Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Morning After
Happy reading ❤️
Gibran memutar tubuhnya perlahan, malam pertama pernikahannya ia habiskan dengan tidur memunggungi istri yang tidak dicintainya.
Terlalu lelah hati dan fisiknya membuat Gibran tertidur begitu saja.
***
Sabina mengerjapkan matanya terbangun, padahal pagi masih gelap. Ia hanya terlelap tak lebih dari satu jam saja.
Sabina terkejut ketika melihat yang tertidur di ranjang sebelahnya bukanlah bibi Maya seperti tadi malam, tapi seseorang dengan tubuh tinggi tegap dan pundak yang kokoh. Lelaki itu tertidur memunggunginya dan Sabina tahu siapa lelaki itu.
"Maafkan aku... Maafkan aku karena telah menyeretmu dalam masalah besar ini." Ucap Sabina lirih.
Ia mengerti bagaimana sulitnya Gibran saat ini. Lelaki patah hati ini terpaksa menikahi gadis yang tak ia cintai. Belum juga hatinya sembuh, ia harus mengemban beban berat lainnya.
Sabina menghela nafasnya yang terasa berat, ia menurunkan kaki telanjangnya, ia berjalan tertatih menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan membersihkan diri. Ia lihat pantulan dirinya sendiri dalam cermin. Begitu menyedihkan, matanya sembab dan wajahnya memerah. Dirinya terlihat begitu kacau saat ini.
"Kamu harus kuat Bina, kamu bukanlah wanita yang lemah. Kamu bisa lalui semua ini," Sabina menyemangati dirinya sendiri.
Sabina menyediakan segelas air putih di nakas sebelah Gibran terbaring tanpa berani melihat wajah lelaki itu. Ia pun duduk di sofa dengan menyalakan tv di hadapannya dengan volume suara yang amat kecil. Sabina tak ingin membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu.
***
Gibran terbangun ketika cahaya matahari mulai terasa hangat menyinari tubuhnya. Ia belum sadar berada dimana hingga ia meregangkan tubuhnya dengan bersuara.
"Nghhhhh," erang Gibran ketika meregangkan tubuhnya.
Suara erangan Gibran membuat Sabina menolehkan kepalanya, seketika pandangan mata mereka bertemu.
"Kamu udah bangun ?" Tanya Sabina seraya berdiri dan berjalan dengan tertatih ke arah suaminya itu.
"Hu'um" jawab Gibran canggung.
"Selamat pagi," ucap Sabina dengan senyuman di wajah cantiknya.
Gibran terdiam untuk sesaat memperhatikan, kemudian ia membalas senyuman itu dengan senyuman canggung di wajahnya.
Sabina terlihat begitu hancur. Matanya sembab dan membengkak, wajahnya memerah tapi ia masih bisa bersikap selembut ini padanya. Bagaimana bisa Sabina sekuat ini ? Pikir Gibran.
"Air minumnya di atas nakas," ucap Sabina menunjukkan segelas air putih untuk suaminya dan membuyarkan lamunan Gibran tentang Sabina.
"Terimakasih," jawab Gibran dengan suara serak khas bangun tidur.
Gibran meminum air itu hingga tandas dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Sabina kembali menonton tv. Ia melihat berita tentang dirinya sendiri. Berita yang dirinya gagal menikahi pengusaha dan berakhir dengan seorang dokter yang bekerja di rumah sakit miliknya.
"Jangan menonton itu," ucap Gibran yang tanpa Sabina sadari telah berdiri di belakangnya.
Gibran mengambil remote TV dan mematikannya.
"Kamu udah makan ?" Tanya Gibran yang di jawab Sabina dengan gelengan kepala.
"Ayo kita sarapan di bawah," ajak Gibran yang berjalan menuju pintu tanpa menunggu Sabina.
"Tadi room service sudah mengantarkan sarapannya ketika kamu masih tidur. Semua sudah tersedia di meja sana," ucap Sabina sembari menunjukkan banyak makanan yang sudah terhidang di atas meja.
