Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Radit yang kini tengah demam tinggi, terkulai lemah, "Mas pulang lah ke kampung mu" ujar Juwita yang tak ingin Radit ada di kos nya dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Kenapa tiba-tiba kamu mengusirku sayang" ucap Radit dengan suara yang begitu lemah.
"Setidak nya bawa mas ke Dokter " kata Radit.
"Maaf mas aku nggak bisa antar kamu ke Dokter, ini ada uang mas pergi saja sendiri, dan setelah itu mas bisa pulang kampung" kata Juwita yang membuat Radit kecewa.
"Baik lah mas bisa pergi sendiri" lirih Radit. yang nelangsa karna di saat ia butuh Juwita, malah du abaikan.
"Aku sudah pesan kan taksi sebentar lagi datang" ujar Juwita sembari menenteng tas.
"Kamu mau ke mana sayang.." tanya Radit.
"Tentu saja aku mau kerja, memang nya uang yang mas pake setiap hari itu dari mana?" jawab Juwita dengan nada tinggi.
Juwita melenggang meninggalkan Radit, "oya jangan lupa setelah periksa mas harus pulang kampung" sambung Juwita.
Taksi yang di pesan Juwita telah sampai Radit pergi sendiri dalam keadaan demam tinggi, rasa nya ia tak mampu menopang bobot tubuh nya sendiri.
"Hati-hati mas" ujar supir taksi yang membantu Radit berjalan.
"Terima kasih pak" ucap Radit.
Sampai di rumah sakit Radit harus mengantri untuk bisa mendapat panggilan selanjut nya.
"Tuan Radit" panggil suster , Radit yang merasa nama nya di panggil segera berdiri ia berjalan tertatih-tatih.
"Silah kan pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Dokter saat Radit masuk.
"Beginu Dok, saya demam sudah 3 hari tapi tak kunjung sembuh" jawab Radit.
"Demam ya? Baik. Mari kita periksa" ucap Dokter.
"Ada keluhan lain selain demam pak?" sambung Dokter tersebut.
"Tenggorokan saya juga sakit Dok" jawab Radit.
"Baik pak untuk mengetahui penyakit bapak, sebaik nya kita cek darah ya pak, hasil nya akan keluar dalam beberapa jam, untuk sementara bapak bisa meminum obat pereda nyeri dulu" kata Dokter sembari mengambil darah Radit untuk di tes.
Radit menunggu di luar ruangan.karna tak tahan dengan kondisi tubuh nya Radit tertidur hingga beberapa jam.
"Pak bangun" ujar perawat membangunkan Radit.
"Ah maaf sus saya tertidur" ujar Radit sembari mendudukan tubuh nya.
"Tak apa pak, ini tolong ambil hasil sampel darah bapak ya" ujar perawat tersebut.
"Baik sus" Radit segera berdiri, dengan sedikit sempoyongan Radit terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit.
Setelah Radit mendapatkan hasil sampel darah ia membawa ke ruangan Dokter.
"Ini Dok hasil sampel darah nya" Radit menyodorkan hasil tes tersebut.
"Baik silahkan duduk dulu pak Radit" ujar Dokter.
Radit duduk di hadapan Dokter.
"Waduh pak Radit.sudah lama pak Radit merasakan gejala ini" tanya Dokter.
"sudah sejak beberapa bulan Dok. Saya sampe cape gejala nya kambuh dan kambuh terus" keluh Radit.
"o iya...pasti gitu, ini saya mau sampai kan ke pak Radit kalo pak Radit positif HIV" Bagai tersambar petir di siang hari, setelah mendengar vonis Dokter tubuh Radit lemah bagai tak bertulang. Ia tak pernah memimpi kan akan mengalami sakit yang seperti ini.
"Apa Dokter tidak salah?" tanya Radit yang tak percaya.
