Karena hidup dalam kesederhanaan dan nyaris tak punya apa-apa. Alena dan Keluarganya selalu di hina dan tak henti-hentinya di rendahkan oleh keluarga sepupunya yang termasuk orang berada.
Alena semakin di kucilkan ketika gadis itu di ketahui telah menjalin hubungan dengan pria yang bernama Pradipta Devano Syahputra. Pria yang berprofesi sebagai seorang montir di salah satu bengkel di kota itu.
Namun siapa sangka, Di balik pakaian kotornya sebagai montir, Alena di buat terkejut setelah mengetahui bahwa Devano ternyata seorang Ceo yang kaya raya..
•••••
"Terserah mereka ingin merendahkan mu seperti apa. Yang penting cintaku padamu tulus. Aku janji akan membahagiakanmu serta membungkam mulut mereka yang telah menghina mu dan keluarga mu.." Pradipta Devano Syahputra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Viena2106, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Akan Selalu Mahal
"Mas..
"Mas..!
"Hah? Iya, Kenapa?"
"Kamu itu kenapa sih? Itu loh, Lampunya udah hijau.. Dari tadi di klakson malah bengong.." Bagas dengan segera menancap gas mobilnya. Namun sesekali matanya melirik ke tempat makan yang super mahal itu.
"Apa mungkin aku cuma salah lihat aja ya.. .
Bagas menggelengkan kepalanya, Mungkin benar ia salah lihat. Tapi kalau di pikir-pikir lagi mana mungkin dia salah lihat, Mata Bagas masih berfungsi dengan normal untuk melihat.
"Mas.. Aku perhatiin dari tadi kamu gak fokus deh nyetirnya.. Kamu lihat apa sih?" Dilla akhirnya bertanya, Di perhatikan sejak tadi entah mengapa Dilla merasa kalau sang suami tak fokus sama sekali.
"Oh, Enggak.. Itu loh.. Kok aku tadi lihat Alena sama suaminya masuk cafe ya..
"Cafe? Cafe yang mana?" Tanya nya dengan ekspresi tak suka. Sungguh Dilla tak suka dan merasa kepanasan kalau Bagas menyebutkan nama Alena. Tak dapat di pungkiri, Sebelum Bagas menyatakan cinta untuknya Bagas sudah lebih dulu menyatakan cinta untuk Alena. Sebagai seorang istri wajar kalau rasa cemburu itu ada.
"Itu di cafe mewah itu loh.. Yang katanya cuma bagian sultan aja yang bisa makan.." Jelas Bagas membuat tawa Dilla pecah seketika.
"Aduh Mas Bagas.. Kamu salah lihat kali Mas. Mana ada mereka mampu makan di rumah makan yang satu menu nya aja jutaan. Ayolah Mas.. Mereka itu keluarga miskin Mas.. Gak mungkin sanggup lah makan di tempat yang begituan.." Bagas menghela nafas panjang.
"Sekarang aku tanya ke kamu? Emang Alena sama keluarganya punya salah ya, Sama kamu dan keluarga mu.. Kok kayaknya kamu benci banget sama dia?" Pertanyaan yang sudah sejak lama ingin Bagas tanyakan. Dia sebenarnya sakit hati terhadap Alena yang cintanya yang di tolak dan lebih memilih pria pekerja bengkel itu. Tapi bukan berarti dia suka dengan sikap Dilla dan keluarganya yang seolah semena-mena dengan Alena termasuk ke keluarganya.
"Kok Mas tanya kayak gitu...
"Gapapa..." Akhirnya Bagas mengalah. Melihat ekspresi Dilla yang tak nyaman, Akhirnya dia diam saja tanpa harus bertanya lebih lanjut lagi. Pria itu melanjutkan menyetir kendaraan roda empatnya ke arah rumah Dilla.
Mereka sudah janji ingin makan malam di rumah itu sebelum akhirnya pulang ke rumah Bagas. Mau bagaimana pun, Dilla lebih nyaman berada di rumah sendiri daripada berada di rumah mertua.
Disana Dilla selalu di atur dan dia tak suka itu. Mending berada di rumah sendiri saja bebas melakukan apapun.
"Mas, Kapan-kapan kita belanja ya..Buat acara pesta perusahaan..Kita harus tampil bagus Mas.." Bagas tak menjawab. Pria itu kembali fokus menyetir saja.
***
"Gimana? Enak?" Alena mengangguk antusias. Dia sudah sangat lapar, Perut kalau sudah keroncongan apapun menu nya pasti masuk.
"Abang gak makan?" Devano tersenyum lalu meraih sendok. Menyantap dikit demi sedikit makanan yang tersaji di hadapannya. Pria itu sibuk menatap sang istri yang makan dengan sangat lahap sore ini.
