Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang perceraian
Hari ini, adalah sidang pertama perceraian Zia dengan Rangga, Zia sudah menyiapkan diri untuk hari ini.
Zia menatap dirinya dicermin.
"Ternyata impianku, menikah sekali seumur hidup, hanya hayalanku saja," ucap Zia, merapihkan baju yang ia pakai.
"Meskipun menyedihkan, tapi aku harus kuat, tegar, untuk diriku, dan juga keluargaku, yang sudah menemani sampai detik ini," ucap Zia.
Saat Zia sedang merapihkan bajunya, pintu kamar diketuk.
Tok..
Tok..
"Sebentar!" ujar Zia, lalu Zia menarik nafas, agar terlihat baik-baik saja didepan keluarganya.
"Bunda.." ucap Zia.
"Sudah siap?" tanya bunda Ita.
"Sudah bunda," jawab Zia tersenyum.
"Mau pergi sekarang?" tanya bunda Ita.
Zia mengangguk, "ayo bunda," jawab Zia.
Lalu Zia mengambil tasnya, keluar kamar bersama sang bunda. Ketiga laki-laki sudah menunggu mereka.
"Ayah mau ikut?" tanya Zia, pasalnya sang ayah sangat sibuk diperusahaan.
"Jelas dong, ayah tidak mau kalah dengan dua cucunguk ini," jawab ayah Dimas, mengejek.
"Ya'ampun, sama anak sendiri," sahut Rey.
Ayah Dimas hanya tertawa mendengar ucapan sang anak.
"Yasudah, ayo pergi," ajak bunda Ita.
Lalu mereka bergegas masuk kedalam mobil, selama perjalanan, sang bunda selalu menguatkan Zia, dengan pelukan hangatnya.
"Kamu yakin, bisa?" tanya Roy lagi, memastikan.
"Ya! Aku yakin.." jawab Zia, meskipun dalam hatinya deg-degan, tapi ia harus bisa.
"Kakak percaya denganmu, kamu akan bisa melewati ini semua," ucap Roy, mengelus rambut Zia.
Zia mengangguk, ia akan berusaha kuat demi keluarganya, Zia tidak mau mengecewakan keluarganya.
Setelah satu jam lamanya, akhirnya Zia sampai di pengadilan agama.
Saat Zia keluar dari mobilnya, Zia sudah melihat Rangga beserta ibunya.
"Sayang, kamu batalkan sidang perceraian kita, aku tidak mau bercerai denganmu," ucap Rangga, yang langsung mendekati kearah Zia.
Namun Zia tak menjawabnya, Zia sudah muak dengan drama yang Rangga ciptakan.
"Memang kamu bisa hidup tanpa aku?" ujar Rangga, tersenyum sinis.
Sontak saja membuat langkah Zia terhenti, saat mendengar laki-laki yang akan menjadi mantan suaminya itu.
"Kamu fikir, aku tidak bisa hidup tanpa kamu, begitu?" tanya Zia, tersenyum mengejek.
"Yang ada kamu, dan juga keluarga kamu yang tidak akan bisa hidup tanpa aku," lanjut Zia.
Panas hati Rangga, karena merasa direndahkan oleh Zia, ada rasa ingin membentaknya, namun Rangga harus sabar, karena tujuannya kesini, agar Zia membatalkan perceraian mereka.
"Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, sayang," ucap Rangga, dengan nada lemah lembut. Kalo dulu, Zia akan sangat senang mendengar kata cinta dari suaminya, tapi sekarang, tidak lagi.
"Tanpa aku, atau tanpa uang aku?" sindir Zia.
Lalu Zia meninggalkan Rangga, Zia masuk kedalam ruangan sidang, karena sudah dipanggil gilirannya.
Zia duduk didepan sendiri, namun keluarganya berada dibelakang Zia, memberikan kekuatan kepada Zia.
"Apa kalian sudah yakin, untuk bercerai?" tanya sang hakim.
"Karena suami saya sudah berselingkuh, dan juga sudah menggelapkan uang perusahaan keluarga kami," jawab Zia dengan tenang.
Lalu sang pengaca Zia memberikan bukti-bukti yang Zia katakan.
"Tidak, itu semua bohong, yang mulia," sahut Rangga, membela dirinya.
"Dengan semua bukti itu, yang mulia sudah tahu, kebenarannya seperti apa," ujar Zia, menatap Rangga.
"Saya tidak pernah berselingkuh, dan juga tidak pernah menggelapkan uang perusahaan, itu semua tidak benar." Rangga terus membela dirinya.
"Tolong tenang!" yang mulia mengetuk palu.
"Apa ibu Zia sudah mantap untuk bercerai?" tanya pak hakim.
"Iya yang mulia, saya sudah mantap untuk bercerai, karena yang saya tahu, selama ini suami saya tidak pernah mencintai saya, dan juga sudah berselingkuh dan memiliki anak, dengan wanita lain," jawab Zia.
"Baik, cukup penjelasan dari bu Zia.."
"Lalu kenapa bapak Rangga tidak mau bercerai dengan istri anda, bukannya bukti sudah jelas, bahwa anda melakukan apa yang istri anda lakukan," tanya pak hakim.
"Saya tidak merasa melakukan semua itu, makanya saya menolak perceraian ini, saya mau memperbaiki pernikahan ini," jawab Rangga, dengan raut wajah sedihnya.
"Ck, muak sekali aku melihatnya," gumam Zia.
Lalu sang pengacara dari Zia, memberikan sebuah bukti kuat, kiriman dari Roy.
Palu diketuk tiga kali.
Tok..
Tok..
Tok..
"Permohonan ibu Zia dikabulkan.." ucap pak hakim.
Zia bernafas lega, akhirnya ia sudah terlepas dari suaminya.
"Sekarang kita bukan siapa-siapa lagi, asinglah setelah ini, jangan mengganggu kehidupanku," ucap Zia, lalu ia meninggalkan ruangan sidang itu beserta keluarganya.
"Bagaimana lega?" tanya ayah Dimas.
"Lega sekali, ayah," jawab Zia tersenyum, meskipun ada rasa sedih dalam hati Zia, karena akhir pernikahannya seperti ini.
"Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja, ada kami," ucap ayah Dimas, mengelus rambut Zia.
"Ya! Semua akan baik-baik saja," jawab Zia tersenyum.
"Zia.." teriak seseorang yang Zia kenal.
"Ada apa lagi, Rangga?" tanya Zia.
"Kenapa kamu kekeh sekali ingin berpisah denganku, apa kamu sudah memiliki kekasih baru?" tuduh Rangga.
"Aku tidak seperti dirimu, murahan," jawab Zia.
"Heh Zia, dasar wanita murahan, pasti kamu sudah mempunyai kekasih," sahut bu Minah.
"Dijaga ya mulutnya, anak saya tidak seperti itu," jawab bunda Ita, yang sudah panas hatinya mendengar mantan besannya, menuduh sang anak.
"Kalo belum memiliki pacar baru, kenapa anak situ kekeh ingin bercerai," ujar bu Minah tak menyadari kesalahan sang anak.
"Harusnya anda tahu, kesalahan anak anda dimana, jangan menuduh saya dengan apa yang anak anda lakukan," ucap Zia, menatap mantan mertuanya.
"Heh! Jangan menaikan nada bicaramu," ucap bu Minah, tidak suka dengan Zia.
"Aku memang tidak pernah benar dimata anda, sejak dulu, aku selalu buruk dimata anda," jawab Zia.
Rangga mencekal tangan Zia, namun dengan sigapnya, Zia melepaskan tangan Rangga.
"Jangan menyentuhku, kita bukan siapa-siapa lagi, haram bagimu, menyentuh kulitku," ucap Zia.
"Kita bisa rujuk, aku tidak mau bercerai denganmu, sayang," kekeh Rangga, entah apa alasannya, yang pasti Zia sudah muak dengan mantan suaminya.
"Sampai kamu bersujudpun, aku tidak mau kembali denganmu, haram bagiku kembali denganmu," jawab Zia dengan tegas.
"Keras kepala sekali, memangnya kamu bisa hidup tanpan aku, hah!" bentak Rangga.
"Jangan membentak adik-ku, kalo tidak mau berakhir di RS dengan ibumu," ancam Roy.
"Nanti kita ancam si Zia, kalo sedang tidak bersama dengan kakaknya, soalnya dia seram, ibu masih trauma dengan kelakuan kakaknya," bisik bu Minah.
Rangga mengangguk, ia membenarkan ucapan ibunya.
Lalu tanpa sepatah katapun, Rangga dengan ibunya meninggalkan Zia beserta keluarganya.
"Kak, kakak melakukan apa, sampai mereka takut dengan kakak," tanya Zia.
"Ada deh, pokonya seru," jawab Roy.
Zia menggelengkan kepala, Zia sudah menebak, kalo kakaknya akan melakukan sesuatu dengan Rangga.
***
bakal berusaha trs mengganggu hdp zia trs
cepat sembuh zia