Bella gadis berusia 17 tahun, terpaksa harus menikah dengan majikan tempat ibunya (Rosma) bekerja, demi untuk membuat ikatan antara keluarganya dan si majikan. Ibunya sudah bekerja selama 8 tahun menjadi pembantu rumah tangga di tempat sang majikan, sejak ayahnya meninggal.
Barata Wirayudha, pemilik BW Group, seorang duda cerai tanpa anak, 35 tahun. Perceraiannya 8 tahun silam mengguncang kehidupannya, sehingga dia memilih meninggalkan Jakarta dan merintis kantor cabang BW Group di Surabaya.
Di kota Surabaya dia dipertemukan dengan Bu Rosma yang dipekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga. Bu Rosma banyak berjasa untuknya. Karena itu. akhirnya Bara meminta Bu Rosma dan kedua putrinya untuk tinggal bersamanya sekaligus membiayai sekolah putri-putrinya.
8 tahun tinggal di Surabaya, Bara harus kembali ke Jakarta untuk mengurus perusahaannya yang mengalami masalah. Untuk tetap menjaga hubungan dengan Bu Rosma, akhirnya Bara memutuskan menikahi salah satu putrinya.
Setelah menikah Bella ditelantarkan Bara selama 2 tahun, tidak diperlakukan selayaknya istri. Bahkan Bara seolah menghilang begitu saja. Ikuti perjalanan rumah tangga keduanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Makan Siang
Bella baru saja selesai menidurkan Issabell. Ternyata tidak semudah yang dipikirkan Bella. Sudah membacakan dongeng sampai selesai satu buku, Issabell masih tertawa cekikikan sambil memejamkan mata dengan erat hingga menyisakan garis kecil di kedua sudut.
Tidak patah arang, Bella menepuk lembut bokong Issabel sambil menyenandungkan lagu anak-anak yang masih diingatnya. Dari Lihat Kebunku sampai Burung Hantu, hampir satu album lagu anak-anak dinyanyikannya, tetap saja gadis kecil itu masih terjaga.
“Issabell belum mau bobo?” tanya Bella, setelah tidak tahu harus menggunakan cara apa lagi untuk menidurkan gadis kecil itu.
“Dia hanya pura-pura mengantuk, Mommy,” celetuk Bara setelah lama memperhatikan keduanya. Bara memilih duduk di sofa sejak Issabell masuk. Ia sengaja memberi kesempatan kepada Bella dan Issabell untuk lebih mengenal satu sama lain. Bella juga butuh menyesuaikan diri dengan putri mereka.
Sontak Bella mengalihkan pandangannya ke arah Bara. Suaminya itu sedang serius menatap laptop yang menyala di depannya.
“Jangan menatapku terus-terusan, Mommy. Nanti kamu jatuh cinta padaku,” ucap Bara, mengulum senyuman.
“Huh!” dengus Bella. Tidak berani terlalu kencang, takut terdengar oleh Bara. Walau bagaimana pun statusnya sekarang, sejak dulu ia adalah putri dari pembantunya Bara. Dan rasa itu tetap melekat sampai sekarang.
“Issabell, kalau tidak mau tidur, Mommy pulang, ya?” ancam Bella.
“No ... mami cini ... sama Issabell.”
Perjuangan Bella berakhir setelah Bara turun tangan. Pria itu menidurkan Issabel sambil mendekap gadis kecil itu ke dalam pelukannya. Sesekali mengusap lembut punggung Issabell. Sebelum tidur, gadis kecil itu bertanya banyak hal pada sang daddy. Sampai akhirnya, ia terlelap sendiri.
Bella duduk di sisi ranjang tidak berani bergerak sama sekali, termasuk tidak berani membuka suara. Hanya meremas ujung kemeja dan menunduk. Rumah ini masih asing untuknya, apalagi kamar ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana melewatkan malam. Pasti tidak akan mudah untuknya.
“Bell, kita turun makan siang,” ajak Bara mengejutkan Bella yang melamun.
“Eh ... ya, Tuan,” sahut Bella ragu.
Tampak Bella turun perlahan dari tempat tidur menyusul Bara yang sudah berjalan terlebih dulu. Bella benar-benar gugup saat ini, ia memilih menuduk sampai tidak sadar saat Bara berhenti di depan pintu kamar dan berbalik menghadap ke arahnya.
Brukkk!
Tabrakan maut keduanya tidak dapat dihindarkan. Kening Bella langsung membentur dada kekar Bara yang berotot dan keras. Masih menggosok-gosokan dahinya yang sakit terkena benturan, Bella menengadah menatap ke arah Bara.
“Maaf, Tuan. Tadi saya tidak melihat jalan,” ucap Bella pelan, menunduk menatap ujung kakinya.
“Bersikaplah layaknya Nyonya di rumah ini. Para asisten rumah tangga di sini, hanya mengetahui kalau kamu itu istriku,” jelas Bara.
“Baik, Tuan,” jawab Bella.
“Berhentilah memanggilku Tuan di depan mereka. Tidak ada suami di dunia ini dipanggil seperti itu,” jelas Bara lagi.
“Ya, Tuan.”
“Terdengar aneh,” gumam Bara. Segera meraih gagang pintu kamarnya.