"Kamu gak makan siang tadi? " Alena menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Tapa harus menjawab karena mulutnya penuh dengan makanan.
"Kenapa?" Alena menelan makanannya. Benar-benar tertelan agar tidak tersedak.
"Ale sebenarnya laper Bang.. Tapi ketunda gara-gara pakaian mahal yang di pakai Ale ini.. Kata Dilla pakaian ini murahan. Eh tapi kata yang lain ini pakaian mahal.. Mereka terus berdebat hampir waktu jam makan siang habis. Yaudah, Aku cuma sempet makan roti aja.." Devano tersenyum.
"Yaudah sekarang kamu habiskan makanannya.. Abang udah kenyang.." Devano menyodorkan beberapa menu yang ada di atas meja itu.
"Beneran ini Abang gak mau?
"Sudah kenyang sayang..
"Udah kenyang atau udah bosen?" Tanya Alena memastikan. Karena bagaimana pun Devano anak orang kaya dan cafe ini termasuk milik salah satu keluarganya. Yang pastinya suaminya ini sudah bolak balik datang dan makan disini. Hanya dia saja mungkin yang pertama kalinya ..
"Ya, Bisa di bilang dua-duanya..
"Berarti buat aku semua ya?"
"Iya.. " Alena semakin terlihat sangat girang sekali. Kapan lagi dia makan makanan mahal di cafe seperti ini.
"Hati-hati makannya.." Devano mengusap ujung bibir sang istri yang belepotan.
"Di tangan Abang kamu akan menjadi wanita yang selalu mahal... Tak akan Abang biarkan kamu di rendahkan lagi setelah ini..
.
.
.
Semenjak Alena menikah, Tak pernah ia pulang dengan tangan kosong. Sepulangnya dari cafe, Alena dan Devano di guyur hujan yang sangat lebat.
Padahal dari tadi tak ada mendung sama sekali. Entah mengapa begitu sampai di pertengahan perjalanan, Langit gelap menjadi satu hingga turun lah hujan yang begitu lebatnya.
Devano menancap gasnya semakin cepat agar segera sampai. Sementara Alena melindungi makanan yang sengaja mereka beli untuk Ayah dan bundanya agar tidak terkena air hujan.
"Ya Allah.." Bunda Lilis segera masuk ke dalam meraih handuk untuk anak dan menantunya. Sejak hujan turun dengan lebatnya, Bunda Lilis tak dapat bisa tenang sebelum Alena dan Devano sampai di rumah.
"Ini handuk.. Sekarang kalian masuk, Mandi abis itu ganti pakaian.." Devano dan Alena menerima handuk itu.
"Ini buat Bunda sama Ayah.." Sebelum masuk Alena menyerahkan makanan yang beli tadi.
"Nak..
"Alena masuk dulu Bun.." Bunda Lilis menatap makanan itu sejenak lalu membawanya masuk. Hujan yang semakin lebat membuat Bunda Lilis menutup pintu segera.
***
Devano naik ke atas tempat tidur menyusul sang istri yang saat ini sedang berada di bawah selimut. Hujan yang belum juga mereda seolah mendukung apa yang harus di lakukan suami dan istri yang di nikahkan karena sebuah kesalahpahaman itu.
"Abang...
"Ssst.. Hujannya semakin deras, Ini enaknya yang hangat-hangat kan?" Devano peluk tubuh yang berbalut piyama bermotif kuromi itu dengan erat.
"Boleh ya? ..
Alena mengangguk sebagai jawaban. Devano tersenyum dengan semangat nya yang empat lima. Tanpa aba-aba Devano mendaratkan ciuman terhadap bi-bir sang istri yang sekarang langsung di sambut oleh Alena.
Semakin lama semakin panas, Beberapa kancing piyama Alena sudah terbuka. Dengan leluasa Devano bekerja.
Dua insan yang tengah di landa gai-rah itu semakin menjadi. Suasananya semakin panas menjalar di tubuh hingga..
"Abang tunggu..
"Kenapa?" Ayolah, Devano sudah kepanasan sampai ke Ubun-ubun. Tak mungkin kan berhenti di tengah jalan..
"Bentar ya.. Aku ke kamar mandi dulu.." Dengan terburu-buru Alena keluar dari kamarnya meninggalkan Devano yang mengacak rambutnya.
Tak lama Alena kembali dengan wajah lesu dan bersalah. Ia duduk di sebelah sang suami lalu menggenggam tangan Devano..
"Abang.. Aku datang bulan..." Cicit Alena dengan takut-takut..
"Astagaaa..." Devano menepuk jidat seraya menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
.
.
.
Tbc
gantung LG