GAIRAH STEVA
Di sebuah restoran mewah bintang 5 pusat kota, nampak seorang gadis cantik berdiri angkuh di depan kekasihnya yang duduk congkak bersandar pada punggung kursi.
Gadis bernama Steva itu mulai melepas satu persatu perhiasan yang ia kenakan, yang perlahan-lahan menarik perhatian orang-orang yang juga tengah makan di sana, bahkan restoran itu terlihat ramai pengunjung malam ini.
"Kau akan menyesalinya, Stev," ujar kekasih gadis itu yang bernama Malvin.
"Aku akan menyesal seumur hidupku jika aku masih tetap berada di sampingmu, Tuan Malvin," jawab Steva berani.
Steva telah selesai melepas anting berlian, kalung, gelang dan cincinnya. Semua barang mahal yang Malvin berikan padanya. Ia menaruh semua perhiasan itu di atas meja di hadapan mereka.
Tersungging senyum remeh di sudut bibir Malvin sambil memalingkan muka. Lalu ia kembali menatap Steva dari ujung kaki hingga kepala dengan pandangan seolah menghina.
"Kau lupa? Dengan semua yang kau pakai ini?" seakan mempertegas pada Steva bahwa barang yang ia belikan bukanlah hanya perhiasan-perhiasan itu saja. Namun juga seluruh benda yang saat ini menempel pada tubuh Steva adalah pembeliannya.
'Glek.' Steva menelan salivanya kasar, dada Steva terasa nyeri, sepicik inikah ternyata pria yang ia cintai selama ini?.
Steva mulai melepas kedua sepatu haknya satu persatu, lalu ia taruh di atas meja, ia lantas melepas blazer nya yang berwarna coksu, meninggalkan dalaman tanktop, Steva menaruh blazer itu di atas meja lagi, menutupi sepatu hak tingginya.
Kini Steva benar-benar menjadi pusat perhatian semua orang setelah ia menanggalkan blazernya, dan dia bergerak hendak membuka tanktop yang berwarna senada dengan warna blazer.
Tangan Steva bergetar kala ia sudah membuka tanktop itu naik setengah hingga tepat berada di bawah dalaman atasnya, menampakkan perutnya yang putih bersih ramping dan seksi.
Dada Steva turun-naik merasakan sesak yang teramat, ia akan dipermalukan. Tapi harga dirinya jauh lebih tinggi. Ia tak ingin tetap tinggal bersama dengan pria yang secara terang-terangan membagi tubuh dan kejantanannya pada **** * wanita lain. Steva berhenti, ia ragu untuk terus bergerak melepas tanktopnya.
"Kenapa berhenti? Kau tidak bisa melakukannya, bukan? Kau tidak akan bisa hidup tanpa diriku, Steva," ucap Malvin angkuh menatap tajam Steva yang sudah berlinangan air mata.
"Terima saja semua keadaan yang sudah terjadi, dan kau masih bisa tinggal di rumahku, menikmati semua fasilitas mewah dariku, dan...," Malvin yang kembali berbicara setelah Steva hanya diam saja ucapannya terhenti kala Steva benar-benar membuka tanktopnya.
"Wah,,, kenapa gadis itu melepas pakaiannya?"
"Mungkin dia bertengkar dengan kekasihnya dan semua barang yang dia kenakan itu adalah pemberian kekasihnya."
Suasana restoran menjadi sedikit ramai karena para pengunjung yang berkasak-kusuk membicarakan mereka.
Malvin menatap tajam Steva yang sungguh-sungguh menanggalkan tanktopnya, menyisakan B.H berwarna krem membalut dadanya yang membusung naik-turun menjadi tontonan semua orang. Malvin ingin marah, tapi ia menahannya, ia tidak suka dibantah, Steva harus dalam kendalinya, dan Malvin akan melihat sampai mana dia berani untuk bertindak.
Steva hanya diam menatap nanar Malvin yang terlihat marah, air mata Steva satu persatu jatuh membasahi pipi.
"Celana itu satu paket dengan blazernya, bukan?" Malvin tak tinggal diam. Dia tak ingin mempermalukan Steva, ia hanya ingin agar Steva takluk, menurut.
Orang-orang berkasak-kusuk semakin ramai. Dan Steva menarik nafas dalam, memberi sedikit udara pada rongga dadanya yang terasa sangat sesak.
Steva mendongakkan kepalanya, ia tak ingin menjadi wanita yang lemah.
"Apa ada yang bisa meminjamiku pakaian?" teriak Steva dengan suara yang bergetar.
Hening, tak satupun orang yang menyahut, baik para pengunjung maupun para pelayan. Malvin semakin tersenyum sinis melihat Steva yang tak berdaya.
