Kisah Dania yang bertahan dengan suami yang tak mencintainya. Dania bertahan karena cintanya pada Cilla anak dari suaminya. Akankah Pram membuka hati untuk Dania? Sanggupkah Dania bertahan? Atau Dania akan menyerah menjadi bunda pengganti bagi Cilla? Ikuti ceritanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Bunda Pengganti 05
Pram melihat Cilla yang merengut, dan masuk ke kamarnya. Ada yang tercubit di hatinya, namun Pram masih saja membekukan hatinya untuk wanita lain.
" Maafkan Papa, Nak. Papa gak bisa mempertahankan Mama di sisi kita."
Ucap Pram, seraya menyeka sudut matanya. Lalu memasuki kamar Cilla. Cilla tampak sedang bermain dengan boneka kesayangan nya, namun wajahnya tampak cemberut.
" Sayang,...Kita pergi ke..."
Belum selesai Pram berbicara, namun Cilla sudah menggeleng kepalanya.
" Cia, mau ante, Pa."
Pram pun tersenyum ke arah Cilla, lalu memeluknya.
" Tante nya harus pulang, Sayang. Nanti kapan-kapan pasti kesini lagi."
Cilla pun mengerti, dan sore ini Pram terus menemani Cilla sampai malam hari. Bahkan makan malam Cilla dan Pram pun di bawa ke kamar Cilla.
Setelah putrinya tidur, Pram keluar lalu menuju kamarnya sendiri di sebelah kamar Cilla. Pram duduk di tepi ranjang, dan memandangi foto Sabina yang ada di tangannya saat ini.
" Sayang, apa kabar? Apa kamu bahagia disana? Hari ini Cilla murung, dari pagi Cilla nangis, dan aku gak bisa menenangkan nya. Aku bukan papa yang baik ya, sampai menenangkan Cilla pun aku gak bisa."
Pram berbicara pada foto Sabina. Wanita yang telah mencuri hatinya dan memberikannya gelar seorang Ayah.
"Sayang, maafkan aku, dan jangan marah padaku, karena belum bisa menjadi Papa yang terbaik untuk Cilla. Semoga kamu bahagia disana, dan aku mohon, hadirlah di mimpiku malam ini. I really miss you dear. I love you.."
Lalu Pram membawa foto itu ke dadanya, merasa sedang memeluk istrinya, Sabina. Pram teringat kembali saat Sabina harus kehilangan banyak darah, karena komplikasi yang terjadi saat melahirkan Cilla.
Flashback on.
" Sayang, aku mohon bertahanlah."
Ucap Pram saat melihat Sabina yang terus melemah. Pram panik luar biasa. Dokter terus melalukan tindakan agar menghentikan perdarahan yang terjadi. Tangan Pram masih terus menggenggam tangan Sabina.
" Tolong jaga, Cilla. Aku gak kuat lagi. Tolong jaga dia untukku. Katakan padanya aku sangat mencintainya."
Setelah berkata seperti itu, perlahan mata Sabina terpejam, dan genggaman tangannya terlepas. Dokter pun melihat alat yang berbunyi datar.
" Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un.."
Dokter berucap demikian dan seketika Pram memanggil nama Sabina. Air mata luruh seketika. Wajah teduh Sabina tertidur lelap di mimpi panjang. Dan tak akan terbuka lagi.
Flashback off.
Pram terkesiap, mengingat kejadian dua tahun yang lalu itu. Semua itu masih terlihat jelas di matanya. Pram hanya bisa menangis di sepinya malam. Saat bayangan kejadian itu kembali memasuki memorinya.
Sejak kepergian Sabina, Pram berubah menjadi sosok yang sangat dingin. Tak banyak kata yang di ucapkannya, seakan setengah jiwa Pram pergi bersama jasad Sabina yang telah di makamkan.
Hari-hari berganti, jika dulu, Pram dapat memegang dua perusahaan sekaligus, perusahaan milik keluarganya yang masih di pegang oleh Papinya, dan perusahaannya sendiri. Namun sejak kepergian Sabina, Pram nyaris tak pernah menginjakkan kakinya lagi di kedua perusahaannya itu. Hanya sesekali dia akan hadir. Selebihnya Pram meminta tangan kanannya yang menghandle.
Malam masih berjalan lambat, Pram mencoba memejamkan matanya, namun tidak bisa. Bayangan kepergian Sabina seakan menyelimuti dirinya. Hingga Pram tidak bisa memejamkan matanya. Menjelang subuh, barulah Pram bisa memejamkan matanya.