Gibran menghentikan langkahnya dan berjalan kembali menuju Sabina berdiri.
"Terus kenapa belum makan ?"
"A.. aku nunggu kamu bangun," jawab Sabina terbata.
Dulu mereka berbicara tidak secanggung dan seformal ini. Tapi kini semua telah berubah.
"Oh kalau begitu ayo kita makan, aku yakin kamu pasti makannya gak bener dari kemarin karena aku juga begitu,"
Gibran dan Sabina memakan sarapannya dalam sunyi. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
"Kamu baik-baik aja? Muka kamu merah, aku yakin kamu pasti demam," ucap Gibran sembari mengamati wajah Sabina.
"Sedikit pusing, mungkin karena terlalu banyak...," Sabina menghentikan ucapannya.
"Menangis ?" Gibran melanjutkan kalimat Sabina yang terhenti dengan menatap tajam matanya.
Sabina terdiam tak membenarkan. Hening untuk beberapa saat, hingga Sabina memecahkan kesunyian itu.
"Gibran... Terimakasih dan juga maaf..." ucap Sabina seraya menatap wajah lelaki yang kini menjadi suaminya.
Gibran menghentikan kegiatan makannya dan menatap balik wajah sendu dihadapannya.
"Terimakasih telah menyelamatkan nama baik aku dan keluargaku. Maaf karena telah menyeretmu dalam masalah besar ini...," Ucap Sabina tulus.
Gibran tak berkata apapun, ia tak menjawab pernyataan Sabina.
"Aku tahu kita menikah karena terpaksa. Jika kamu ingin menceraikan aku, maka aku akan menerimanya dengan lapang dada."
"Kamu mau cerai sekarang juga?" Akhirnya Gibran membuka mulutnya meskipun dengan begitu dingin.
"Bu.. bukan begitu maksudku,"
"Aku lagi gak bisa mikir, kepalaku terasa kosong. Tak perlu saling menjelaskan, kurasa kita sama-sama mengerti dan juga merasakan sakit yang sama. Setidaknya kamu lebih beruntung karena tidak melihat mereka secara langsung," ucap Gibran dengan tersenyum muak.
"Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? sebagai istri aku akan patuh pada keputusanmu,"
Gibran terkejut dengan apa yang Sabina ucapkan. "Sebagai istri akan patuh? Ah... Sabina memang istriku," batin Gibran dalam hatinya.
"Bina, kita menikah dihadapan Tuhan. Meski kita berdua tak menginginkan ini namun tetap ikatan pernikahan ini sah dan suci. Kita akan jalani sampai kita menemukan batasnya. Bagaimana?"
"Apa batasannya ?" Tanya Sabina.
"Jika salah satu dari kita telah menemukan seseorang yang membuat kita kembali jatuh cinta, maka kita harus rela untuk saling melepaskan. Ku rasa itu cukup." Jawab Gibran
Sabina menarik nafasnya dengan dalam sebelum ia menjawab pertanyaan Gibran. Berpikir untuk beberapa saat, ia akhirnya memutuskan walaupun dengan penuh keraguan.
"Baiklah... Sampai waktunya kita harus berpisah mari kita bekerja sama saling menguatkan melewati masa sulit ini," jawab Sabina dengan yakinnya.
"Kita bisa terus berteman bukan?" Tanya Sabina.
"Ten.. tentu kita akan tetap berteman." Jawab Gibran dengan sedikit senyuman di wajahnya.
"Oh iya... Maafkan sikap aku padamu kemarin. Aku benar-benar tertekan dan tak siap dalam menghadapi ini semua. Sekali lagi maafkan aku, Bina." Ucap Gibran penuh penyesalan.
"Tak apa, Aku mengerti," jawab Sabina dengan senyumnya yang menenangkan. Senyum yang kini menular pada wajah suaminya.
***
Ditempat lain, di sebuah vila mewah tepi pantai seorang wanita terbangun dengan tubuhnya yang terasa luluh lantak.
