Vania anastasha terpaksa memberikan rahimnya untuk mengandung seorang anak CEO arogan yang ingin memiliki anak tanpa ikatan pernikahan karena masih terikat dengan cinta masa lalunya.sedangkan dirinya butuh biaya untuk operasi ibunya
"akan kulakukan apapun asal ibuku selamat termasuk harus menjual tubuh yang tak berharga ini" Vania anastasia
"lahirkan seorang anak untukku..akan kubayar harganya...uang bukan masalah buatku asal anakku lahir" Julius granger
akankah keadaan berjalan sesuai apa yang diinginkan keduanya atau malah kebalikannya...
jawabannya ada di tulisan receh ini
baru belajar menulis...mohon saran dan kritiknya selalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farhati fara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Keesokan paginya Julian masih betah membaringkan dirinya diatas tempat tidur, pagi-pagi sekali ia sudah bangun dengan memasang pendengarannya setajam mungkin. Mencari-cari apakah gadis itu akan pergi atau tidak.
Kepalanya tertoleh kearah pintu ketika mendengar suara pintu yang terbuka dan suara langkah kaki ringan seorang Gadis berjalan melewati kamarnya...'Apa maksudnya ini' Batinnya
Julian melirik jam diatas meja kemudian mendesahkan nafasnya, terlalu pagi untuk bangun dan bepergian. Gadis itu memutuskan untuk pergi. Pikirnya
Julian menutup kepalanya dengan bantal, tadinya ia sangat berharap gadis itu tetap tinggal. Hanya gadis itu satu-satunya yang bisa memenuhi semua ambisinya, selain gadis itu bisa melahirkan anak untuknya gadis itu juga bisa menjadi jelmaan Angel dengan wajahnya yang serupa.
Julian berguling dan duduk ditepian tempat tidur, mengusap rambutnya yang berwarna hitam keluar dari kamar menuju dapur.Memutuskan untuk mengambil minum untuk membasahi tenggorokannya
Langkah kakinya berhenti dipintu dapur ketika melihat gadis itu sedang memotong sesuatu. Aroma wangi dari panci yang mengelegak tercium dihidung Julian. Merasakan kehadiran Julian.Vania pun memutar tubuhnya, tersenyum kepada Julian
" Selamat pagi tuan, bahan makanannya masih ada, aku memutuskan untuk memasak sesuatu" Julian memandangi lama wajah Vania, bergerak mendekati gadis itu dengan langkah yang mematikan hingga Membuat gadis itu gugup.
"Jadi ini yang kau putuskan?"bisik Julian serak
" Aku tidak tahu lagi apa yang bisa kulakukan selain ini" jawab Vania menunduk takut-takut
Julian menyentuhkan tangannya dipipi Vania, menengadahkan wajah gadis itu agar menatapnya
"Peraturannya Vania Anastasha, kau dilarang mencampuri urusanku karena kita akan tinggal bersama, setelah bayi itu lahir aku ingin kau menghilang sepulihnya dirimu dari proses melahirkan. Tidak ada kunjungan untuk melihat bayi itu atau menanyai kabarnya. Aku ingin kau menganggap, kau tidak pernah hamil dan memiliki seorang anak. Karena yang aku inginkan adalah bayi itu, bukan dirimu. Kau mengerti?" Vania menelan salivanya pelan
Itu adalah peraturan yang paling tidak manusiawi yang pernah ia dengar, tapi ia membutuhkan uang
"Baik... tuan" jawabnya
Julian menaikkan alisnya, apakah uang begitu penting, sehingga gadis ini bersedia menukar keperawanannya dan melahirkan seorang bayi hanya untuk uang?
