Surat keterangan infertil dari rumah sakit, membuat hidup Anyelir seketika hancur. Tidak ada kebanggaan lagi pada dirinya karena kekurangan tersebut. Namun sebuah kesalahan semalam bersama atasannya, membuat dia hamil. Mungkinkah seorang wanita yang sudah dinyatakan mandul, bisa punya anak? Atau ada sebuah kesalahan dari surat keterangan rumah sakit tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATM BAB 35
Anye langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat contoh rumah di cluster Alamanda yang rencananya akan menjadi huniannya nanti dengan Robby. Rumah minimalis dua lantai tersebut, tak terlalu besar, tidak pula kecil, benar-benar sesuai dengan rumah impiannya. Belum apa-apa, ia sudah membayangkan betapa tenang dan tenteram hidupnya nanti saat sudah pindah kesini.
Tapi, sayang keinginan untuk segera pindah, tak bisa terealisasi karena proses pembangunan belum selesai, masih harus menunggu sekitar 2 bulan lagi untuk rampung 100 persen. Ada beberapa rumah yang sudah siap huni, namun semua sudah laku.
"Udah beneran yakin dengan rumah tadi?" tanya Robby saat mereka dalam perjalanan pulang. Tadi ia menjemput Anye yang bekerja setengah hari di Sabtu ini, lalu berlanjut melihat rumah. "Apa masih pengen lihat yang lainnya, mumpung belum deal?" Ia memang masih belum mengatakan apapun pada staf marketing yang tadi menemani mereka, masih ingin membicarakan lagi dengan Anye.
"Aku suka yang tadi, kita ambil itu aja," ujar Anye bersemangat.
Robby mengangguk sambil tersenyum, menggenggam tangan Anye lalu mengecupnya. "Kalau begitu, hari senin aku langsung datang ke marketing officenya."
Anye mengangguk cepat.
"Tapi... "
"Tapi apa?" Anye mengerutkan kening, mendadak takut Robby berubah fikiran untuk pindah.
"Uang bulanan kamu aku kurangin dikit, gak papa kan? Soalnya tiap bulan musti bayar cicilan KPR yang gak sedikit, 4 juta lebih." Sebenarnya agak berat juga, membayangkan setiap bulan, uangnya akan keluar sebanyak itu untuk cicilan KPR.
"Ya gak papalah," Anye sama sekali tidak keberatan. Dia bekerja, punya penghasilan, dan selama ini, uang belanja dari Robby juga lumayan banyak, jadi tak masalah jika harus dikurangi sedikit, masih sangat cukup untuk keperluan satu bulan.
"Makasih sayang, kamu paling bisa ngertiin aku," Robby menoleh sekilas ke arah Anye, lalu kembali fokus mengemudi. "Aku beruntung banget punya istri seperti kamu."
"Aku juga beruntung punya suami seperti kamu," Anye memeluk lengan Robby. "Kamu bisa menerima aku apa adanya, dan selalu setia."
Robby selalu merasa tertohok setiap Anye bicara seperti itu. Andai saja Anye tahu yang sebenarnya, dia tak yakin wanita itu akan memaafkannya.
"Kamu kenapa, Mas?"
"Hah!" Robby yang larut dalam fikiran, terperangah saat Anye memegang lengannya. Buru-buru dia menormalkan ekspresi wajah agar Anye tak curiga.
"Kamu kenapa sih, kok kayak sedih gitu?" tanya Anye. "Kamu sedih ya, mau pindah rumah, jauh dari keluarga kamu?" tiba-tiba dia merasa bersalah.
Robby menggeleng, "Enggak kok. Aku cuma sedih, ingat kalau sebentar lagi, uangku selalu kepotong untuk bayar KPR," dia tertawa cekikikan.
"Nanti aku bantu bayarnya."
"Apaan sih Sayang, aku hanya becanda," ia mengusap punggung tangan Anye. "Uang segitu, gak ada apa-apanya, dibandingkan kamu," ia menoleh sebentar ke arah Anye. "Bagiku, asal bisa mempertahankan rumah tangga kita, apa pun akan aku lakukan."
Mata Anye seketika memanas, dadanya sesak mendengar ucapan Robby. Rasa bersalah dan kekhawatirannya makin tinggi. Bagaimana kalau Robby tahu, dia pernah tidur dengan Sagara? Masih bisakah laki-laki di sampingnya itu, berkata seperti tadi, akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangga.
"Kamu kenapa?"
Anye buru-buru menoleh ke arah lain, menyeka air mata. Jangan sampai Robby tahu jika dia menangis.
"Sayang," Robby menggenggam tangan Anye. "Ada apa?"
Setelah menarik nafas dan membuang perlahan, Anye kembali menoleh ke arah Robby sembari mengulum senyum.
"Kamu nangis?" Robby merasa tak salah lihat, tadi mata Anye berair.