Esok paginya di kediaman Tuan Sofyan, lagi-lagi suara tangisan Cilla terdengar nyaring di seantero rumah. Mulai dari Mbok Sri, Mang Amin tukang kebun, sampai Mbak Ratih yang bertugas membersihkan rumah, dan juga Mbok Nunik yang bertugas menyetrika dan mencuci. Semua orang membujuk Nona kecil rumah ini. Tapi hasilnya nihil.
Nyonya Fatma yang merupakan Omanya sendiri pun kewalahan menghadapi Cilla seminggu ini. Cilla selalu saja menangis dan tak bisa di bujuk. Suara tangisan Cilla yang nyaring, membangunkan Pram dari tidurnya. Dengan sedikit tergesa, Pram menghampiri kamar gadis kecil itu.
Melihat kedatangan Pram, Mbok Nunik dan Mbak Ratih memilih kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing. Hanya tertinggal Mbok Sri dan Mang Amin di sana, serta Nyonya Fatma.
" Sayang...Nak. Cilla kenapa nangis?"
Pram mengambil Cilla dari gendongan Omanya. Suara Cilla terdengar sangat sedih. Bahkan Mbok Sri mengusap air matanya sendiri, karena kembali tak bisa membujuk Cilla.
" Ada apa, ini? Kenapa pagi-pagi Cilla sudah menangis seperti itu?"
Kali ini Tuan Sofyan yang bertanya. Mendengar cucu pertamanya ini menangis, membuat Tuan Sofyan membuka matanya.
"Mami gak tau, Pi. Begitu mami masuk ke kamar Cilla, Mbok Sri sedang berusaha menenangkan Cilla."
Pram masih berusaha menenangkan Cilla. Dengan mengalihkan perhatian Cilla, Pram mulai membawa Cilla untuk bermain dengan boneka-boneka kesayangan, namun itu hanya bertahan beberapa menit saja, setelah itu Cilla kembali menangis.
Tuan Sofyan, juga berusaha membujuk cucunya, dengan membawa Cilla keluar dari kamar itu. Dan membawanya ke taman belakang. Disana ada kelinci yang sering menjadi pusat perhatian Cilla. Cilla tampak sedikit teralihkan, apalagi saat Mang Amin, melepaskan kelinci-kelinci itu di pekarangan.
Namun lagi-lagi, itu hanya sesaat. Cilla pun kembali menangis. Semua orang merasa kali ini Cilla memang sangat sulit di bujuk.
Sementara di apartemen Dania. Gadis manis berusia dua puluh enam tahun itu, sedang bersiap akan berangkat ke kantor. Dania memang sangat membenci kemacetan jalan ibu kota, maka dari itu, Dania lebih suka datang lebih awal ke kantor.
" Berkas yang kemarin mana ya. "
Dania masih membongkar berkas-berkas yang akan di bawanya ke kantor pagi ini. Namun sebuah berkas yang lumayan penting tidak tampak di tumpukan berkas-berkas lainnya.
Seketika Dania menepuk jidatnya.
" Oiya...kemarin kan masih di periksa Pak Sofyan. Kok aku lupa sich."
Lalu Dania pun mencoba menghubungi nomor pimpinan perusahaan nya itu. Pada dering kedua, panggilan itu pun terjawab. Namun bukannya suara Pak Sofyan yang terdengar, tapi suara tangisan Cilla.
" Hallo, Selamat pagi, Pak."
Lalu Dania pun mulai bertanya perihal berkas itu, dan bertanya apakah berkas itu mau ia jemput kerumah. Ternyata suara Pak Sofyan terhalang suara tangisan Cilla. Membuat Dania semakin bertanya-tanya, ada apa dengan Cilla.
Akhirnya dengan mengumpulkan keberaniannya, Dania datang ke rumah Tuan Sofyan. Asisten rumah tangga yang sudah mengenal Dania mempersilahkan gadis manis itu untuk masuk. Saat memasuki rumah besar itu, pandangan Dania tertuju pada Pram yang tampak menunduk wajahnya dan meremas rambutnya, dan juga suara tangisan Cilla.
"Selamat pagi, Pak. "
Pram mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang menyapa. Lalu Pram mengangguk kecil. Dan meninggalkan Dania sendiri di ruangan itu. Dania pu. semakin bingung. Tak lama tampak Nyonya Fatma datang dari arah Taman belakang sambil menggendong Cilla yang menangis.
catat itu di otak mu Pram