Julian mengusap sudut bibir Vania dengan gerakan yang bisa membuat gadis itu pingsan seketika. Luar biasa, kenapa bentuk bibirnya pun sama. Pikir Julian
Vania bisa merasakan degupan jantungnya berpacu cepat, mata Julian benar-benar memikatnya. Tubuhnya menjadi kaku dibawah tatapan mata itu, seolah-olah ia terhipnotis oleh mata itu
Julian menundukkan kepalanya kewajah Vania. Sebelum Vania menyadari apa yang sedang terjadi bibirnya menerima sapuan lembut dari bibir Julian. Hanya sebuah kecupan ringan. Julian menarik kepalanya lalu sekali lagi Julian menempelkan bibirnya dibibir Vania
Julian mencium Vania dalam. Vania merasakan sentakan aliran listrik ditubuhnya ketika bibirnya dijamah oleh bibir Julian, tangannya memegang tepian piyama depan Julian agar tidak terjatuh karena kakinya tiba-tiba saja tidak sanggup menopang tubuhnya
Merasakan ketidak stabilan Vania, Julian mengalungkan lengannya dipinggang Vania, menarik gadis itu kedalam pelukannya, ciumannya tidak lepas sedikitpun bahkan Julian meletakkan tangannya dikepala Vania, agar bisa menciumnya lebih dalam. Julian menjulurkan lidahnya diantara bibir Vania, memaksa bibir itu terbuka
Tidak bisa menolak Vania pun perlahan membuka bibirnya. Vania memekik kaget ketika lidah Julian mulai menjelajahi mulutnya. Ini ciuman pertamanya sekaligus pengalaman pertamanya dicium seperti ini, pikirnya
Julian tidak berhenti sedikitpun, tubuhnya bereaksi aneh ketika mengecap bibir Vania, ia ingin lebih. Rasa Vania begitu menggoda, begitu memabukkan, berbeda dengan ketika ia mencium beberapa gadis sebelum ini
Julian melepaskan tautan bibirnya bergerak turun keleher Vania, kebutuhan untuk dipuaskan mendesak keluar, tangannya yang berada dipinggang Vania bergerak masuk kedalam kaos Vania, menemukan permukaan kulit yang halus.
Vania menarik nafasnya cepat, merasakan panas dari tangan Julian menyentuh kulit perutnya. Tangan itu bergerak naik hingga…
Krrrrriinnggg… krrriiiingggg…
Julian menolehkan kepalanya dari permukaan leher Vania kearah telepon rumah yang tergantung ditembok sisi kanan dapur
"Sial.." Julian mengumpat pelan, melepaskan tangannya dari Vania lalu berjalan menuju telepon. Vania mengatur nafasnya yang tersengal-sengal setelah kepergian Julian, ia bersandar pada tepian dapur sambil memegangi dadanya, mencoba menenangkan debaran jantungnya.
Julian mengatur nafasnya sebelum mengangkat telepon itu
"Halo?" jawab Julian serak
"Bagaimana..?" Julian memejamkan matanya kesal mendengar suara ibunya
"Apa Mama harus menelponku sepagi ini?"
"Mama benar-benar tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan ini, jadi bagaimana?"
Julian menolehkan kepalanya kearah Vania yang saat ini sedang memunggunginya, Julian yakin gadis itu sedang mencoba menenangkan diri dari serangan yang baru saja Julian lakukan
"Dia akan mengandung anakku" jawab Julian
"Dia bersedia..? ya Tuhan, apa gadis itu sudah gila?"
"Ma.. dia gila atau tidak dia akan mengandung anakku" jawab Julian tegas
" Kau sudah benar-benar Julian granger, aku akan membawanya paksa. Ini harus dihentikan"
" Terlambat ma, dia sudah tidak perawan lagi sekarang" jawab Julian cepat, ia tidak akan membiarkan ibunya membawa paksa Vania.
Gadis itu akan melahirkan anaknya
"Kau bohong" tuduh ibunya
" Kalaupun aku bohong, aku akan melakukannya pagi ini juga, sebelum Mama datang"
"JULIAN GRANGER" teriak ibunya tak habis pikir dengan kelakuan putranya
" Mama janji padaku, tidak akan melarangku lagi setelah gadis ini setuju bukan? Dan dia setuju. Aku tidak akan mengizinkan siapapun menghentikanku"
"Kau.., benarkah kau anak yang lahir dari rahimku?. Julian granger..?"
Julian diam tidak menjawab ibunya, itu bisa diartikan bahwa ibunya sudah sangat kecewa padanya
" Maaf ma, aku benar-benar harus melakukannya. Kau tahu seperti apa perasaanku pada Angel. Setelah tidak bisa mendapatkannya sekarang izinkan aku mendapatkan seseorang sebagai ganti dirinya" Ibu Julian terdiam, ia menangkap ungkapan kesedihan di nada suara putranya
"Ya Tuhan, ampuni aku karena mengizinkan putraku melakukan hal gila ini"
Kliiik.. telepon itupun terputus. Julian menutup teleponnya dengan pandangan kosong, benar.. setelah ia tidak bisa memiliki Angel, ia ingin melampiaskan rasa frustasinya itu pada seseorang, ia ingin seorang bayi. Menjadikan bayi itu sebagai ganti Angel untuk diberikan seluruh kasih sayang dari Julian
Julian memutar tubuhnya lalu bertatapan dengan wajah Vania. Gadis itu sedikit tersentak ketika mata mereka bertemu, gadis itupun menundukkan kepalanya malu
Julian melangkah mendekati Vania, menatap bibir gadis itu yang sudah bengkak karena ciumannya yang menggebu tadi.
