Seorang gadis sederhana berusia 19 Tahun merupakan anak dari seorang petani yang menjadi mahasiswi kedokteran dan sudah menempuh semester 3. Mengejar cita-cita menjadi seorang Dokter, untuk menggapai cita-cita dengan membiayai pendidikannya ia harus bekerja di sela-sela kuliahnya. Namun, ada suatu hal yang sebenarnya ia sembunyikan dari semua orang!
Keinginannya menjadi seorang Dokter sirna ditelan ombak terjang oleh sebuah keterbelengguan dengan seorang pria. Yang di mana keluarga pihak pria datang meminta ia menikah dengan putranya dan sebelum hal itu terjadi ia sempat menolak.
Namun, Takdir tetap membawanya dalam perangkap itu sehingga harus menggugurkan cita-citanya yang tidak bisa dilanjutkan.
Dia terus terbelenggu dengan seorang laki-laki yang berprofesi sebagai CEO di perusahaan tempatnya bekerja yang memiliki penyakit aneh disembunyikan dari semua orang!
Dia menjadi salah satu seorang wanita di dunia ini yang tidak membuat seorang Tuan tidak bereaksi pada penyakitnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dnrfitri_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. Menerima Keinginan Orang Tua
Setelah menenangkan dirinya, Arya kembali ke Mansion orang tuanya. Saat kembali ke mansion, Orang tuanya membuatnya depresi atas sikap mereka. Arya pun menghadapi orang tuanya untuk mengatakan sesuatu di ruang keluarga, mereka sedang bersantai duduk di sofa sambil menonton siaran televisi, dan mereka melihat Arya kembali dan datang menghampiri mereka.
"Setelah Aku pikir panjang, Baiklah... jika begitu aku menerima perjodohan kalian! Semata-mata hanya untuk mempertahankan posisiku sebagai CEO. Bukan karena aku sudah melupakan Valerie dari hatiku, dan berpindah ke lain hati." Ujar Arya dengan jelas.
"Kau serius Arya, kau menerima perjodohan kami ini?" tanya Bu Amira senang.
"Sebelum aku berubah pikiran, sebaiknya cepat kerjakan apa yang ingin kalian lakukan!" dingin Arya dan pergi ke kamarnya.
"Ahh,,, Syukurlah kami senang mendengar nya. Posisimu sebagai CEO di perusahaan, Ayah tidak akan menggantikannya pada orang lain Arya, Kau akan tetap menjadi orang nomor satu di perusahaan." teriak Pak Barma senang.
Arya yang mendengar nya pun sedikit merasa lega tetapi ia sangat merasa jengkel dan kecewa.
Entah apa yang sudah mempengaruhi pikiran Arya yang menerima perjodohan ini, seperti awal ia begitu sangat yakin dan keras kepala tidak ingin dijodohkan. Mungkin karena ia tidak ingin jabatannya sebagai seorang CEO di cabut, dan hanya menjadi pegawai biasa. Maka dari itu, ia terpaksa menerima keinginan orang tuanya lagi.
"Memangnya ibu tahu di mana calon menantu kita itu? Ibu yang menyarankan ayah untuk menjodohkan Arya, tapi kita sendiri tidak tahu siapa wanita yang akan kita jodohkan untuk Arya." tanya Pak Barma.
"Ibu sendiri tidak tahu, Pak. Namun, ibu sangat mengagumi salah satu wanita, ibu tahu dia tinggal di mana. Seperti awal yang ibu ceritakan pada ayah waktu itu, kami bertemu karena pertemuan tidak sengaja, lalu bertemu kembali di restoran. Dan ayah tahu kan orang tuanya bekerja sebagai petani bunga, lalu dia berkuliah dan juga bekerja untuk membantu sebagian biaya kuliahnya walaupun mendapatkan beasiswa. Tapi ibu rasa dia bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Dari awal ibu sudah menyukai gadis itu, Jika ibu laki-laki ibu pasti ingin menikahi gadis baik itu." jelas Bu Amira.
"Lalu, Siapa namanya? Ibu ini, jika ibu laki-laki dan dipertemukan dengan gadis itu saat ibu sudah tua seperti ini, memangnya dia ingin menikah dengan ibu?"
"Ishh, Pak. Ibu kan hanya mengekspresikan perasaan, lagipula hanya bercanda."
"Lalu, siapa namanya? Kapan kita temui dia? Ibu ini bagaimana ingin menjadikan menantu tapi tidak tahu apa-apa, bagaimana ternyata jika dia sudah memiliki calon." kata Pak Barma.
"Namanya Dini! Tenang saja ibu ini pintar tidak seperti ayah. Ibu sudah meminta nomor handphone nya, kita bisa bertanya padanya langsung."
"Tumben ibu pintar... Biasanya kan ibu sering bingung dan menanyakan sesuatu terus pada ayah."
