Suatu hari hidup seorang pangeran bernama Afnan Azkiya yang mendapatkan julukan pangeran tertampan di dunia dan dia bertunangan dengan putri kerajaan paling cantik di benua manusia.
namun konflik antara kerajaan mereka terjadi karena ada Kerajaan yang telah menipu kerajaan tunangannya dengan surat palsu agar mereka berperang yang membuat kerajaan sang pangeran hancur lebur dan dia dijadikan selir pertama laki-laki di dunia dengan penuh hinaan dan ejekan namun suatu hari ternyata kebenaran terungkap yang membuat sang pangeran mencari kerajaan mana yang bersengkongkol untuk membuat kedua kerajaan berperang.
Inilah kisah seorang pangeran yang mencari kerajaan yang membuat kedua kerajaan berperang namun siapa sangka ternyata sang pangeran memiliki takdir yang lebih sulit daripada itu yang membuat dia harus melawan seluruh dunia,takdir apakah itu? ikuti kisah sang pangeran yang menantang seluruh dunia demi membalas dendam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEZA KUSUMA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persidangan Dan Hukuman
Ruang Persidangan Kerajaan Glimmer Wood
Afnan Azkiya diseret masuk oleh dua prajurit kerajaan. Rantai besi membelenggu tangannya, suara logamnya menggema di antara dinding-dinding batu. Di dalam ruang megah itu, semua mata tertuju padanya—para menteri, bangsawan, putri kerajaan,pangeran, ratu, hingga sang raja sendiri telah berjajar rapi, menyaksikan persidangan yang akan segera dimulai.
Menteri Kerajaan Glimmer Wood bernama Kazi Khasan melangkah kedepan berkata dengan lantang dan penuh dengan kemarahan "terdakwa Bahir Azkiya telah melakukan pelanggaran yang berat membuat seorang putri kerajaan harus mencari dia berjam-jam dan menebang pohon hutan secara ilegal."
Raja Liam Nafi menatapnya tajam dari singgasananya yang tinggi. berkata dengan dingin, namun jelas menghantam dada siapa pun yang mendengarnya.
“Bahir Azkiya, karena kelalaianmu hingga membuat putriku berada dalam bahaya dan karena menebang pohon di wilayah kerajaan tanpa izin, hukumanmu telah ditetapkan. Kau akan dicambuk sepuluh kali, disiram air garam, dan dipenjara selama dua puluh hari.”
Namun Afnan Azkiya tak menunjukkan ketakutan. Dengan suara tenang dan mata yang jernih, ia menatap sang raja.
“Yang Mulia, izinkan hamba mengajukan keringanan atas hukuman yang telah ditetapkan.”
Liam Nafi berkata dengan acuh tak acuh
" boleh,tapi harus memiliki alasan yang masuk akal."
Afnan Azkiya mengangkat kepalanya ,berkata dengan tegas
"Pertama, pohon yang ku tebang berada di tanah milik Tuan Kayu
tempatku bekerja dahulu—bukan hutan liar milik kerajaan. Kedua, mengenai kepergianku, aku memang meninggalkan Putri Delisa, namun sebelumnya telah ku sebutkan alasanku: aku ketakutan setelah melihat pria tua itu disiksa. Aku lari melarikan diri karena ketakutan, bukan untuk menghina putri Anda. Walaupun demikian, aku tetap bersedia menerima hukuman, asal Yang Mulia mempertimbangkan kebenaran ini.”
Senyap. Semua menanti reaksi sang raja. Liam Nafi menatap Afnan Azkiya lekat-lekat, lalu bergumam pelan, seolah hanya pada dirinya sendiri:
“Pria ini… tak gentar sedikit pun. Bahkan di ambang hukuman.”
Liam Nafi berkata dengan keras
"Permohonan keringanan mu kuterima. Hukumanmu dikurangi—lima cambukan, disiram air garam, dan penjara selama sepuluh hari.”
