NovelToon NovelToon
Level UP Milenial

Level UP Milenial

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas / Dunia Masa Depan
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Rifa'i

Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.

Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.

Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1 Bulan Menghadapi Ujian Nasional

Waktu ujian nasional tinggal satu bulan lagi. Suasana di SMA Harapan Nusantara mulai berubah lebih serius, lebih fokus, namun tetap tak kehilangan warna khas dari para murid kelas 3 yang konyol dan penuh semangat.

Setiap pagi mereka datang lebih awal ke sekolah. Ruang kelas kini lebih mirip ruang belajar intensif: papan tulis penuh coretan rumus, catatan menempel di tembok, dan suara riuh tawa bercampur dengan konsentrasi tinggi memenuhi ruangan.

Pak Arkan dan Bu Arin menjadi penggerak utama. Mereka tak hanya mengajar, tetapi juga menyemangati, memotivasi, dan menghibur. Setiap pagi, Pak Arkan menyapa mereka dengan semangat tinggi.

“Selamat pagi, para calon mahasiswa masa depan! Siap bikin soal-soal takut sama kalian?” serunya.

“Siap, Paakk!” jawab mereka serentak, meskipun beberapa menjawab sambil menguap karena habis begadang belajar.

Bu Arin membagikan catatan penting dan sesekali memberikan kuis ringan. Tapi di tengah keseriusan, tetap saja ada kekonyolan yang tak bisa dihindari.

“Kalau rumus ini digunakan saat... Reza, kamu kenapa malah meluk kipas angin?”

“Ini bagian dari teknik pernapasan buatan bu, biar otak dingin,” jawab Reza dengan wajah polos.

Tawa meledak di kelas, namun tetap, setiap soal yang diberikan, mereka kerjakan dengan serius. Bahkan Deri yang biasanya sibuk dengan bisnisnya, kini membawa buku catatan kemana-mana. Jaka berlatih soal TPA sambil push-up. Toni yang selalu bijak, kini jadi penyemangat, memberikan petuah politik ala anak SMA kepada teman-temannya.

Setiap hari mereka membuat jadwal belajar kelompok. Satu hari untuk Matematika, besoknya untuk Bahasa Indonesia, lalu Kimia, Biologi, dan seterusnya. Di sela-sela waktu belajar, mereka saling menyemangati dengan kalimat motivasi aneh.

“Kalau kamu capek, ingat! Ujian ini bukan akhir, tapi awal dari pembayaran uang kuliah,” kata Amira.

“Semangat itu kayak kopi. Kalau kebanyakan, deg-degan. Tapi kalau nggak ada, ngantuk,” timpal Lia.

Pak Arkan dan Bu Arin pun sering mengajak mereka berdiskusi tentang harapan dan cita-cita. Sore hari, mereka duduk di taman sekolah, melingkar bersama.

“Saya ingin jadi tentara seperti ayah saya,” kata Jaka.

“Saya ingin jadi pembisnis sukses,” kata Deri.

“Saya ingin jadi arsitek,” sambung Sinta.

“Saya ingin bikin sebuah salon terbesar di kota Nusantara.” ucap Cindi.

"saya ingin menjadi dokter sekaligus ilmuan," ucap Andi.

"saya ingin menjadi anggota dewan." ucap Toni.

"saya ingin menjadi artis film horor." ucap Lia dingin.

"saya ingin menjadi desain grafis profesional." ucap Dina.

"Sayan ingin menjadi konten kreator dan kameramen." ucap Reza.

"saya ingin menjadi penulis terkenal." ucap Amir.

Setiap anak punya mimpi, dan mereka saling mendukung satu sama lain. Di mata Arkan dan Arin, murid-murid ini bukan hanya murid yang penuh warna, tapi juga sosok-sosok masa depan yang luar biasa.

Meskipun waktu terus berjalan, dan tekanan ujian semakin mendekat, satu hal yang tidak pernah hilang dari mereka adalah semangat dan tawa. Mereka bukan hanya belajar untuk lulus, tapi juga belajar untuk menghidupkan harapan.

Satu bulan terakhir itu menjadi momen paling sibuk, penuh perjuangan, namun juga menjadi kenangan manis yang akan mereka bawa seumur hidup.