Julian menelusupkan tangannya kerambut Vania mengusapnya kebelakang, lalu tangannya berhenti ditengkuk Vania, menundukkan kepalanya lagi untuk kembali mengecap bibir Vania
"Tuan.." Vania menempelkan tangannya didada Julian, berusaha menahan Julian, ia tidak sanggup menerima serangan ciuman lagi hari ini. Jantungnya belum kembali tenang tetapi Julian sudah ingin memulai apa yang sempat terganggu tadi
"Terlambat untukmu menolakku, aku sudah memberimu waktu untuk pergi pagi ini tapi kau sepakat untuk tidak pergi" desis Julian
"Aku.. aku tidak tahu kalau harus sepagi ini"
"Memang apa bedanya?"
Wajah Vania merona karena rasa malu. Tentu saja ada bedanya, meskipun hatinya sudah mantap untuk melakukan hal konyol ini, tetapi ia masih belum siap untuk melakukannya secepat ini, tanpa sedikit pun tahu seperti apa pria yang akan menjadi pria pertamanya, pria yang akan mengambil seluruh dirinya ini
"Apa aku boleh mengajukan beberapa pertanyaan padamu tuan?" Julian menaikkan alisnya sebelah
" Kau dilarang mencampuri urusanku, itu peraturannya"
" Aku bukan ingin mencampuri urusanmu, aku hanya ingin tahu seperti apa pria yang akan mengambil.." Vania menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya
Julian menatap kedalam manik mata Vania, tubuhnya sudah sangat ingin dipuaskan setelah bibirnya mengecap lekukan bibir Vania. Setelah menutup teleponnya, Julian sudah sangat ingin membaringkan Vania saat ini juga dilantai dapur dan memilikinya, kemudian ia teringat bahwa gadis ini belum berpengalaman sama sekali
Julian mengerjabkan matanya sekali menarik Vania kedalam pelukannya lalu menunduk menempelkan bibirnya dilekukan leher Vania, tersenyum ketika gadis itu mengerang nikmat
"Cepat ajukan pertanyaanmu" desisnya dikulit leher Vania. Gadis itu kehilangan kata-katanya ketika dengan sengaja Julian semakin menempelkan bibirnya tepat ditelinga Vania
"Pertanyaannya?" desak Julian
"Ke.. kenapa anda begitu ingin bayi itu?" akhirnya Vania berhasil mengeluarkan suaranya
"Karena aku ingin memiliki seseorang yang bisa mengerti aku"
"Kenapa anda tidak mencari seorang istri saja? dia bisa melahirkan sepuluh anak untukmu" Julian menelusupkan jari-jarinya dibalik celana Vania menangkup *4**4* gadis itu lalu menariknya lebih erat, Vania terkesiap kaget bibirnya memekik pelan, tanganya mengepal erat baju piyama Julian
" Karena hanya ada satu gadis yang ingin kunikahi tetapi dia tidak bisa menjadi milikku" Vania terkejut dengan jawaban itu, ia pikir akan mendengar alasan yang lebih gila lagi. Tetapi jawaban yang dilandasi alasan cinta itu membuatnya terenyuh
" Sudah cukup, tidak ada pertanyaan lagi" Tangan Julian yang berada ditengkuk Vania menengadahkan kepalanya, lalu Julian mencium gadis itu lagi dengan naf*u yang tidak ditutup-tutupi
Vania akhirnya pasrah, ia terlalu mabuk oleh sapuan bibir dan tangan Julian ditubuhnya, tidak ada kata-kata lagi, tangannya yang mencengkeram baju Julian perlahan naik kelekukan leher Julian, nalurinya membawanya untuk lebih berani mengalungkan tangannya dileher Julian. Vania cukup terkejut dengan reaksinya, ini pengalaman pertamanya dicium tetapi ia merasa reaksinya adalah benar
"Eheem.. tuan muda" sebuah suara terdengar dikejauhan, Vania membuka matanya perlahan lalu terbelalak kaget melihat pak Norman berada tepat dibelakang Julian
"Anda ada rapat dengan direksi pagi ini" Julian melepaskan bibirnya dari Vania, menarik nafas panjang lalu menyandarkan kepalanya dibahu Vania menenangkan nafasnya yang memburu.
