FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Sebuah kecelakaan menewaskan seluruh keluarga Arin. Dia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah peninggalan orangtuanya. Tapi meski begitu dia hidup dalam kesepian. Beruntungnya ada keluarga sekretaris ayahnya yang selalu ada untuknya.
"Nikahi Aku, Kak!"
"Ambillah semua milikku, lalu nikahi aku! Aku ingin jadi istrimu bukan adikmu."
Bagaimana cara Arin mendapatkan hati Nathan, laki-laki yang tidak menyukai Arin karena menganggap gadis itu merepotkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Di meja makan.
Arin masih kesal dengan sikap Nathan yang terus menganggapnya anak kecil sehingga tidak ragu untuk tidak berpakaian di depannya. Padahal Arin adalah wanita dewasa yang sudah pasti merasa malu dan canggung. Meski dulu dia sering keluar masuk kamar Nathan tapi dulu tidak merasakan desiran aneh seperti tadi. Dulu juga Arin sering kali punya banyak alasan agar bisa tidur dengan laki-laki itu. Tapi mengapa kali ini rasanya berbeda.
"Bagaimana masalah perusahaanmu di luar negeri, apa sudah selesai?" tanya Mike pada putranya.
"Sudah Dad, aku sudah membersihkan orang-orang yang membuat perusahaan merugi. Meski repot karena harus mencari karyawan baru tapi itu lebih baik dari pada memperkerjakan orang-orang yang tidak bertanggungjawab."
"Bagus, kamu memang anak Daddy. Kau harus tegas pada bawahan mu agar mereka tidak berani lagi bertindak seenaknya saat kamu tidak ada." Mike menepuk pundak putranya.
Sedangkan Febby juga masih sama kesalnya pada sang putra karena Nathan tidak membelikan apapun untuk Arin. Sama seperti suaminya yang kadang tidak peka pada apa mau istrinya.
"Berhenti membicarakan pekerjaan saat sedang makan!" sindir Febby pada suami dan putranya.
Mike dan Nathan langsung berhenti mengobrol, bagi mereka kemarahan Febby adalah sesuatu yang menyeramkan.
Selesai makan, Nathan tentu akan langsung masuk ke dalam kamarnya seperti biasanya. Tapi karena tadi Mike memintanya ke ruang kerjanya maka dia pun menemui daddynya terlebih dahulu.
Sementara di dalam ruang kerja Mike ternyata ada Febby yang sedang mengadu pada suaminya. Dia menceritakan bagaimana sikap Nathan pada Arin.
"Dad, kamu lihat bagaimana sikap Nathan pada Arin. Semakin dewasa dia semakin menjadi. Jika dulu aku masih maklum karena dia masih remaja. Tapi dia sudah dewasa sekarang Dad, sudah waktunya dia menggantikan kita untuk menjaga Arin." Ya Febby berencana menjodohkan putranya dengan Arin karena menurutnya itu adalah cara terbaik agar Nathan bisa menjaga Arin.
Sedangkan Mike tidak banyak berkomentar karena ia merasa anak-anak mereka sudah dewasa dan bisa memutuskan sendiri mana yang terbaik untuk mereka.
"Dad, kenapa kau diam saja. Kau mau mendukungku kan Dad, kau ingatkan kalau mendiang kakek Tio, Revan dan Rara menitipkan Arin pada kita. Kita sudah semakin tua Dad, kita tidak bisa selamanya menjaga Arin. Kita harus menyuruh Nathan untuk meneruskan amanah dari mereka." Febby mendekati suaminya dan langsung duduk di pangkuan pria berjambang tebal itu karena sejak tadi dia tidak dianggap. "Katakan sesuatu Dad! Atau kau tidak akan mendapatkan jatahmu lagi!" ancam Febby pada suaminya.
Mike pun langsung menghentikan aktivitasnya, menjauhkan jarinya dari atas tombol keyboard. "Sayang ... bagaimana bisa kau tidak memberikan jatah lagi. Lalu bagaimana nasib dia." Memasang wajah memelas.
"Aku tidak peduli, biarkan saja dia mengeriput sampai kau tua." Febby melipat kedua tangannya.
"Maaf, tadi ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Sekarang coba kau katakan bagaimana maumu?" tanya Mike, dia coba berbicara pada istrinya dari pada kehilangan jatahnya.
"Aku mau kau membantuku menyatukannya Nathan dan Arin Dad. Agar Nathan bisa menjaga Arin nanti saat kita sudah tidak ada. Kau ingat kan janji kita pada kakek Tio dan kedua orang tua Arin."
"Aku ingat Sayang, aku tidak mungkin lupa dan aku juga selalu menepati janjiku dengan menjaga Arin dan perusahaan. Tapi kalau menjodohkan mereka, apa itu tidak berlebihan? Mereka sudah dewasa dan bisa memilih sendiri pasangannya," ujar Mike pelan agar tidak membuat istrinya kesal.
