Warning.!!! 21+
Anindirra seorang single parent. Terikat perjanjian dengan seorang pria yang membelinya. Anin harus melayaninya di tempat tidur sebagai imbalan uang yang telah di terimanya.
Dirgantara Damar Wijaya pria beristri. Pemilik perusahaan ternama. Pria kesepian yang membutuhkan wanita sebagai pelampiasannya menyalurkan hasratnya.
Hubungan yang di awali saling membutuhkan akankah berakhir dengan cinta??
Baca terus kisah Anindirra dan Dirgantara yaa 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon non esee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
Dreet... Dreet... Dreet...
Ponsel itu terus bergetar tanda banyaknya pemberitahuaan yang masuk.
Beberapa panggilan dan pesan singkat dari aplikasi berjejer rapih meminta sang pemilik agar segera membukanya.
Seketika Anin teringat kejadian kemarin sore. Ia harus meninggalkan acara tanpa bicara dengan Dewi, bahkan ia meninggalkan pria yang bernama Adi begitu saja seteleh menerima telfon dari Dirga.
Anin mengetik pesan balasan kepada Dewi setelah membaca pesan yang ia terima.
Tin. Tin.
Mobil Velfire hitam yang di kemudikan Pak Dadang berhenti tepat di hadapannya. Salah satu pria yang mengenakan seragam keamanan membantunya membukakan pintu mobil.
“Silahkan Nona."
Pria itu menundukkan sedikit kepalanya dengan hormat, setelah mengetahui kalau Anin adalah Wanita dari pemilik hotel bintang lima dimana tempatnya bekerja.
“Terimakasih Pak.”
Anin menjawabnya dengan ramah.
Wanita itu sebenarnya merasa risih di perlakukan seperti itu, ia terbiasa hidup dengan kesederhanaan. Sebelum bercerai ia gadis yang supel, periang dan ramah. Ia bisa membaur dengan siapa saja.
Hingga saat dimana orang tua Andre mempertanyakan status sosialnya, dan meminta Andre menceraikanya, sejak hari itu ia mulai membatasi diri.
Anin duduk dengan tenang setelah Pak Dadang mulai melajukan mobilnya.
"Pak Dadang."
"Iya, Nona."
"Tuan Dirga naik mobil apa? Di antar siapa?" Anin bertanya
"Mercy Nona, dan Tuan bawa mobil sendiri."
"Oo.. " Mulutnya membulat.
"Pak Dadang keluarganya ada dimana?" Anin mengajaknya bicara.
"Istri dan anak-anak saya berada di kampung."
"Tidak rindu mereka Pak? 24 jam Bapak bersama Tuan Dirga."
"Saya akan pulang sebulan sekali Nona."
"Bapak mempunyai putra berapa?"
"Anak saya tiga. 2 orang perempuan, satu laki-laki. Anak saya yang pertama laki-laki, alhamdulillah sudah bekerja di perusahaan Tuan. Sedangkan yang perempuan masih duduk di bangku SMU.
"Senang ya Pak, jika sedang kumpul?"
"Ya, Nona. Anak saya yang perempuan kembar. Sekarang sudah kelas 12."
"Bapak sudah lama bekerja dengan Tuan Dirga?" Anin sedikit mengorek informasi.
"Dari umur Tuan 12 tahun Non."
Saat ia akan bertanya lebih dalam lagi mengenai keluarganya, ia teriangat kata kata Dirga semalam. Ia akan menjelaskan jika waktunya sudah tepat. Ia tidak ingin melampaui batasannya.
"Non, kita langsung ke rumah sakit?"
“Iya Pak."
*
*
Anin sampai rumah sakit setelah obrolan panjangnya dengan Pak Dadang. Dari pertemuan pertamanya baru hari ini Anin berkesempatan dan memberanikan diri mengajak Pak Dadang bicara.
Berjalan di sepanjang koridor rumah sakit, Anin mengirim pesan kepada Dirga.
"Aku sudah sampai Mas." Sudah ceklis dua tapi belum terbaca.
"Dia pasti sibuk?" pikir Anin
Saat Anin masuk kamar VVIP yang di tempati Alea, terlihat ibunya sedang berkemas.