Pak Norman datang diwaktu yang tidak tepat
"Tidak adakah dari kalian yang tidak mengangguku?" desis Juliann marah
"Maaf tuan, nyonya besar bilang, rapat ini sangat penting" Julian berdiam diri sambil memeluk Vania, menarik nafas panjang berusaha mendinginkan darahnya yang memanas serta bagian tubuhnya yang sudah menegang
Setelah merasa bisa mengendalikan diri Julian melepaskan diri dari Vania lalu menoleh kepada Pak Norman, menatap pria tua itu marah, lalu beranjak ke kamarnya untuk mandi
Vania yang merona karena malu memutar tubuhnya membelakangi Pak Norman. Pak Norman berdeham pelan lalu berjalan menyusul Julian, meninggalkan Vania sendirian untuk menenangkan diri. Sungguh ini pengalaman pertamanya dicium kemudian dicumbu dan kemudian dipergoki oleh kepala pelayan rumah
Benar-benar pengalaman yang membuat cara kerja jantungnya tidak stabil
"Maaf tuan muda, lain kali aku akan menunggu sampai anda selesai" Pak Norman bersungguh-sungguh ketika mengatakannya, ia jarang sekali melihat Julian menatapnya marah ketika diinterupsi sedang mencumbu seorang wanita
Ia terbiasa menoleransi kegiatan Julian yang sering berganti-ganti wanita hanya untuk bersenang-senang, tetapi Julian tidak pernah marah padanya jika Pak Norman mengganggu, bahkan jika Pak Norman mendapati Julian dalam keadaan tidak berbusana dengan seorang gadis
" Apa Mama yang langsung menyuruhmu kesini?" tanya Julian berang
"Iya.. secara langsung mendatangiku" Julian berdecak kesal sambil mengancingkan kemejanya satu persatu, ia mengambil dasi dan memasang dasinya dengan piawai
Pak Norman lagi-lagi merasa bersalah karena membuat tuan mudanya itu marah. Sejak gadis bernama Angeline sanae menikah dengan laki-laki lain, Julian berubah menjadi Pria yang dingin dan menutup diri
Julian sering mengencani beberapa wanita hanya untuk menjadi tempat pelampiasan rasa frustasinya pada Angel. Pak Norman sempat tidak mengerti kenapa Julian tidak meminta salah satu dari wanita-wanita itu untuk mengandung anaknya, Julian lebih memilih mencari dengan keadaan ini
Mungkinkah Julian memang menantikan kehadiran Vania?, seorang gadis lugu yang selalu memandang dengan tatapan penuh cinta. Julian memutar tubuhnya menghadap kepada Pak Norman, selesai mengikat dasinya
"Pastikan Mama tidak kesini dan membawa Vania pergi"
"Baik tuan" jawab Pak Norman patuh
"Dan bawa beberapa bahan makanan lagi"
"Lagi?"
" Gadis itu menghabiskan seluruh isi kulkas tadi malam"
"Oo.. baiklah tuan muda"
🍀🍀🍀
Vania sedang berdiri didepan pintu rumah menunggu Julian yang saat ini sedang merapikan jasnya, gadis itu bisa melihat Pak Norman tengah sibuk menyiapkan beberapa keperluan Julian.
Selesai merapikan barang-barang Julian, Pak Norman memanggil tuan muda nya. Julian menganggukan kepalanya lalu menoleh kearah Vania
"Dengar.. kau tidak boleh..."
"Keluar dari rumah ini, aku mengerti" jawab Vania langsung. Julian berdeham
" Kau tidak boleh ikut ibuku jika dia datang kesini"
"Ooh..Iya.. baiklah" Vania tersipu malu karena telah salah Menebak
Julian menatap Vania sedikit lebih lama sebelum akhirnya pergi, membawa mobilnya sendiri meninggalkan Vania dan Pak Norman berdua saja
Vania menoleh kepada Pak Norman dan tersenyum canggung
" Kita bertemu lagi Paman" sapa Vania
"Bagaimana kabarmu Paman?" Pak Norman tersenyum
"Tidak ada yang pernah menanyai kabarku sebelumnya. Aku sehat seperti biasa Nona terima kasih. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga sehat seperti biasanya"jawab Vania tersenyum kepada Pak Norman
"Aah.. Tuan muda bilang bahan-bahan makananmu habis?"
"Iya.. Aku memasaknya semua malam tadi, karena aku tidak tahu makanan seperti apa yang disukai olehnya" Pak Norman tersenyum lagi.
" Aku akan mengatakan padamu makanan seperti apa yang dia suka"
" Buat daftarnya?" usul Vania. Pak Norman tertawa
" Benar akan kubuat daftarnya" jawabnya tersenyum kearah Vania yang terlihat polos dan tulus.
kyknya seru