Steva memilih pergi dari genggaman Malvin sang kekasih yang telah memberinya hidup bergelimang harta.
Steva menikah dengan seorang pria bernama Razz, yang mampu membuatnya terpesona hanya karena menatap manik birunya yang cantik dan menggoda.
"Kau mempermainkanku, Razz...," celoteh Steva kala Razz hanya bermain-main saja di area bawahnya, sedangkan gelora Steva ingin meminta lebih.
"Aku tidak mempermainkanmu, Stev, tapi memainkan permainan," jawab Razz dengan suara berat yang tertahan karena gairah yang sudah membara.
"Tapi kau menyiksaku, Razz!"
"Tidak apa, Stev. Tersiksa dalam kenikmatan adalah suatu anugerah. Lepaskan saja!"
"Ahh...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Min Ziy. Minfiatin FauZiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAU MANDI
Jam menunjukkan pukul 5 sore, Ny. Gulnora menginfokan pada Steva jika Tuan besar akan segera datang, pak Tan baru saja mengirimkan pesan singkat padanya agar lekas menyiapakan semua keperluan Tuan besar seperti biasa sepulang kerja sebelum Tuan besar sampai di rumah.
"Aku memberikan nomormu pada pak Tan, Steva, agar jika dia butuh memberitahumu apa-apa, pak Tan bisa langsung mengabarimu secara pribadi," ucap Ny. Gulnora yang memberikan nomor Steva pada Pak Tan tanpa meminta izin terlebih dahulu, tapi Steva tak mempermasalahkan itu, toh itu semua dibutuhkan dalam hal pekerjaan.
"Iya, Nyonya. Tidak masalah," jawab Steva. Terkadang Steva berpikir, kenapa pria bernama Tan itu harus dipanggil Pak, padahal jika dilihat usianya masih terbilang muda.
Ny. Gulnora meninggalkan Steva yang bersiap melaksanakan tugas pertamanya, ia sangat berharap jika Steva akan betah dan bisa bekerja di sini sebagai pelayan pribadi Tuannya agar tak harus memberikan penjelasan dan training berkali-kali pada orang-orang baru lagi, entah sudah berapa kali ia menemui orang-orang yang berbeda untuk satu pekerjaan yang sama.
Steva telah selesai menyiapkan bathtub yang ia isi air hangat dengan sabun aroma terapi favorit Tuan Razz, ia juga sudah menyiapkan baju handuk, peralatan mandi, baju ganti beserta pakaian dalamnya, serta sendal rumahan. Steva berdiri di tengah ruang kamar Razz menghadap pintu menanti kedatangan Tuan barunya.
'Klek.'
"DEG."
Suara pintu yang dibuka itu beriringan dengan degup jantung Steva yang serasa mau loncat, Razz dan Tan yang mengantar telah sampai, memasuki kamar utama milik Razz.
"S-se selamat sore, Tuan!" sapa Steva terbata, ia gugup, Steva masih menundukkan pandangannya, tidak sopan rasanya jika ia mendongakkan kepala di depan bos.
"Siapa dia, Tan?" suara berat bariton Razz terdengar begitu seksi menggema dalam pendengaran Steva hingga sontak ia mendongak merasa penasaran dengan wajah Tuan besarnya yang diceritakan begitu seram oleh Asha.
'Sudahlah, lihat saja. Toh dia juga buta, kan?'
Steva mendongakkan kepala melihat tepat dua pria yang berdiri di hadapannya.
"Deg."
Steva kembali menunduk, yang pertama ia lihat adalah manik berwarna biru itu, sangat cantik, dengan alis tebal berwarna hitam yang terbentuk indah meski sebelahnya hampir tertutup oleh kulit yang rusak seperti terkelupas.
'Glek.'
Bukan karena takut melihat sebagian wajah Razz yang telah rusak, Steva justru menundukkan pandangannya merasa tak kuat menatap manik berwarna biru yang cantik memikat itu. Itu adalah mata terindah yang pernah Steva lihat, mata yang mereka katakan buta.
'Sungguh indah ciptaanmu, Tuhan! Hanya saja kini kecantikan itu hanya hidup dalam kegelapan.'
Rasa kaget dan takut untuk sesaat menyeruak masuk kedalam hati Steva yang melihat wajah hancur Tuan Razz, namun entahlah, manik biru itu lebih memikat hingga rasa takut yang Steva rasakan perlahan luntur dan menghilang.
"Dia adalah pelayan pribadi anda yang baru, Tuan. Namanya Steva!" ujar Pak Tan menjawab pertanyaan Razz yang mengernyit menatap lurus ke depan tanpa satu titik yang pasti.
"Tuan, anda telah memiliki pelayan baru anda sekarang, jadi saya undur diri." Pak Tan membungkukkan badan meski Tuan Razz bosnya itu tak dapat melihatnya, Tan lantas mundur keluar dari kamar utama, menutup kembali pintu kamar itu dari luar, meninggalkan Razz dan Steva berdua dalam satu kamar.
Canggung, Namun Steva buru-buru menepis perasaanya yang sedikit gugup atau lebih tepatnya takut, lagi-lagi ketakutan itu bukan karena paras pria di depannya ini yang telah rusak, namun takut jika ia tak mampu bekerja dengan benar hingga membuat marah Tuan besarnya yang diceritakan Asha begitu seram dan mengerikan saat marah.