"Aku baper aja dengar kalimat kamu, Mas," Anye memeluk lengan Robby, menyandarkan kepala di bahunya. "Makasih, udah mau memperjuangkan pernikahan kita."
"Aku akan selalu setia sama kamu, sampai ajal memisahkan kita."
"Em.... so sweet," Anye menatap Robby, lalu mengecup pipinya.
Sesampainya di rumah, mereka istirahat sebentar lalu bersiap-siap ke acara nikahan. Kali ini, yang punya gawe adalah salah satu konglomerat di Indonesia, komisaris di perusahaan tempat Robby bekerja. Mereka benar-benar memikirkan soal outfit karena yang hadir disana nanti, pasti deretan orang-orang dari kelas atas.
"Masyallah, cantik banget sih," puji Robby, berdiri di belakang Anye yang saat ini duduk di kursi rias. Ia sudah menawarkan Anye untuk make up di salon, tapi istrinya tersebut menolak dan lebih milih make up sendiri.
"Kamu mah gombal mulu," Anye mengedikkan bibir, menatap Robby dari cermin.
"Kamu emang benaran cantik, Sayang," Robby memegang kedua bahu Anye. Matanya tak bisa berpaling dari pantulan wajah Anye di cermin rias "Dari awal aku ketemu kamu, sampai saat ini, yang ada, kamu makin hari makin cantik."
Anye hanya merespon dengan senyuman, lanjut mengoles lipstik di bibirnya. Setelah siap, mereka segera keluar dari rumah.
Rupanya, di rumah sebelah sedang ramai, tepatnya di rumah mertua Anye. Selain Bu Dini dan Raisa, ada juga keluarga Ririn. Mereka sedang asyik makan-makan di teras rumah. Pantas saja tadi Anye mendengar mereka memanggil Robby, ternyata untuk ini. Tapi Robby tak menggubris panggilan Raisa, tetap di rumah, tak keluar.
"Mau kemana?" teriak Ririn yang kepo melihat Robby dan Anye keluar rumah dengan pakaian bagus.
"Kondangan," sahut Robby, berjalan ke arah mobilnya.
"Tante Anye, ikut... " teriak Arka, berlari menghampiri Anye yang masih di teras, baru selesai mengunci pintu. "Alka ikut ya," bocah itu memeluk paha Anye sambil mendongak.
"Em... lain kali aja ya, Sayang," Anye mengusap puncak kepala Arka.
"Kenapa gak sekalang aja?"
"Ini acara untuk orang dewasa. Nanti kapan-kapan, kita main ke zoo, sama Om Robby juga."
"Holee.. " Arka melepas pelukanya, mengangkat tangan sambil lonjak-lonjak.
Melihat Raisa berjalan ke arah mobil suaminya, sudut mata Anye terus memperhatikan gerak-gerik adik iparnya tersebut. Raisa berdiri di sebelah mobil, mengobrol dengan Robby yang sudah ada di belakang kemudi. Segera ia meminta Arka kembali pada ibunya, sementara menyusul ke dalam mobil, ingin tahu apa yang mereka bicarakan.
"Bisa ya, Mas," rengek Raisa sambil memegang lengan Robby. "Please... "
Anye yang baru masuk mobil, jadi penasaran apa yang diminta Raisa.
"Gak bisa, Sa," tolak Robby.
"Please.... " Raisa terus memohon. "Mbak Anye, besok aku bolehkan, pinjem Mas Robby sebentar?"
Anye mengerutkan kening, merasa aneh mendengar Raisa meminta izin padanya. Dan Raisa memanggilnya Mbak, ah...sudah lama sekali rasanya dia tak mendengar panggilan itu, mungkin sejak ia mendapatkan surat keterangan mandul. "Mau kemana?"
"Besok, aku ada acara di salah satu hotel, bridal shower temanku."
"Terus, apa hubungannya dengan Mas Robby?" Anye tak faham kenapa Robby harus dilibatkan.
"Acaranya di salah satu hotel, lumayan jauh sih, di Tangerang. Dan Ibu gak kasih izin kalau aku pergi berdua aja dengan Sera, apalagi malam-malam."
"Kenapa gak bikin acara siang aja?"
Raisa memutar kedua bola matanya malas. "Ini kesepakatan bersama, bukan aku yang nentuin," ia tak bisa menyembunyikan raut kesalnya. Kalau saja dia sedang tidak punya rencana, males banget pura-pura baik seperti ini pada Anye, pake minta izin sama dia pula. "Gimana, bolehkan?"
"Aku sih terserah Mas Robby," Anye menatap suaminya, ingin tahu seperti apa jawaban Robby, benarkah suaminya itu sudah benar-benar tak mau lagi berurusan dengan Sera, atau semua yang dia ucapkan hanya bualan semata.
semangat anye'seperti semangat sagara yg sangat membara demi cintanya yg luar biasa.
siapa tahu ya Nye....masakanmu membuat mama Embun luluh dan memberi restu kamu sama Sagara.
Semangat Nye....