"Hasil LAB ini tak mungkin salah pak Radit, saran saya pak Radit lakukan rawat jalan dan jangan melakukan HB dulu sebelum pak Radit sembuh" tutur Dokter.
"Apa saya bisa sembuh Dok.?" tanya Radit.
"tergantung anti body pak Radit itu sendiri" jawab Dokter.
Di sepanjang jalan Radit terngiang-ngiang vonis dan perkataan Dokter.
"Ini pasti karna Juwita" gumam Radit. "dia yang sudah menularkan penyakit terkutuk ini" sambung nya.
Sampai di kamar kos milik Juwita, Radit mondar-mandir menunggu Juwita pulang.
"Aku akan bikin perhitungan pada mu" tangan Radit mengepal ia begitu marah, merasa hidup nya sudah hancur.
Di luar terdengar suara deru mobil taksi yang mengantar Juwita.
Juwita masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Lampu di dalam kos sengaja tak Radit hidupkan agar Juwita mengira Radit telah pulang kampung.
"Huf lelah nya" Juwita menghempas kan tubuhnya di atas tempat tidur.
Radit membelai wajah Juwita saat mata nya terpejam.
"Mas Radit? Kenapa kamu masih di sini bukan kah aku menyuruh mu pulang kampung?" seru Juwita.
"Kenapa kamu buru-buru mengusirku sayang? Apa kamu tidak merindukan aku hem?" tanya Radit dengan suara lembut.
"Lepas mas, aku lelah aku sedang tak ingin bercinta sama kamu" seru Juwita.
"kenapa? Apa kamu takut?" tanya Radit.
"takut? Takut apa?" jawab Juwita yang pura-pura tidak tau perihal sakit Radit.
"Jangan pura-pura tak tau sayang...aku yakin kamu pasti tau semuanya maja dari itu kamu mau membuang ku" ucap Radit, Juwita membola tubuh nya panas dingin.
"Katakan, sejak kapan kamu menularkan penyakit itu pada ku" tanya Radit dengan perlahan tangan nya menggenggam leher Juwita.
"Mas lepas jangan nekat kamu mas"kata Juwita yang ketakutan.
"katakan!" bentak Radit yang semakin mencengkeram leher Juwita, hingga wajah Juwita telah tampak memerah.
"A..ampun mas..." jawab Juwita dengan terbata-bata.
Radit yang sudah gelap mata, tak kunjung melepas kan cengkeraman pada leher Juwita, hingga Juwita kehabisan nafas.
Radit yang melihat Juwita terkulai lemas, segera memeriksa denyut nadi dan nafas Juwita.
Namun sayang Radit tak menemukan denyut nadi dan hembusan nafas Juwita pun tak lagi terhembus.
Radit panik, dengan segera ia pergi dari kos Juwita.
"Aku harus segera pergi, aku nggak mau berurusan dengan polisi" lirih Radit sembari terus menjauh dari kosan Juwita.
Dengan menggunakan jasa ojek Radit pulang ke kampung dengan terburu-buru.
Sampai di kampung Radit ketakutan ia menutup pintu gubuk nya yang telah beberapa bulan ia tinggal kan.
"Radit, kamu kah itu nak" seru Bu Drajat yang mendengar suara pintu gubuk Radit di buka dan di tutup kembali.
"Radit....buka pintu nya, mama tau itu kamu" namun sayang nya Radit tak mau bersuara, ia benar-benar takut bila keberadaan nya di ketahui polisi.
Bu Drajat berusaha untuk dapat mengintip ke dalam namun meski pun hanya gubuk, Radit membuat nya dengan begitu rapat tanpa celah.
"Mama ngapain mama di situ?" tanya Arkan yang melihat mama nya seperti m*ling yang sedang mencari celah untuk masuk.
"Ah enggak, tadi mama hanya mendengar pintu ini terbuka dan tertutup" jawab mama nya denga sangat yakin.
...****************...
Hai guys setelah baca jangan lupa like dan komen yah terima kasih☺️
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.