Kejutan menyapu seluruh ruangan. Bisik-bisik dan pandangan terperangah menyertai keputusan Raja yang begitu mendadak. Mereka tak menyangka Bahir Azkiya—yang dituduh sebagai budak rendah—bisa menyampaikan pembelaan secerdas itu.
Liam Nafi berkata dengan tegas " bawa Bahir Azkiya ketempat hukuman."
Di tengah lapangan kerajaan, algojo-algojo telah bersiap. Tubuh Afnan Azkiya dipaksa berlutut, bajunya dilepaskan dari atas, rantai kembali membelenggu tangannya. Orang-orang kecil dari kota turut menyaksikan pandangan mereka penuh iba. Mereka semua tahu kisah palsu yang melekat pada dirinya: budak pemuas nafsu wanita, makhluk hina dalam cerita buatan dirinya dan tersebar ke para bangsawan.
Liam Nafi berkata dengan tegas "Lihatlah, beginilah orang yang telah melanggar aturan kerajaan Glimmer Wood.cambuk mulai ."
Cambuk panjang menghantam punggung Afnan Azkiya. PLAK!!,PLAK!!,PLAK!!,PLAK!!
PLAK!!
Tubuhnya tersentak, namun ia menahan jerit hingga siraman air garam datang bagaikan api. Ia berteriak keras, nyaring hingga menggema.
"AHHHHHHHHH!!!."
Namun itu hanyalah topeng. Afnan Azkiya menjatuhkan tubuhnya dengan sengaja seolah kesakitan, padahal dalam hatinya, rasa itu telah ia kenal sejak kecil. Jeritan itu hanya permainan. Di dalamnya, tak ada air mata.
Dari kejauhan, seorang wanita tua menggigil menyaksikan anaknya dihukum di depan semua orang. Hatinya remuk, marah, sekaligus… lega. Ia tahu anak itu masih bertahan. Dulu, di usia dua belas tahun, Afnan Azkiya telah melewati ujian yang jauh lebih mengerikan dua puluh cambukan dan dilempar ke kolam berisi air garam, semua demi kelangsungan hidup dan ujian yang ia ciptakan sendiri.
Liam Nafi berkata dengan tegas "bawa dia ke penjara bawah tanah selama sepuluh hari."
Afnan Azkiya yang berbaring diangkat dan langsung di seret ke penjara bawah Tanah dengan kasar.
Penjara bawah Tanah
Tanpa menunggu perintah kedua, para prajurit segera mengangkat tubuh Afnan Azkiya yang terbaring lemah, lalu menyeretnya kasar menuruni lorong menuju penjara bawah tanah.
Penjara itu gelap dan lembap. Dindingnya dipenuhi lumut, udara dipenuhi aroma besi karat dan kelembaban. Di sanalah Afnan Azkiya dilempar masuk ke dalam salah satu sel. Bunyi gemeretak pintu besi terkunci terdengar nyaring, memastikan dia tak punya jalan untuk melarikan diri.
Dia hanya diam, matanya menelusuri isi penjara. ratusan pasang mata dari para bandit dan pembunuh bayaran menatapnya tajam penuh curiga, iri, dan heran. Wajah Afnan Azkiya terlalu bersih, terlalu tampan untuk tempat seperti ini.
Tiba-tiba, langkah ringan terdengar dari ujung lorong. Seorang peri rubah muncul, berjalan anggun bersama Putri Delisa. Di tangan mereka ada baki berisi makanan mewah dari kerajaan.
Peri rubah bertanya dengan lembut "Bahir Azkiya dalam satu hari kedepan kamu akan berada disini. apa kamu merasa Dejavu?."
Afnan Azkiya menjawab dengan acuh tak acuh"ya, aku pernah mengalaminya sendiri saat aku masih jadi budak pemuas nafsu para wanita jalang."