Andre menggeluti tubuh Amanda tanpa ampun semalam. Tanda kemerahan banyak menghiasi kulit tubuhnya.
Amanda mengais pakaiannnya yang berceceran di lantai dengan kaki
dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Hal pertama yang Amanda Lakukan setelah membersihkan diri yaitu menyalakan televisi. Ia ingin melihat 'sahabat' nya itu menanggung malu karena telah ditinggalkan oleh calon suaminya.
Amanda duduk dengan segelas minuman dingin di tangannya. Ia mulai mencari-cari saluran TV yang memberitakan kegagalan pernikahan Sabina.
"Putri konglomerat Hendra Mulia baru saja menikahi seorang dokter muda bernama Gibran Fahreza yang sedang naik daun di laman sosmed, karena bakat dan ketampanannya. Pengikut dokter ganteng ini sudah hampir 10 juta akun loh. Dokter muda tersebut menjadi bagian di rumah sakit milik sang konglomerat." Ucap salah satu host acara gosip di televisi.
"Cukup mengejutkan publik ya, karena selama ini Sabina Mulia dikabarkan dekat dengan Andreas Tama dalam waktu yang cukup lama. Tapi ya namanya jodoh itu urusan Tuhan." Timpal host yang lain.
"Menurut gosip sih... Katanya... Andreas Tama itu ada... Anu... Mmm... Kepincut gadis lain," ucap host gosip itu dengan nada ucapan yang dibuat-buat.
Amanda yang menonton itu merasa geram seketika. Botol minuman yang ia pegang, Amanda lemparkan ke atas lantai hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.
"Siaaalll, siaaallll," teriak Amanda.
Andre yang masih terlelap dalam tidurnya seketika terbangun.
"Ada apa sih ribut banget ?" Tanya Andre dengan kepala berdenyut karena pengaruh minuman beralkohol.
Amanda tak menjawab. Ia masih merasa sakit hati karena Gibran, lelaki yang sangat ia cintai menikahi Sabina.
"Si cacat itu selalu mendapatkan sesuatu yang aku sukai. Kini lelaki yang aku cintai pun ia dapatkan."Amanda sangat merasa geram saat ini.
Merasa tak ditanggapi Andre pun bangun dari tempat tidurnya dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun dan berjalan menghampiri Amanda.
"Aku nanya sama kamu, ada apa ?" Tanya Andre lagi.
"Lo ini kenapa sih ? Gak liat gue lagi nonton TV ?" hardik Amanda dengan nada meninggi karena masih dalam gelombang emosinya.
Seketika Andre pun tersulut emosi. Ia melihat Amanda dengan wajah gusar. "Ingat Manda, gue gak suka cewek yang kasar. Lo gak boleh ngomong dengan nada tinggi ma gue. Ngerti Lo ?" Ucap Andre seraya mengapit pipi Amanda dengan sebelah tangannya kemudian menghempaskannya dengan kasar.
Amanda tersentak, sungguh Andre terlihat berbeda ketika bersamanya. Tidak seperti ketika bersama Sabina lelaki ini begitu lemah lembut.
"Asal Lo tau, gak ada seorang pun yang berani ngomong kasar sama gue. Ngerti Lo ?" Tanya Andre lagi.
"I... Iya aku ngerti. Maaf.. " Jawab Amanda terbata.
Andre pun berjalan ke arah kamar mandi, namun langkahnya terhenti ketika suara televisi yang memberitakan pernikahan Sabina terdengar di telinganya.
Ia berdiri dan menonton berita itu dengan seksama. Matanya menatap tajam televisi di hadapannya dengan raut wajah tak suka.
"Jadi Sabina menikah dengan Gibran?" Gumam Andre dengan senyuman sinis di wajahnya.
Bisa Amanda lihat dengan jelas raut wajah lelaki itu. Ia terlihat tak rela Sabina menikahi sahabatnya.
To be continued
Thank you for reading ❤️
Like dan komen yaa 🤩
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya