Dia Anaku

Anggi pulang kerumah, hati ingin melerai pertengkaran kedua orang tuanya dan marah marah meluapkankan emosinya tapi dia tak sanggup tapi tubuhnya meresa lemas.

Setelah sampai, didalam kamar dia melihat dirinya sendiri dicermin dimeja riasnya betapa buruknya dia mengingat dia dengan mudahnya memberikan sesuatu yang paling berharga pada pacarnya, yang selama ini ternyata hanya dijadikan bahan taruhan, bahkan sampai dia hamil, Davin belum mengetahui kalau dia hamil saja sudah lebih dulu tidak menginginkan anak yang dikandungnya.

Permasalahan pada kedua orangtua nya pun yang tidak pernah selesai lebih memikirkan ego mereka masing masing.

Semua itu terbayang lengkap didalam benaknya, tanganya mengepal mata yang berkaca dan memerah menahan amarah gigi yang gemertuk tanda dia muak dengan semua ini.

Foundation yang didekat tanganya diambil lalu melemparkanya kekaca sambil berteriak.

Aaaa...

Pyarr...

Bukan cuma itu saja semua alat mak up dimeja diberantaki dan dibuangi begitu saja meluapkan amarahnya dia nangis histeris.

Pikirannya benar benar kalut tidak bisa berfikir dengan jernih dia ingin menghilang dibuka bumi ini saja, saat ini dia sedang berjalan tapi tidak tau arah dan tujuan mata yang bengkak karena dari tadi menangis tak henti hentinya.

Dia melihat ada rel kerata dan dia berjalan kesana ya lebih baik dia mengakhiri hidupnya.

Gemuruh suara kereta yang mendekat dan semakin mendekat dan saat hampir didepan mata tiba tiba ada seseorang yang menariknya.

Dan gadis itu langsung didekap orang yang menariknya tadi, kereta bergerak dengan cepat melewati mereka dan menghilang.

"Lepaskan, biarkan aku mati" triak Anggi sambil memberontak ingin melepaskan dekapkan orang tadi.

"Tenanglah cu..." suara seseorang yang menyelamatkan Anggi.

"Aku mau mati saja, aku tidak mau hidup hiks hiks hiks" tangisnya mulai melemah dan detik berikutnya Anggi pingsan tak sadarkan diri.

Mungkin karena kehamilanya apalagi sejak tau dia hamil nafsu makan berkurang dan kelehan.

.

.

.

.

Anggi mengerjabkan matanya dia bangun dari pingsanya.

Ssss...

Sambil memegang kepala yang masih terasa berat, dilihatnya sekeliling tempat terasa asing baginya.

Diteringat sesuatu bukanya dia ingin bunuh diri, apa ini sudah diakhirat?

"Alhamdulillah sudah bangun, gimana keadaanmu cu?" Tanya seorang nenek yang datang sambil tersenyum.

Bukanya menjawab malah dia diam dan memikirkan sesuatu, bukanya waktu itu yang menariknya seorang laki laki tua tapi kok jadi perempuan tua, jadi aku masih hidup, lalu Anggi berteriak lagi.

"Aku mau mati saja" Anggi akan berdiri, nenek itu lebih dulu mencegah.

"Biarkan aku mati, aku mohon biarkan aku mati" sambil memberontak.

Nenek itu kewalan karena Anggi terus berteriak dan memberontak.

"Kek, kakek" pangil nenek itu pada suaminya, "Kek..." pangilnya lagi.

Kakek lari tergopoh gopoh, melihat istrinya kewalahan memegangi gadis itu.

"Cepatan kek" kakek langsung memegang lengan Anggi.

Sedangkan nenek dengan sabar menenangkan Anggi.

"Tenang cu tenang" sambil mengelus rambut Anggi.

Tapi Anggi masih berteriak dan memberontak, karena nenek menenangkan dengan kasih sayang, akhirnya Anggi bisa lebih tenang.

Anggi memandang nenek dengan air mata yang masih menetes.

"Dengan bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah" sambil mengusab usab lengan Anggi.

"Nek aku hiks hiks hiks"

Sssst...

"Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, jadi nenek mohon jangan sekali kali kamu lakukan lagi ya"

"Semua nggak ada yang peduli denganku nek"

"Siapa bilang nggak ada yang peduli sama kamu nenek sama kakek peduli, iya kan kek?" melihat kakek, kakek hanya mengangguk

"Tapi...hiks hiks hiks" lalu Anggi ditarik dalam pelukan nenek rasa nyaman yang dirasakan Anggi saat ini.