cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertahan untuk Hidup .
Melihat kegembiraan di wajah sang adik, hati Jiang Bi merasa sangat terharu sekali, di cium nya pipi gembul putih kemerahan itu yang menggembung karena penuh berisi daging kelinci dan rebung bakar.
"Adik tinggal di dalam goa ya, kakak mau mengumpulkan kayu bakar kedalam goa, serta membuat tempat kita tidur nanti malam ya?" ucap Jiang Bi.
Dengan wajah sendu, Cin Hai menggelengkan kepala nya.
"Tidak mau!, Cin Hai mau ikut kakak aja, Cin Hai takut kakak hilang!" ucap lugu anak kecil itu dengan mata berkaca kaca.
Melihat itu, hati Jiang Bi merasa terenyuh, di peluk nya tubuh mungil sang adik sambil mencium pipi nya, "ya sudah, adik jangan menangis, tunggu kakak mau mengaman kan sisa kelinci bakar dan rebung kita dulu" Jiang Bi segera menggulung sisa makanan mereka kedalam daun palm, lalu mengikat nya dengan akar, serta menggantung nya di pohon yang agak tinggi.
Setelah selesai, dia segera mengajak adik nya mencari ranting ranting kering di sekitar goa itu.
Sedikit demi sedikit, ranting kering itu dia kumpulkan.
"Ayolah adik naik kebelakang kakak, kayu bakar kita sudah cukup banyak, kita pulang ke goa sekarang!" ajak Jiang Bi.
"Cin Hai tidak mau gendong kak, Cin Hai mau bantu kakak membawa kayu kayu itu!" tolak sang adik, tidak ingin di gendong.
Akhirnya dia mengalah, meskipun agak lambat karena harus berjalan dibelakang sang adik.
Cin Hai menggotong kayu kering, meskipun cuma dua atau tiga potong kecil, tetapi terlihat semangat kebersamaan dari nya sangatlah tinggi.
Setelah berulang ulang kali menggotong kayu kayu kering itu kedalam goa, akhirnya selesai juga pekerjaan mereka.
Jiang Bi segera menyusun daun daun palm di dalam goa untuk tempat mereka tidur nanti malam.
Setelah beberapa lama, selesai lah pekerjaan nya menyusun daun daun palm di dalam goa.
"Sekarang kita berburu atau tidur siang dik?" tanya Jiang Bi pada adik nya itu.
"Cin Hai tidak mau tidur siang kak, entar nanti malam susah tidur l!" jawab anak kecil itu.
"Ya sudah deh, ayo kita berburu, tetapi jangan ribut, nanti buruan kita lari!" Jiang Bi membimbing tangan sang adik keluar dari dalam goa itu.
Setiba nya di luar goa, Jiang Bi menyuruh adik nya untuk naik kebelakang nya.
Sambil menggendong sang adik, Jiang Bi berjalan mengendap endap menyusuri dasar hutan itu.
Setelah berjalan beberapa waktu, akhirnya mereka melihat seekor kancil sedang minum di tepi kali kecil.
Sambil mengendap endap, Jiang Bi mempersiapkan panah nya.
Setelah mencapai jarak tembak yang pas, Jiang Bi segera melesatkan anak panah nya kearah kancil itu.
Anak panah melesat menembus rusuk kancil itu dengan tepat, sehingga binatang itu tidak sempat lari, ambruk ketanah.
Melihat keberhasilan sang kakak, Cin Hai bersorak kegirangan sambil berlari ke arah bangkai kancil itu.
"Kakak hebat!, kakak hebat!, kakak yang terbaik!" teriak nya sambil berjingkrak jingkrak gembira.
Sejenak, kepedihan hati Jiang Bi lenyap melihat kegembiraan sang adik.
"Ayo adik, kita bawa kancil ini ke goa, kita asapi supaya awet, kita tidak tahu, besok atau lusa, kita masih bisa bernasib baik apa tidak!" ujar Jiang Bi.
Jiang Bi segera menggotong bangkai kancil itu ke dekat goa untuk di bersih kan.
Setelah selesai, dia menyayat bangkai kelinci itu menjadi beberapa bagian, lalu membawa nya masuk ke dalam goa.
Tidak lupa Jiang Bi memasukan kayu kayu kering kedalam goa, lalu membawa sisa api mereka kedalam, untuk membuat api unggun.
Jiang Bi meletakan batu batu kali, menyusun nya berkeliling menjadi tungku disekeliling api, beberapa batu agak besar di susun sedemikian rupa, sehingga menjadi cukup tinggi.
Diatas batu itu dia beri kayu kecil yang dibuat melintang, agar bisa menampung daging kancil mereka.