Peri rubah mendekat, masuk ke dalam sel. Tatapannya tajam,berkata dengan menggoda.“Aku bisa membantumu. Kau tak perlu tinggal di sini, ikutlah denganku ke kerajaanku. Bagaimana?”
Afnan Azkiya menggelengkan kepalanya berkata dengan tenang"tidak aku sudah melanggar hukum kerajaan Glimmer Wood lebih baik aku di hukum di sini."
Peri rubah tersenyum. Tapi senyum itu menyeramkan, membuat Afnan Azkiya gemetar dan berkeringat dingin. Ia pun pergi meninggalkan sel.
Putri Delisa berkata dengan lembut "Bahir aku membawakan mu makanan untuk di makan."
Afnan Azkiya memberikan senyuman palsu, berkata dengan lembut"terimakasih putri Delisa aku akan memakan ini kamu bisa kembali bila ayahmu tahu kamu memberikan makanan mewah padaku dia akan marah."
Putri Delisa menggelengkan kepalanya berkata dengan lembut "dia tidak akan marah, Ayah ku sudah mengetahui aku membawa makanan ini padamu."
Putri Delisa tersenyum manis sebelum pergi membuat semua tahanan cemburu dan marah kepada Afnan Azkiya.
Seorang pembunuh bayaran berteriak dengan marah,“Kami di sini hanya dapat roti basi sekali sehari! Tapi kau tahanan baru diberi makanan kerajaan? Dasar licik!”
Afnan menatap mereka berkata dengan tenang.“Kalian menginginkan makanan ini? Kalian bisa memilikinya... tapi kalian harus membantuku.”
Seorang bandit menatap curiga bertanya dengan dingin.“Bantuan apa? Apa yang kau inginkan?”
Afnan Azkiya menjawab dengan dingin,
“Aku ingin kalian membantuku menghancurkan kerajaan Glimmer Wood.”
Keheningan menyelimuti sel. Tahanan lain terkejut, terutama setelah melihat sendiri bagaimana kebaikan Putri Delisa memperlakukannya makanan mewah, senyuman lembut.
“Kau gila,” kata pembunuh bayaran dengan marah. “Kami di sini bertahun-tahun, yang paling lama sepuluh tahun. Tidak ada yang bisa kabur dari sini.”
Afnan Azkiya menyeringai kecil.berkata dengan mengejek “Kalian sudah di sini bertahun-tahun, aku baru satu hari. Tapi aku sudah diberi makanan bangsawan.”
Dia melanjutkan, nada suaranya menggoda dan penuh tipu daya.
“Sebenarnya aku adalah utusan dari iblis sucubus. Aku sedang membangun pasukan untuk menghancurkan Glimmer Wood. Jika kalian ingin bebas hidup kembali di luar maka ikutlah denganku.”
Seorang bandit tertawa kecil lalu, berkata dengan dengan dingin
“Kami bisa membantumu, tapi ada dua syarat. Bebaskan kami dari sini dan beri kami ratusan ribu koin emas.”
Afnan Azkiya mendekat, senyumnya seperti iblis yang hendak menawarkan kontrak.
“Sepakat.”
Para tahanan menerima kesepakatan Afnan Azkiya tanpa curiga, terbius oleh tatapan matanya yang dalam dan suara yang mengalun bagai nyanyian malam. Namun sesaat setelah kata “sepakat” terucap, jejak kutukan muncul perlahan di kulit mereka simbol kuno berbentuk segel hitam yang terbakar halus, tanda perbudakan dari garis keturunan sucubus.
Tak seorang pun menyadari bahwa dengan sumpah itu, mereka telah menyerahkan lebih dari sekadar kesetiaan. jiwa mereka kini terikat pada Afnan Azkiya, terikat dalam rantai kegelapan yang tak terlihat.
Bila Afnan Azkiya menghendaki, cukup satu helaan napas atau lirih bisikan dan rasa sakit akan menjalar seperti racun dari dalam, melumpuhkan mereka tanpa perlu tetesan darah. dia bisa menyerap jiwa mereka dan tak satu pun dari mereka bisa melawan.