"Mama dataaaanggg!!" Alea menyambutnya dengan teriakan bahagia, kedua tangannya di rentangkan, dan Anin menyambutnya dengan pelukan erat sambil mengusap rambutnya. Selang infusan di tangannya sudah terlepas.
“Mama kangeeeeeennnn banget.." Anin menciumi seluruh wajah Alea.
"Ea juga kangen, Mama." Alea mengeratkan tangannya di leher Anin.
"Apa Mama banyak keljaan? kata Nenek Mama lembul?"
"Ya, Sayang. Mama ada kerjaan." Anin menjawab pertanyaan Gadis kecilnya.
"Maafin, Mama ya." seraya membelai wajah Alea yang sudah terlihat lebih baik. Wajahnya sudah kembali ceria.
"Om Doktel bilang Ea sudah boleh pulang Ma." Anin tertawa mendengar nada suara Anaknya yang lucu.
"Hari ini Dokter Hendra sudah mengijinkan Alea pulang An," Bu Rahma menyela obrolan sang Anak dengan Cucunya.
"Ibu sengaja tidak mengabarimu, ibu pikir kamu belum pulang hari ini."
"Ya Bu, tidak apa-apa, maaf... Ibu harus menjaga Alea sendirian."
"Jangan di pikirkan Nak, Ibu senang melakukannya. Ibu hanya memiliki kalian berdua. Maaf, kamu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita."
Anin segera menggenggam tangan Bu Rahma.
"Ini sudah menjadi tanggung jawab Anin Bu. Ibu tidak boleh banyak pikiran. Ibu harus sehat. Ibu dan Alea harus bahagia." Anin tersenyum menatap Bu Rahma.
“Maafkan Anin Bu." Anin membatin.
Anin sedang membantu mengemasi barang-barang yang harus di masukkan ke dalam tas. Ketika Dokter Hendra bersama seorang perawat datang mengunjungi.
"Selamat siang Nona Anin." Dokter Hendra terkenal akan keramahannya.
"Oh, Siang Dok." Anin berbalik menyambut kedatang Dokter yang merawat Alea.
"Hai Princees."
"Halo Om Doktel."
"Ea hali ini syeneeeengg banget! Soalnya Ea mau ketemu Kakak Aby, teman Ea di lumah."
Dokter Hendra tersenyum mendengarnya.
"Tapi janji ya, sama Om Dokter. Princess Alea belum boleh makan coklat sama ice cream dulu."
”Janji."
Alea mengacungkan jari kelingkingnya, melilitkan di jari sang Dokter.
"Jangan lupa jadwal kontrolnya Nona," Dokter Hendra menyerah amplop putih berlogokan rumah sakit.
“Terimakasih Dokter. Maaf, Dok. Harusnya saya yang mengambil ke ruangan Dokter."
"Tidak apa-apa Nona, Anin. Sekalian, saya sedang melakukan kunjunganan ke beberapa pasien." jawabnya ramah.
Anin mengucapkan banyak terimakasih.
Setelah Dokter Hendra banyak menyampaikan beberapa larangan dan mewajibkan kontrol sesuai tanggal yang di jadwalkan.
*
*
Anin, Bu Rahma, dan Alea sudah sampai Rumah kontrakannya menjelang sore. Dengan di antar taksi online yang di pesannya. Mereka sudah sangat merindukan rumah sederhana yang hampir satu bulan tidak di tempati.
"Ahh... Ahirnya kita kembali pulang." Anin membawa tas dan barang-barang ke dalam.
Sudah 4 tahun, Anin mengontrak rumah ini. Sebuah rumah di perumahan kecil di pinggiran kota. Rumah dengan 2 kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang makan berdampingan dengan dapur dan kamar mandi.
Lingkungan yang nyaman dengan di kelilingi orang-orang baik serta memiliki jiwa sosial yang tinggi. Mereka hidup berdampingan dengan damai. Membuat keluarga kecil ini nyaman tinggal di rumah ini.
Setelah menidurkan Alea di kamar Bu Rahma. Anin bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat.
****
Bersambung❤️
karna saya sadar diri..
saya ga bisa nulis cerpen..
hee