"Dari dulu ibu memang sudah pintar, kau saja yang tidak mengetahui betul istrimu ini." pukul lembut Bu Amira pada dada suaminya.
"Hhh... Yasudah cepat telepon menantu kita."
Bu Amira pun mengambil handphonenya yang terletak di meja.
...***...
Di Rumah Dini~
"Din, kau tidak pergi kuliah hari ini?" tanya ibunya Dini.
"Tidak, Bu. Mungkin untuk hari ini Dini akan pergi bekerja saja nanti pukul satu siang nanti, dikarenakan ini hari Sabtu dan kuliah libur." jawab Dini.
"Owh iya, Ibu lupa ini kan hari Sabtu." pekik Bu Lia.
"Jika seperti itu, ibu ke warung dulu ya. Ibu minta bantuan darimu tolong jaga masakan ibu dulu ya. Belum matang! Jika sudah kau hanya tinggal matikan saja kompornya."
"Iya, Baik Bu." jawab Dini.
Bu Lia pun pergi...
Handphone Dini berdering dan langsung mengangkat nya.
"Ada yang bisa di bantu?" tanya Dini.
"Halo, Dini! Ini ibu." ucap Bu Amira yang terdengar dalam telepon.
"Ibu?? Maaf siapa, yah." Dini masih belum mengenalinya.
"Ini ibu, Din. Yang tidak sengaja kau tabrak. Kemarin kita bertemu lagi di restoran. Bukankah ibu meminta nomor handphone mu dan hari ini ibu memanggil mu. Tidak apa-apa kan... kau pasti sedang sibuk ya."
"Oh Ibu Amira,,, Iya saya tahu, Bu. Maaf Bu tadi saya lupa tidak mengenal ibu. Tidak Bu, saya tidak sedang sibuk, kuliah pun sedang libur. Saat ini sedang berada di rumah." jawab Dini demikian.
"Iya tidak apa, jika begitu ibu boleh meminta alamat mu tidak?"
"Alamat apa ya, Bu??" polos Dini membuat seseorang tergelak tawa diseberang sana.
"Kau ini polos sekali, ya. Tentu saja alamat rumah mu, ibu dan suami ibu ingin menemui mu."
"Maaf, Bu. Jika boleh bertanya kembali, untuk apa ya, Bu?" kata Dini malah bertanya.
"Kau lupa ibu kan meminta nomor mu jika ibu membutuhkan sesuatu tinggal menelepon dirimu. Ayahmu menjual bunga mawar, bukan? Saat ini ibu butuh ingin membelinya, teman-teman ibu juga banyak yang ingin membeli. Ibu dan suami ibu ingin membeli bunga mawar ayahmu. Bolehkan?"
"Owh... iya, Bu. Tentu saja, silakan. Ibu dan suami ibu datang saja, saya tidak keberatan."
"Ibu boleh meminta alamat nya?"
"Iya, Bu. Nanti saya kirimkan alamatnya ke nomor ibu."
"Baiklah, Ibu tunggu ya."
"Iya. Terima kasih banyak, Bu."
Telepon pun diakhiri.
"Bu, kita kan ingin melamar, bukan ingin membeli bunga." tanya Pak Barma bingung.
"Bapak ini bagaimana sih, ibu sengaja mengatakan hal itu, karena Dini itu privasi sekali. Dia sangat hati-hati pada orang yang baru saja dia kenal, itu kata temannya Dini pada saat di restoran. Ibu sempat bertanya-tanya mengenai dia di sana kemarin."
"Owh... Jadi, jika kita berterus terang Dini pasti akan menolak." ulang Pak Barma menegaskan.
"Iya, itu maksud ibu. Jika Dini sampai tidak ingin kita temui bisa-bisa kita kehilangan jejaknya."
"Iya ibu benar, didengarkan dari sifat yang ibu ceritakan pada Ayah. Ayah yakin Dini orang yang tepat untuk Arya putra kita."
"Ayah juga menyukainya, kan?" tanya Bu Amira.
"Iya, ayah suka. Tapi itu belum sepenuhnya pasti karena Ayah sendiri belum bertemu dengannya." ujar Pak Barma.
"Eh, Tapi itu untuk putra kita ya, Bukan untuk Ayah."
"Jika ibu mengizinkan, untuk ayah saja. Ayah bersedia." bercanda Pak Barma.
"Eh ayah,,, Sudah berani sekarang." pungkas Bu Amira melebarkan matanya melotot pada suaminya.
"Ampun, Bu. Ayah hanya bercanda." ucap Pak Barma terkekeh.
"Nah, Ini Dini sudah mengirimkan alamatnya... kita berangkat sekarang saja." ucap Bu Amira bersiap untuk pergi.
rambut boleh sama hitam tp hati org tidak ada yg tau bkn
bergaul boleh seperlunya saja