Surat keterangan infertil dari rumah sakit, membuat hidup Anyelir seketika hancur. Tidak ada kebanggaan lagi pada dirinya karena kekurangan tersebut. Namun sebuah kesalahan semalam bersama atasannya, membuat dia hamil. Mungkinkah seorang wanita yang sudah dinyatakan mandul, bisa punya anak? Atau ada sebuah kesalahan dari surat keterangan rumah sakit tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATM BAB 30
Hampir tengah malam, Robby baru pulang ke rumah. Mendapati sang istri sudah tidur, ia naik ke atas ranjang, memeluknya dari belakangan. Matanya memanas, dan tak lama kemudian, air mata meleleh melewati pipinya. "Maaf," ucapnya dengan suara lirih dan bergetar. "Maafin aku, Nye." Sebelah tangannya membekap mulut, takut suara isakannya mengganggu tidur Anye. Rasa bersalah, menggerogoti hatinya. Dia akan terus mempertahankan Anye apa pun yang terjadi. Dia akan selalu ada di samping Anye untuk menebus kesalahannya, dan.... Dan tak bisa dipungkiri, juga demi tetap menjaga rahasia besarnya.
Pikiran yang kacau, membuat Robby tak bisa tidur, hanya terlelap beberapa jam, setelah itu kembali terjaga. Mendengar adzan subuh, dia membangunkan Anye untuk sholat berjamaah.
"Kamu kerja hari ini?" tanya Robby selepas Anye mencium punggung tangannya.
"Aku dapat cuti sehari karena minggu lalu tak libur sama sekali."
"Ya udah, kalau begitu, lanjut tidur lagi aja, gak perlu masak buat aku."
Anye mengangguk, membereskan peralatan sholatnya lalu kembali tidur. Dia memang tak berniat sama sekali untuk masak. Nanti pasti Robby sudah dibawakan bekal oleh Sera. Dia sudah tak mood untuk menjadi istri idaman sekarang ini.
Sekitar jam 7 pagi, Anye terbangun karena suara berisik dari rumah sebelah. Siapa lagi kalau bukan Ririn, kakak iparnya itu selalu tantrum setiap pagi, saat anaknya mau sekolah dan suaminya mau kerja. Rumah diapit mertua dan kakak ipar, sungguh bikin sesak nafas. Karena sudah tak bisa tidur, ia turun karena haus dan perut yang terasa lapar. Rencananya mau masak nyambi nyuci baju, namun sesampainya di dapur, ia malah mendapati pemandangan yang lain dari biasanya. Robby, suaminya itu terlihat sibuk di depan kompor, sedang memasak.
"Kamu lagi ngapain, Mas?"
Robby menoleh mendengar suara Anye. Senyumnya mengembang melihat sang istri ada di dapur. "Kamu udah bangun, Yang. Tunggu bentar, kamu duduk dulu, bentar lagi mateng," ia kembali fokus ke masakannya.
Anye mengerutkan kening. Sudah sangat lama Robby tidak pernah masak untuknya, bahkan ia sudah lupa kapan terakhir kali. Ia berjalan ke arah dispenser, mengambil segelas air putih lalu meminumnya. Ekor matanya memperhatikan Robby yang sedang memasak nasi goreng. Setelah air minumnya habis, ia menuju meja makan yang berada satu ruangan dengan dapur, menarik kursi lalu duduk.
Aroma nasi goreng memenuhi dapur yang tidak terlalu luas itu. Dua buah piring sudah disiapkan oleh Robby, dan begitu nasi goreng campur sosisnya matang, langsung dia pindahkan kesana. Dan sebagai pelengkapnya, taburan bawang goreng, timun, dan telur ceplok.
"Sarapan yuk!" Robby meletakkan satu piring di hadapan Anye, sementara satunya di depannya sendiri.
"Kamu gak perlu repot-repot seperti ini, Mas."
"Masakin buat istri, gak repotlah. Lagian gak tiap hari juga, hanya sesekali." Dia mengambil toples kerupuk yang masih tertinggal di meja dapur, lalu membawanya ke meja makan. "Kerupuk udang kesukaan kamu," ia menarik kursi, duduk di hadapan Anye.
Robby hendak memulai makan, namun melihat Anye yang hanya diam, tak menyentuh masakannya sama sekali, dia menghela nafas panjang. "Dimakan dong."
"Ini yang terakhir kalinya. Setelah ini, gak perlu masak buat aku lagi." Anye mengangkat sendok dan garpunya.
"Please, jangan ngomong kayak gitu. Aku ingin selamanya, bisa masak buat kamu. Oh iya, cuciannya udah beres, kamu tinggal jemur aja."
Anye mende sah pelan, mulai sadar jika Robby melakukan semua ini agar dia tidak meminta cerai. "Keputusanku udah final, Mas. Aku ingin kita bercerai."