"Tapi Dad, kalau Nathan menikah dengan perempuan lain apa kau yakin dia akan terus menjaga Arin. Bagaimana kalau istrinya nanti tidak suka dengan Arin dan menjahati Arin. Apa Daddy bisa mempertanggungjawabkan itu semua pada kakek Tio dan kedua orang tua Arin?!"
Yang dikatakan Febby ada benarnya, Mike tidak berpikir sejauh itu. "Tapi kau taukan kalau perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Kalau Arin tidak mencintai Nathan dan sebaliknya bagaimana? Mereka hanya akan menderita jika dipaksa terikat dalam ikatan pernikahan," ujar Mike memberi pengertian.
"Apa kau tidak lihat bagaimana Arin menyukai Nathan, Dad? Kau juga pasti bisa melihatnya kan?" Febby mengguncang pundak suaminya.
Mike mengiyakan tapi dia tidak yakin bagaimana perasaan putranya pada Arin. "Bagaimana dengan putra kita, mom. Apa kau tidak memikirkannya?" tanya Mike.
"Aku yakin kalau sebenarnya dia juga menyukai Arin, Dad. Hanya saja dia seperti mu yang tidak peka pada perasaannya sendiri. Maka dari itu kita harus membantu mereka agar lebih dekat. Dia juga pasti akan sangat beruntung kalau mempunyai istri sebaik Arin," ujar Febby sambil tersenyum membayangkan pernikahan anak-anak mereka. "Dari pada dia terus bergonta-ganti pacar dan bermain-main, lebih baik dia bersama Arin saja yang sudah jelas kita mengenalnya," imbuhnya.
"Baiklah, aku mau membantu tapi tetap hasil akhirnya kita harus serahkan pada anak-anak. Biarkan mereka yang memilih. Jika pada akhirnya mereka jatuh cinta pada orang lain kita tidak bisa mencegahnya, mungkin ada laki-laki lain yang bisa menjaga Arin dengan baik."
"Ok, sepakat." Febby mendaratkan kecupan di pipi suaminya. Tidak apa-apa dengan syarat yang terakhir yang penting sekarang dia punya dukungan. Dia tetap yakin kalau Arin dan Nathan akan berjodoh pada akhirnya.
Tok tok tok.
"Dad ...." Nathan mengetuk pintu ruang kerja Mike.
"Putramu sudah datang, apa ada lagi yang mau kau bicarakan. Hmmm ..." tanya Mike pada istrinya.
"Tidak ada, oh iya kau harus memarahi anak itu karena dia sama sekali tidak membelikan apapun untuk Arin. Bilang padanya agar bersikap lebih baik pada Arin. Jangan terlalu dingin pada putri kita," tutur Febby dengan nada ancaman, seolah berkata kalau Mike tidak melakukan itu maka tidak akan dapat jatah.
"Baiklah, lalu mana bunganya? Sebelum mendapatkan hadiahnya nanti malam aku mau bunganya dulu," bisik Mike di telinga Febby.
"Dad, kau itu tidak berubah ya. Umur yang semakin banyak ternyata tidak mengurangi tingkat kemesumannmu," ujar Febby sambil melayangkan pukulan pada dada bidang suaminya yang masih kokoh seperti waktu masih muda.
"Cepat, atau putramu keburu masuk ke sini."
"Baiklah, kau memang paling bisa memanfaatkan situasi." Febby menangkup wajah suaminya, telapak tangannya terasa geli saat menyentuh jambang yang tumbuh di sekitar rahang suaminya. Cup. Kecupan singkat mendarat di bibir Mike tapi sayang pria itu tidak akan mau kalau hanya sesingkat itu. Tangan kekarnya sudah berada di tengkuk istrinya dan menahannya. Terjadilah peristiwa yang menghabiskan sisa pasokan oksigen kedua hingga terengah-engah, tanpa peduli pada pemuda yang sejak tadi menunggu di depan pintu.
"Astaga, Dad, Mom!! Kalian ini benar-benar ya. Tidak bisakah kalian melakukan hal itu nanti malam saja." Kesal Nathan saat melihat sepasang suami istri itu dengan bibir basah dan bengkak, sudah bisa ia duga apa yang membuatnya menunggu lama di depan pintu.
"Hehehe ... kau bicaralah pada Daddy, mom keluar dulu. Tidak usah sok kesal begitu, seharusnya mom yang kesal padamu," sungut Febby.
"Kesal kenapa Mom?"
"Tanyakan saja pada Daddy," acuh Febby kemudian dia turun dari pangkuan suaminya dan sedikit membetulkan roknya. Lalu berlalu begitu saja dari sana.
Pemandangan itu sungguh membuat Nathan dongkol pada kedua orangtuanya.