Afnan Azkiya hanya berdiri tenang di tengah penjara, tersenyum samar, seolah semua sudah berjalan sesuai kehendak iblis yang bersemayam dalam dirinya.
Pagi pun tiba
Cahaya pagi menembus jeruji besi sel yang dingin. Afnan Azkiya yang tertidur lelap perlahan terbangun, dibangunkan oleh penjaga bersama Putri Delisa. Sang putri membuka pintu sel dan berkata lembut,
"Bahir, kamu akan mandi di tempatku."
Afnan Azkiya menggeleng kepalanya, berkata dengan tenang namun tegas,
"Tak perlu. Aku harus menjalani hukuman yang telah ditetapkan olehmu dan ayahmu."
Putri Delisa menatapnya dengan sorot tajam namun tetap lembut,
"Ini perintah dari Tuan Putri. Tidak bisa ditolak."
Dengan pasrah,Afnan Azkiya mengangguk perlahan dan tangannya beserta kakinya di rantai kembali dan dibawa ke pemandian putri Delisa dan disana peri rubah sudah berendam dan menunggu dengan sabar.
Peri rubah tersenyum tipis berkata dengan lembut "Akhirnya kamu datang juga Bahir Azkiya."
Peri rubah berkata kepada putri Delisa dengan lembut "lepaskan saja rantai kakinya dia tidak akan bisa melarikan diri bila bersamaku."
Putri Delisa mengangguk dan melapaskan Rantai yang mengikat kaki Afnan Azkiya,peri rubah datang dengan menutupi tubuhnya dengan kain sutra tipis melepaskan semua pakaian Afnan Azkiya tanpa disadari Afnan Azkiya sama sekali.
"Bahir Azkiya," bisiknya dengan nada menggoda, "mari mandi bersama sebelum aku kembali ke kerajaanku."
Afnan Azkiya berpura-pura sedih berkata "kenapa kamu ingin pergi peri Rubah?, aku masih ingin bersamamu."
Peri rubah memberikan senyuman mengoda berkata dengan lembut "Bahir sebelum kamu berbicara lebih baik kamu masuk kolam pemandian terlebih dahulu."
Afnan Azkiya baru sadar tubuhnya sudah tanpa sehelai benang pun. Dengan panik bercampur malu, ia melompat ke dalam air.
Putri Delisa melepaskan pakaiannya dan langsung masuk ke kolom pemandian bersama peri rubah dan mendekati Afnan Azkiya yang tidak bisa menolak apapun yang di inginkan mereka karena tangannya di ikat oleh Rantai.
Peri rubah menatap Afnan, matanya sendu, penuh dengan kebohongan
"Aku harus pulang. Penasehat kerajaan memanggilku—waktu tugasku di sini sudah habis. Jika aku terlambat, kerajaanku tak akan memiliki penjaga."
Afnan Azkiya bertanya dengan kesedihan palsu" Peri Rubah apa ada hadiah untuku sebelum kamu pergi?."
Peri rubah tersenyum manis berkata dengan lembut "ada, sudah aku berikan jauh-jauh hari nanti kamu akan sadar saat waktunya tiba."
Afnan Azkiya
"Terimakasih."
Setelah beberapa jam kemudian Afnan Azkiya kakinya di rantai kembali dengan penampilan lebih baik dari sebelumnya dan di bawa ke penjara bawah Tanah dengan hidangan makanan mewah.
Membuat para tahanan penjara bawah Tanah cemburu marah kesal tercampur aduk menjadi satu namun Afnan Azkiya tidak melirik seperti mereka tidak pernah ada hanya makan dan minum dengan tenang. mereka hanya senjata yang bisa di kendalikan sesuka hatinya karena setiap kesepakatan dengan dirinya maka jiwanya sudah berada di tangannya.