Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdua
"Cari apa, Kak?" Tanya Ayana.
"Cari yang segar-segar." Jawab Zidan singkat.
Ayana tampak berpikir sejenak.
"Apa itu yang segar-segar?" Tanya Ayana dengan tangannya bergerak menyiapkan gelas kosong berikut dengan teh dan gula.
"Tidak tahu nih, ternyata dikulkas tidak ada yang segar-segar." Jawab Zidan dengan wajah kecewa karena ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Beli saja, Kak!" Perintah Ayana.
Ayana menuangkan air panas kedalam gelas panjang, dan kemudian ia mengaduknya.
"Temani aku, yuk!" Ajak Zidan kepada Ayana.
Ayana langsung membuka matanya dan menatap kearah Zidan.
"Tidak salah, Kak?" Tanya Ayana terkejut.
Zidan pun berdiri dari posisi semula.
"Kenapa memangnya? Apa yang salah?" Zidan balik bertanya.
"Kan kita bukan mahrom, Kak. Tidak baik juga kalau pergi, apalagi aku seorang Isteri yang memiliki suami." Jelas Ayana.
Zidan terkekeh melihat ekspresi Ayana.
"Ya ampun, Za. Percaya sekali, aku hanya bercanda, Za. Tidak mungkin juga aku mengajak Isteri adikku sendiri. Apa kata orang-orang nanti?" Jawab Zidan dengan kekehannya.
Ayana menghembuskan napasnya.
"Syukurlah kalau begitu, Kak. Aku antar teh ke Ibu dulu ya, Kak!" Ucap Ayana yang kemudian pergi meninggalkannya.
"Hmm.."
***
"Membosankan sekali, Mas Fahmi sedang apa ya? Bagaimana ya caranya menjadi Pilot?" Gumam Ayana lirih.
Ia sedang duduk dibalik jendela kamar.
Terlihat daun-daunan hijau yang sedang bergesekkan dengan angin semilir menerpa wajah cantik Ayana.
Ayana memang sering sekali setelah menyelesaikan sholatnya, ia mengaji dan duduk dibalik jendela.
Karena, ditempat posisi itu membuat Ayana merasakan kenyamanan.
Namun, pandangannya sedikit terganggu dengan datangnya Zidan yang baru saja pulang dari mengajar.
Zidan masuk dengan mobilnya ke halaman rumahnya.
Terlihat tampan dan begitu menawan.
Sayangnya, hingga kini ia belum bersedia untuk menikah.
Jangankan menikah, kekasih pun ia tidak punya.
Ketika Zidan menutup pintu mobilnya, ia sempat melihat Ayana sedang melihat kearah bawah.
"Za? Sedang apa kamu?" Teriak Zidan dari bawah.
Ayana terkejut ketika Zidan ternyata memanggilnya.
"Eh, Kak. Sedang bersantai nih." Jawab Ayana menyeringai.
"Awas jatuh!" Ujar Zidan yang kemudian ia berjalan kearah dalam.
"Ih, kenapa sih dia pakai lihat aku sedang bersantai segala? Jadi tidak seru lagi kan!" Gumamnya.
Ayana kembali menikmati angin yang menerpa wajahnya.
Begitu segar dan terasa sejuk.
(Kapan ya aku hamil? Kalau begini terus, aku bisa bosan dirumah saja.)
Ucapnya dalam hati.
Ia begitu menginginkan segera mendapatkan momongan.
Agar ketika Fahmi sedang bertugas, ia tidak merasakan kesepian.
Apalagi Fahmi bertugas hingga berhari-hari bahkan sampai satu minggu atau dua minggu.
Dirumah ia hanya tinggal bersama Bu Fatimah dan Zidan saja.
Ia ingin sekali mencari kesibukan, supaya hari-harinya tidak terasa hampa.
***
"Ayana, Ayanaaa..!" Panggil Bu Fatimah kepada Ayana.
Ayana yang sedang didapur mendengar panggilan dari Bu Fatimah.
Ia menghentikan aktifitasnya, kemudian ia berjalan menuju kamar dimana Bu Fatimah tengah terbaring.
"Iya, Bu. Ibu panggil Ayana?" Tanya Ayana ketika berdiri didepan pintu.
"Betul, Nak. Kemari, Ibu ingin bicara." Ucap Bu Fatimah kepada Ayana.
Ayana menuruti permintaan Bu Fatimah, ia duduk ditepi ranjang.
Bu Fatimah telah menyandarkan punggungnya pada sandaran ranjangnya.
