayan laki-laki menggantikan mereka.

Kedua pengawal wanita itu melirik si pelayan dengan tatapan miris.

Pelayan itu balas menatap mereka melalui sudut matanya.

Huan Wenzhao sedang berdiri di depan jendela ketika pelayan laki-laki itu masuk. Menatap ke luar dengan dahi berkerut-kerut.

“Tuan!” Pelayan itu berlutut di belakangnya. “Pakaian tidur Anda,” katanya dengan sopan. Kedua tangannya terangkat di atas kepalanya, mengulurkan nampan berisi pakaian ganti dengan kepala tertunduk.

Huan Wenzhao berjalan pelan menuju kamar ganti yang hanya dibatasi spanram berlapis kertas transparan di belakang tempat tidurnya.

Pelayan itu mengekor di belakangnya dengan tergopoh-gopoh, kemudian membantunya berganti pakaian.

Sesuatu mengusik Huan Wenzhao. Ia mengerling ke arah jendela dengan mata terpicing, kemudian menyimak dengan waspada.

Aura ini…

1
sri lestari
semoga selalu menarik
Maz Tama
kenapa jadi kumpul lagi semua disini/Joyful/
Maz Tama
memang penuh misteri
Maz Tama
uhkk chapter ini serius
Maz Tama
saya suka novel nya Thor orang misterius lanjut thor jangan hiatus
Maz Tama
buaya di kadalin
Maz Tama
/Joyful/lucu nih novel
Maz Tama
menarik Thor mudah-mudahan ga hiatus
Oe Din
Sayang sekali jika tidak lanjut...
Ayo, Thor 💪💪💪💪💪💪💪💪💪
Buang Sengketa
tapi jujur saya pribadi memang gak ngerti ceritanya padahal sudah begitu banyak chapnya
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐: Baca ulang bab 2
total 1 replies
Eros Heke
Mana ada cerdiknya? Yg ada tolol terus.
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
Eros Heke
Ternyata setelah masalah di Ibukota selesai, mic-nya masih juga bodoh.
Eros Heke
Akhir persaingannya sungguh tidak seru karena campur tangannya Dewa Takdir.
Eros Heke
Dewa takdir sampai harus turun tangan sendiri membuktikan tidak hebat dan tidak becusnya perbatasan Utara dan paviliun jiandie.
Eros Heke
Pangeran benar-benar hebat.
Eros Heke
Jelas sudah, paviliun jiandie tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan para pangeran.
Eros Heke
Dari awal tampaknya perbatasan Utara ini hanya hebat dalam hal menganggap diri hebat.
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐: Dateng lagi komentator khusus mencela, abis diblokir nongol lagi akun baru. Dapet duit lu komentarin begini? Nguntungin lu buat penulis? Nulis gak dapet duit aja kudu ribet sama komentator kek lu!
total 1 replies
Eros Heke
para pangerannya luar biasa hebat, mengalahkan orang-orang wilayah Utara yg menganggap diri mereka hebat.
Eros Heke
Mengecewakan. Belum apa-apa sdh mulai keok.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!