Dan semuanya tahu… ini baru permulaan dari petualangan besar mereka.

...----------------...

Suasana pagi itu tak seperti biasanya. Bukannya berkutat di dalam kelas, para siswa kelas 3 SMA Harapan Nusantara memilih tempat yang lebih "segar" untuk belajar: taman kota di belakang sekolah. Dengan berbekal tikar, buku kisi-kisi ujian nasional, dan semangat yang entah datang dari mana, mereka berkumpul di bawah pohon besar.

"Kita butuh suasana baru agar otak lebih encer," ujar Reza sambil meletakkan tripod kecil untuk merekam kegiatan belajar hari itu.

Arkan dan Arin yang awalnya hendak memulai sesi belajar di kelas pun dibuat heran saat melihat kelasnya kosong.

"Pak Arkan! Bu Arin! Di sini!" teriak Lia dari kejauhan sambil melambai-lambaikan tangannya.

Dengan penasaran, mereka berdua berjalan menuju taman. Sesampainya di sana, pemandangan konyol menyambut mereka: Andi sedang menjelaskan rumus kimia menggunakan buah pisang sebagai contoh molekul, Deri menjelaskan teori ekonomi menggunakan es krim dan gorengan, sementara Sinta mengajarkan logaritma dengan... balon warna-warni.

"Kalau ini balon A, dan ini balon B... maka log B basis A itu artinya berapa banyak balon A yang dibutuhkan untuk jadi balon B!" jelas Sinta penuh semangat, walau yang lain justru tertawa terbahak-bahak.

Cindi dengan makeup-nya memberikan motivasi ala presenter TV, lengkap dengan gaya bicara dramatis, sementara Amira membacakan kisi-kisi Bahasa Indonesia seolah-olah itu puisi cinta.

Arkan dan Arin yang berdiri di pinggir taman tak kuasa menahan tawa.

"Aku... belum pernah melihat cara belajar sekreatif ini seumur hidupku," kata Arin sambil tertawa geli.

"Atau sekonyol ini," balas Arkan. "Tapi entah kenapa... mereka benar-benar belajar. Dengan cara mereka sendiri."

Jaka, yang biasanya pendiam, tiba-tiba muncul mengenakan seragam ala militer dan menyuruh semua berbaris. "Siap, kita akan menghapal rumus fisika sambil push-up!"

"YA TUHAAAN!" pekik Reza sambil merekam semuanya. "Ini bakal viral lagi!"

Mereka mengulang materi pelajaran satu per satu dengan gaya unik masing-masing. Kadang dengan nyanyian, kadang sambil berdiri di atas bangku taman, bahkan Toni menggelar debat gaya parlemen untuk materi kewarganegaraan.

Meski dengan gelak tawa dan candaan tiada henti, tak ada satu pun yang melewatkan inti pelajarannya. Di sela-sela kekonyolan, materi ujian masuk perlahan-lahan ke dalam kepala mereka tanpa tekanan, tanpa paksaan, tapi dengan semangat dan persahabatan.

Saat sore mulai tiba dan matahari mulai turun ke ufuk barat, Arkan melangkah ke tengah-tengah mereka.

"Anak-anak," katanya dengan suara yang sedikit bergetar. "Kalian membuatku bangga. Bukan karena kalian pintar. Tapi karena kalian tidak pernah menyerah, dan kalian tahu caranya bahagia saat belajar. Itu... luar biasa."

Suasana hening sejenak sebelum berubah menjadi riuh tawa saat Reza menyelipkan suara kentut editan ke dalam video mereka.

"PAK ARKAN TERHARUUU... DENGAN KENTUT!" sorak mereka bersamaan.

Dan seperti itulah hari itu berakhir: dengan semangat, tawa, dan pelajaran yang masuk ke hati.

Ujian nasional masih menanti, tapi satu hal pasti, kelas 3 SMA Harapan Nusantara tak akan pernah belajar dengan cara biasa-biasa saja.

1
Ahmad Rifa'i
menceritakan semangat dalam menggapai cita-cita walau di balut dengan kekurangan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!