Asap tidak menumpuk di dalam goa, karena di ujung sebelah dalam, ada lubang yang tembus keatas goa, tempat asap keluar, mirip sebuah cerobong asap.
Sementara sang adik bermain di dalam goa, Jiang Bi segera mengumpulkan kayu kayu kering kembali, untuk tambahan kayu bakar mereka.
Mungkin karena kelelahan, Cin Hai nampak tertidur diatas daun palm yang dia susun tadi.
Lama Jiang Bi menatap wajah lugu sang adik, ada rasa sedih, ada rasa pilu, rasa haru biru berkumpul menjadi satu.
kebahagiaan yang mereka rasakan beberapa waktu yang lalu, kini harus terenggut dan sirna secara tiba tiba saja.
Jiang Bi tidak mengerti arah yang harus dia tuju kedepan nya nanti, yang dia tahu, dia harus membimbing tangan adik nya, berusaha bangkit berdiri, meskipun terseok terhempas dan mungkin terjatuh, dia bertekad, akan selalu bangkit berdiri tegar, demi si gembul sang adik kesayangan nya itu , dialah harta yang paling berharga satu satu nya yang dia miliki sekarang. Kerabat nya!, saudara nya!, tempat berbagi suka duka bersama, bergandeng tangan saling menguatkan langkah, menapak Dunia yang kejam ini.
Diusap nya air mata yang kembali bergulir di pipi nya, terasa sesak dada nya oleh tangisan yang serasa ingin meledakan Dunia.
"Aku harus tetap hidup, aku ingin jadi orang hebat, akan kucari mereka yang sudah merenggut ayah dan ibu secara paksa dari sisi ku dan adik, tunggulah saat nya akan tiba nanti, utang darah bayar darah, utang nyawa bayar nyawa, aku dan adik masih begitu kecil, mereka renggut kebahagian kami, bidadari pelindung kami, kalian sungguh kejam!, biadab!, akan ku balas dengan luka yang setimpal!" tekad hati Jiang Bi.
Jiang Bi duduk diatas batu di pinggir kali kecil itu, pikiran nya melayang kemasa masa dahulu sewaktu ayah dan ibu nya masih ada.
Jiang Bi dan Cin Hai, meskipun masih kecil, namun memiliki kecerdasan dan daya ingat diatas rata rata, sehingga seluruh gerakan silat yang diajarkan ayah dan ibu nya dahulu, masih membekas di dalam ingatan mereka.
Perlahan Jiang Bi bangkit berdiri, lalu mulai melakukan gerakan silat.
Tubuh nya dengan sangat lincah sekali bergerak kesana kemari, seperti kupu kupu yang menari diatas bunga bunga Ying.
Setelah tubuh nya basah dengan keringat, Jiang Bi segera mengakhiri kegiatan nya, dan kembali duduk diatas batu sambil menghimpun hawa murni nya.
Namun konsentrasi nya terganggu oleh kecipak di dalam air.
Jiang Bi menoleh ke dalam kali, dia melihat beberapa ekor ikan besar sedang berkeliaran di dasar sungai.
Segera dia memungut panah nya, mempersiapkan diri nya untuk membidik salah satu ikan itu.
"Crass !".
Anak panah melesat cepat, menembus tubuh seekor ikan mas besar.
Se ekor ikan mas besar dia angkat dari sungai, dan segera dia bersihkan dan di tusuk dengan kayu kecil.
Baru saja dia selesai membersihkan ikan dan menusuk nya dengan kayu kecil , terdengar suara sang adik dari dalam goa, "kakak!, Uuuuu!, kakak!".
Buru buru Jiang Bi berlari masuk kedalam goa sambil menenteng ikan besar.
Didalam goa,, dia melihat sang adik duduk sambil menangis mencari nya.
Buru buru di letakan nya ikan diatas daun palm, dan berlari menghampiri sang adik.
Cin Hai memeluk Jiang Bi sambil menangis tersedu sedu di dada sang kakak, "kakak nakal!, Kakak nakal!".
"Kaka minta maaf ya, tadi kakak nyari ikan, lihatlah!" Jiang Bi mengangkat ikan besar yang sudah dia bersihkan tadi.
Di usap nya air mata dari pipi gembul sang adik, "ayo kita bakar ikan ini!".
Tangis Cin Hai berhenti ketika dia melihat seekor ikan besar ditangan sang kakak nya itu.
Jiang Bi mengumpulkan sisa sisa api mereka, lalu kembali menambahkan beberapa ranting ke dalam nya.
Hidup terasa berat , namun walau bagai manapun juga, mereka harus menjalani nya.
...****************...
tarung ya tarung saja
bukankah trakhir x jiang bi sudah di langit menengah.?