Begitu tiba di ruang makan, tampak Rissa sudah duduk dan menunggu terlebih dulu. Melihat itu, Bella langsung tersenyum, mendahului Bara dan memilih duduk di samping sang kakak.
“Kak Rissa,” sapa Bella, sambil tersenyum.
Bara baru saja hendak menarik kursi di sampingnya saat Bella berjalan dengan cepat melewatinya dan memilih duduk di hadapannya.
“He-em.” Bara berdeham. Memberi kode supaya Bella segera berpindah duduk di sampingnya.
Melihat tidak ada respon sama sekali, akhirnya terpaksa ia membuka suara.
“Bell, tolong duduk di sini,” pinta Bara masih berdiri di belakang kursi yang hendak disediakannya untuk Bella. Tanpa membantah, Bella menurut. Segera berpindah duduk sesuai permintaan Bara.
Acara makan siang itu tanpa ada yang bicara, semuanya memilih diam dan menyimpan pertanyaan di dalam hati. Hanya dentingan sendok dan garpu saja yang terdengar di ruang makan.
“Bell, bagaimana?” tanya Bara tiba-tiba, di penghujung acara makan siang. Ia sudah menghabiskan semua isi piring di depannya. Saat ini Bara berpaling, menatap Bella yang baru menyelesaikan setengah dari piringnya.
“Maaf Tu ....” Kata-kata Bella terhenti, menatap Rissa dan Bara secara bergantian.
“Aku harus memanggilnya apa. Lidahku sudah terbiasa memanggilnya Tuan.”
“Maaf, maksudnya bagaimana Dad ... dy Issabell?” tanya Bella terlihat ragu dengan panggilannya.
Bara tertawa mendengar panggilan yang disematkan Bella padanya.
“Bell, tidak adakah panggilan yang lebih manis?” tanya Bara, berbisik pelan.
“Maaf, Tuan, aku belum mempersiapkannya. Bisakah memberiku sedikit waktu, nanti aku akan mencari panggilan yang tepat dan terdengar manis,” sahut Bella beralasan.
Rissa yang duduk di seberang meja, hanya bisa mendengus menatap pemandangan di hadapannya. Bagaimana pun awal terbentuknya hubungan Bella dan mantan majikan mereka, saat ini Bella adalah istri sah Bara. Bahkan semua asisten di rumah ini mengetahui kalau istri Bara adalah Bella Cantika. Walaupun di luar sana Bara tidak pernah mengumbar pernikahannya, tetapi suatu saat kalau memang ada yang mempertanyakannya, Rissa yakin Bara akan tetap mengakui Bella.
“Beruntung sekali gadis kampung ini,” batin Rissa, masih mencuri pandang pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik di depannya.
Rasa iri dan tidak terima itu sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Saat ibunya menghubungi, mengatakan kalau Bara memilih Bella untuk dinikahi. Bagi Rissa, Bella hanya gadis kampung dan sederhana waktu itu, berbeda dengannya yang sudah kerja dan berdandan modis. Sungguh perpaduan yang tidak pantas. Bella saat itu berbeda dengan yang sekarang, tetapi pada kenyataannya ia tetap kalah bersaing dengan adiknya. Bara memilih gadis ingusan yang bahkan belum mengerti apa-apa.
Nasib memang tidak berpihak padanya. Ia baru saja melahirkan Issabell waktu itu, kalau tidak, ia pasti akan pulang dan bersaing secara terang-terangan dengan Bella. Apalagi keadaan sekarang, ia bukan hanya kalah bersaing dengan Bella mendapatkan Bara, tetapi ia juga harus merelakan putri kandungnya untuk Bella.
Bara bukanlah orang sembarangan. Ia seorang pengusaha ternama di Jakarta. Tampan, mapan dan tentunya menarik. Siapa pun bersedia menjadi istrinya dengan sukarela.
Tidak tahan berlama-lama menatap, Rissa segera bangkit dari duduknya. Bahkan nasi dan lauk di piring masih utuh. Ia hanya mengaduk-aduk dengan sendok dan garpu saja.
“Aku ... permisi,” ucapnya langsung berdiri, meninggalkan meja makan tanpa menoleh lagi pada Bara dan Bella.
Bella yang merasa aneh pada sikap kakaknya bermaksud menyusul.
“Aku permisi, Tuan,” Bella juga berpamitan. Setengah berlari, ia menyusul sambil memanggil kakaknya.
“Kak Rissa!”
“Kak Rissa!”
Bukannya berhenti dan menjawab panggilan, Rissa malah mempercepat langkahnya. Ia menutup pintu kamar tepat saat Bella sudah berada di depan pintu kamar.
Melihat pintu yang tertutup dan ekspresi kakaknya, ada rasa yang mengganjal di hati Bella.
“Apa ada yang salah?” bisik Bella pelan.
“Apa karena aku mengambil posisi Kak Rissa di dalam hidup Issabell?” tanya Bella pada dirinya sendiri.
***
Hai.. hai, author up lagi ya.
Untuk Om Pram terpaksa diundur tamatnya, karena harus berbagi waktu untuk Tuan Bara..
Mohon Like Komen dan Share ya.
Kalau berkenan, bisa mampir di lapak sebelah. Ada Om Pram dan Kailla di sana.
Love You All
Maaf visual Issabell masih dicari ya.. belum bertemu yang pas