"Tuan, air anda sudah siap," ujar Steva terus menunduk, Razz terdiam sesaat, pandangan matanya sama sekali tak berpindah, lurus, tajam, dingin, namun buta.
Razz merentangkan kedua tangannya seperti anak-anak TK yang belajar berdiri menyeimbangkan diri.
Dahi Steva mengernyit. Bingung tentu saja.
"T-tu tuan?"
"Apa kau hanya akan diam saja, memakan gaji buta dan tak ingin melakukan pekerjaanmu?" teriak Razz yang membuat Steva terlonjak kaget.
"Ah, tidak tuan? Tidak seperti itu, kenapa anda tiba-tiba menuduh saya begitu saja?" jawab Steva membela diri. Tapi apa yang dikatakannya itu memanglah benar.
"Diam! Kalau begitu cepat lakukan pekerjaanmu!" bentak Razz.
'Ya Tuhan,,,, belum apa-apa sudah main bentak-bentak saja, dikira nih kita orang nggak punya jantung apa?'
"M-ma maaf, Tuan? Apa maksud tuan, saya harus melepas jas yang tuan kenakan?" Steva harus meminta kejelasan, jangan sampai ia salah mengambil tindakan yang justru akan memalukan.
"Lantas bagaimana saya bisa mandi, jika pakaian yang melekat pada tubuh saya tidak diloloskan terlebih dulu, apa kau ingin aku mandi memakai baju, Hah?"
"B-ba baik, Tuan!" Steva mendekat, ia lekas melepas jas yang Razz kenakan.
'Ya Tuhan,,,, melepas baju saja merintah orang, sultan memang beda, eh tunggu, aroma tubuh ini, kenapa aku merasa tidak asing? Aku seperti pernah menghirup aroma yang sama, tapi aku baru pertama kalinya bertemu dengannya, bukan?'
"Kenapa berhenti?"
"Hah? Oh, iya iya." Steva yang sempat terhenti kembali bergerak cepat melepas jas Tuan Razz.
Setelah lembaran kain pertama yang begitu tebal itu telah tertanggalkan, Steva melangkah maju, kini ia akan membuka kancing kemeja Razz, namun saat jari jemari Steva telah sempurna memegangi kancing kemeja paling atas milik Razz, Razz lekas menggenggam tangan Steva erat, menghentikan aktifitas Steva yang ingin membukakan baju untuknya.
"Berhenti, apa kau pikir aku ini laki-laki murahan, hah? Kau pikir aku ini lelaki yang mudah kau sentuh?" teriak Razz membuat Steva menjauh dan mengernyit. Bingung.
'Glek.'
"Hei, Tuan! Bukankah tadi kau yang memintaku untuk menanggalkan pakaianmu?" bentak Steva tak terima, ia terdengar seperti seorang wanita penggoda saat Razz menuduhnya.
"Dan itu, bisakah kau berbicara dengan nada suara yang tak kasar, kau mudah sekali berteriak," Steva dengan gamblang mengeluarkan unek-uneknya.
"Cih!" Razz berdecih lalu melangkah cepat meninggalkan Steva ke arah kamar mandi. Steva terperangah, Tuannya itu terlihat tak seperti orang yang buta, ia bahkan bisa masuk kedalam kamar mandi dengan sangat tepat.
"Apa itu karena dia sudah hapal dengan semua tempat ini, ya?" tebak Steva mengendikkan bahu.
Steva keluar dari kamar, turun ke lantai bawah berjalan menuju dapur, kini ia harus segera menyiapkan makan malam Tuan Razz, semakin cepat Tuan Razz selesai makan malam, maka semakin cepat pula tugasnya selesai, dan dia bisa pulang.
Saat Steva memasuki kembali kamar utama Tuan Razz, ia dikagetkan dengan pemandangan tabuh, Tuan Razz berdiri di depan ranjang tepat berada di titik tengah ruang kamar dan hanya melilitkan handuk sepinggang, sorot matanya yang terus memandang lurus ke depan itu menatap begitu tajam, kedua tangannya menyilang di atas dadanya yang bidang, tubuhnya yang masih basah dengan bulir-bulir bening mengalir melewati perut kotak-kotaknya seketika membuat Steva merasa tergoda.
'Oh, Damn.' biar bagaimanapun, Steva adalah wanita dewasa normal yang sudah pernah tinggal serumah dengan Malvin, kekasihnya. Ralat, mantan kekasihnya.
"Dari mana kau?" bentak Razz membuyarkan Steva dari pikirannya yang harus segera dilaundry.
...****************...
andai razzz ada si dunia nyata thor
suka dn setuju bgt sm keputusan author 🥰
biarlah steva hidup dg cinta nya razz selamanya 😭
liora kah 🤔🤔
setuju sm dev aja biar mulai dg kehidupan yg bner² baru tnpa embel² masa lalu yg menyakitkan 🥰
apa mgkin jantungnya malvin sm razz dituker 🤭
sebenernya aku kesel bgt sm razz yg tega bohong bgtu cuma dwmi liora tp kasian juga klo tetiba mati,,hrusnya ngerasain kehilangan liora dulu 🤣🤣