Steva mengangguk, baik, mungkin dia kalah dan benar-benar akan mempermalukan dirinya sendiri malam ini, tapi Steva sudah tidak tahan. Ia lebih memilih menyelamatkan harga dirinya yang mungkin sudah tak bersisa.
Steva bergerak membuka pengait kancing celananya, ia menunduk, namun tiba-tiba seorang pria datang dengan menaruh jas hitamnya yang berukuran XXL tepat di wajah Steva hingga menghalangi pandangannya.
Steva yang kaget berhenti membuka kancing celana dan dia meraih jas itu membukanya dari wajah. Namun saat Steva dapat melihat, pria berkemeja hitam yang memberikan jas itu sudah keluar dari pintu utama restoran bersama dengan beberapa orang di belakangnya, Steva tak sempat melihat wajah pria itu, hanya punggungnya yang nampak kekar meski tertutup kemeja yang mulai menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangan Steva.
"Kurasa masih ada orang baik di dunia ini," ucap Steva pada Malvin sambil berlalu menuju toilet, ia akan melepas celana dan memakai jas yang pria misterius tadi berikan.
Setelah beberapa menit Steva kembali, ia mengenakan jas berukuran besar itu yang terlihat sangat kedodoran di tubuhnya, meski bagian dadanya masih lumayan terbuka, namun itu cukup untuk menutup tubuh Steva malam ini yang hampir polos sempurna.
Steva lantas menaruh celananya di atas tumpukan barang-barang di atas meja yang semula ia kenakan tadi.
"Aku memang tidak memiliki harta apapun jika dibandingkan dengan dirimu, Malvin. Karena itulah aku sangat menghargai hati dan cintaku. Tidak akan kubiarkan orang sepertimu mengkhianati kemurnian cintaku itu. Aku memang tinggal di sebuah rumah mewah, tapi itu tak lebih dari seekor burung yang terkurung dalam sangkar emas, oh, atau tidak. Itu masih terlalu indah, mungkin selama ini kau hanya menganggapku tak lebih tinggi dari derajat seekor anjing yang kau beri makan dan kau pelihara agar patuh akan semua perintahmu. Maka dengarkan aku, Tuan Malvin. Aku tak menginginkan hubungan seperti itu, cintaku terlalu murni untuk kuberikan pada orang seperti dirimu. Jadi aku lebih memilih untuk hidup bebas meski hanya sebagai kucing liar yang makan sisa-sisa pada tong sampah, aku memilih pergi." Steva mengucapkan setiap bait kalimatnya dengan penuh emosi dan penekanan.
"Pakaian dalam dan tas ini adalah hasil uangku sendiri. Selamat malam." Steva meraih tas selempangnya dan dia melangkah cepat meninggalkan Malvin.
Malvin hanya menatap tajam pada Steva yang sudah keluar dari pintu utama restoran.
"Aaaahh!" rasanya Malvin ingin menjungkir meja di hadapannya itu, tapi pikirannya masih berjalan normal, dan dia hanya mengusap kasar wajah dan rambutnya, lalu ia menghubungi seseorang lewat ponsel.
Steva berjalan tanpa alas kaki menyusuri trotoar jalanan pusat kota malam ini, ia menangis sesenggukan sepanjang jalan tanpa arah tujuan. Steva merapatkan jas yang ia pakai, menggenggamnya erat kedalam pelukan, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, rambutnya yang lurus panjang dan tergerai meliyuk-liyuk ke belakang karena terpaan angin.
"Dasar bodoh. Bagaimana bisa kau mencintai pria seperti itu, Steva? Dia bahkan lebih buruk dari ayah. Bodoh. Tolol." Steva merutuki diri sendiri sepanjang jalan.
"Aaahh?" pekik Steva kecil, kakinya berjinjit sakit, telapak kakinya mengeluarkan darah, Steva tak sengaja menginjak pecahan beling. Ia pun duduk di pinggiran trotoar melihat lukanya.
"Ah? Sstt?" Steva meringis kesakitan mencabut beling kecil yang menancap. Darah keluar semakin banyak.
Air matanya mengalir semakin deras, tidak hanya hati dan perasaannya yang terluka, kini kakinya pun terluka.
Steva bingung, ia tak punya tempat tinggal, lantas harus kemana dia pergi? Ke rumah ayah? Tidak mungkin. Yang ada dia akan dijual sebagai wanita penghibur.
'*Ciiittt*.'
Sebuah mobil berhenti tepat di depannya.
"Apa anda butuh bantuan, Nona?" seorang pria yang duduk di jok kemudi berbicara pada Steva setelah kaca pintu mobilnya terbuka.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Ita rahmawati
mulai baca
2024-05-14
0
Arin
baru baca tpi sprtny bagus nich...☺️
2023-09-06
0
Yuli Ana
🔥🔥🔥🔥
2023-01-19
0