Robby menghela nafas berat. "Kita makan dulu, gak baik membuat makanan menunggu." Segera ia memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut.
Anye merasa, jika Robby selalu mengalihkan topik saat ia membahas perceraian, namun tekadnya sudah bulat, ia ingin bercerai.
Keduanya makan dalam keheningan, hanya suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring, yang terdengar. Sampai suara derap langkah dan kasak kusuk dua orang gadis membuat mereka kompak menoleh ke arah pintu dapur yang terbuka.
Anye berdecak pelan melihat kedatangan Raisa dan Sera, yakin jika kedatangan mereka, hanya akan menimbulkan masalah.
"Pagi Masku tersayang. Lagi sarapan ya?" Raisa yang sudah rapi dengan pakaian kantor, mendekat bersama Sera. Matanya langsung tertuju pada isi piring kakaknya. "Yaelah, sama bini kamu, cuma dibuatin nasi goreng," ia tersenyum mencibir, sementara Sera terlihat menahan senyum.
"Aku dan Ibu, barusan masak banyak," ujar Sera bersemangat. Anye tersenyum kecut, muak mendengar Sera menyebut Bu Dini dengan panggilan ibu. "Makan di rumah ibu aja yuk," ajaknya.
"Ayok, Mas!" Raisa menarik lengan Robby. "Ngapain makan nasi goreng yang kelihatannnya gak enak itu," ia memutar kedua bola matanya malas.
"Ini yang masak Mas Robby," celetukan Anye membuat Raisa dan Sera langsung kaget. Tangan Raisa bahkan langsung terlepas dari lengan kakaknya. "Udah Mas, pergi aja ke rumah ibumu, ada makanan enak disana," tanpa menatap wajah Robby ataupun lainnya, Anye melanjutkan makannya. Dia tak peduli, mau Robby kesana atau tetap disini.
"Pulanglah, aku udah sarapan." Sama seperti Anye, Robby melanjutkan sarapannya.
"Ta, tapi udah terlanjur masak banyak, Mas. Lagian kamu ngapain sih, pakai masak buat istri kamu," Raisa menatap Anye tajam. "Jangan mau kamu dibabukan wanita gak guna itu. Udah gak bisa ngasih keturunan, masih aja minta dispesialkan. Gak tahu diri banget."
Brakkk
"Cukup Raisa!" bentak Robby.
Raisa sampai terjingkat kaget, demikian pun dengan Anye dan Sera.
Tubuh Raisa sedikit gemetaran dan wajahnya pucat, takut, karena selama ini, Robby tak pernah marah padanya, apalagi sampai menggebrak meja seperti barusan.
"Pulanglah! Jangan ganggu kami," ucap Robby dingin, namun mampu membuat Raisa menelan ludah susah payah, pun dengan Sera.
Kedua wanita itu akhirnya balik badan, berjalan menuju pintu dapur.
"Tunggu!" seru Robby sebelum mereka benar-benar keluar. "Ser, mulai hari ini, kamu berangkat dan pulang kantor sendiri. Aku gak bisa nebengin kamu lagi."
Huk huk huk
Anye sampai keselek nasi goreng. Mimpi apa dia semalam, Robby membelanya, bahkan sampai bilang seperti itu pada Sera.
Robby bangkit dari duduknya, bukan untuk menghampiri Sera yang masih mematung di dekat pintu, namun untuk mengambilkan Anye minum.
"Pelan-pelan kalau makan," Robby menyodorkan segelas air putih pada Anye.
Raisa yang kesal melihat itu, menghentakkan kakinya kasar lalu meninggalkan rumah Robby. Sementara Sera, langsung gundah gulana karena sekarang, Robby tak mau barengin dia ke kantor. Sepertinya, akan makin sulit lagi baginya untuk dekat dengan Robby.
"Padahal aku kira, mereka akan bertengkar karena Anye nuduh Mas Robby macam-macam. Kirain juga di Anye bakalan minta cerai, tapi kenapa mereka malah makin mesra gitu sih? Mana Mas Robby pakai ngeratuin si mandul itu, makin besar kepala kan dia," Raisa terus merepet sampai masuk ke dalam rumahnya. Menjatuhkan bobot tubuh dengan kasar ke kursi makan sambil membuang nafas berat.
duhhh 2th..ehh brp th yaa nikahnya..
intinya lbih dri satu tahun km biarin Anye di nyinyirin keluargamu...
dinyinyirin tetangga aja bikin sesek apalagi keluarga😩😩
smoga hamil aja deh 😁😁
baru nyadar kalo kamu perlu istri buat nutup aibmu
Anye sudah menahan sakit hati selama menikah denganmu, gara2 omongan keluargamu.
Anye jangan dibuat hamil dulu ya thor sebelum cerai dengan Robby.
selalu saja bikin gaduh
lanjut kak jadi gak sabar akunya
Robby kau tega sekali sama anye, egois, kejam