"Ada apa, Bu?"
"Ibu, sudah mulai sakit-sakitan, Nak. Ibu tidak tahu kapan Allah akan panggil Ibu." Ucap Bu Fatimah kepada Ayana.
Ayana terkejut mendengarnya.
"Kenapa Ibu bicara seperti itu? Ibu masih sehat kok, masih cantik! InsyaAllah Ibu panjang umur." Ayana menenangkan Bu Fatimah agar tidak berpikir macam-macam dikala sakitnya.
Bu Fatimah tersenyum.
"Nak, umur tidak ada yang tahu. Ibu ingin, sebelum Ibu tiada, sempat melihat dan bermain dengan cucu dari anak laki-laki Ibu." Pinta Bu Fatimah kepada Ayana.
Ayana yang semula berekspresi senyum, seketika mengendurkan senyumannya.
Ia terlihat sedikit bingung dan pasrah.
"Ibu harap, kamu dan Fahmi segera memberikan cucu untuk Ibu ya." Imbuh Bu Fatimah kembali.
Ayana mengembangkan senyumannya.
"InsyaAllah ya, Bu. Do'a kan saja supaya Ayana dan Mas Fahmi segera memberikan Ibu cucu." Jawab Ayana dengan hati yang lapang.
Bu Fatimah tersenyum dengan kondisi tubuh yang lemah.
"Semoga ya, Nak." Ucap Bu Fatimah.
"Sekarang, Ibu fokus pada kesehatan Ibu ya. Jangan berpikir yang macam-macam. Serahkan saja semuanya pada Allah ya, Bu. Kita hanya bisa menjalaninya." Ujar Ayana.
"Oh iya, Ibu ingin makan apa malam ini?" Imbuh Ayana bertanya kepada Bu Fatimah.
Bu Fatimah tampak berpikir sejenak.
"Sepertinya enak makan mie rebus tek-tek yang ada di ujung jalan sana." Ucap Bu Fatimah sedang membayangkan rasa mie rebus tek-tek yang berada diujung jalan itu.
Ayana mengerutkan dahinya.
"Diujung jalan? Jauh tidak, Bu?" Tanya Ayana.
"Hmm, tidak sih. Kamu minta antarkan Zidan saja pakai motor. Kalau jalan kaki ya lumayan jauh." Jawab Bu Fatimah.
"Ya sudah, Ayana belikan dulu ya, Bu." Ujar Ayana hendak bangkit dari tempat duduknya.
"Oh iya, pedas sedikit saja ya. Supaya keringat Ibu segera keluar. Siapa tahu setelah itu menjadi sehat kembali." Pinta Bu Fatimah kepada Ayana.
"Baik, Bu. Ayana izin beli dulu ya." Ucap Ayana.
Ayana meraih tangan milik Bu Fatimah, kemudian Ayana mencium punggung tangan Bu Fatimah.
Ayana berjalan menuju ruang tengah, disana sudah ada Zidan yang tampak sibuk memandang layar laptop dihadapannya.
Zidan melirik Ayana yang berjalan menuju pintu utama.
"Mau kemana, Za?" Tanya Zidan dengan sedikit penasaran apa yang akan dilakukan oleh Ayana.
Ayana menghentikan langkahnya.
"Mau beli mie rebus tek-tek diujung jalan, Kak. Ibu minta belikan, katanya sedang ingin makan itu." Jawab Ayana.
"Kamu mau sendirian?" Tanya Zidan kembali.
"Iya."
"Berani memangnya?" Zidan mulai menjahili Ayana.
"Memangnya kenapa? Tidak ada apa-apa juga kan?" Sahut Ayana dengan mengerutkan dahinya.
"Kata siapa!" Jawab Zidan.
"Lantas?"
"Banyak preman-preman disana! Memangnya kamu mau digoda-godain sama mereka? Malam-malam begini pula. Nanti dibawa kesemak-semak, bagaimana?" Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.
Ayana berpikir sejenak.
"Lalu bagaimana dong, Kak? Ibu minta belikan itu, sedangkan aku sudah berpamitan untuk membelikannya." Ayana terlihat bingung.
"Mau aku antar?" Zidan menawarkan dirinya.
Ayana memandang Zidan.
"Tidak usah, Kak. Kakak sedang sibuk kan?" Ayana merasa tidak enak ketika Zidan menawarkan dirinya untuk mengantarkan Ayana.
"Terus? Mau memberikan umpan kepada preman-preman itu? Terserah saja sih, kalau memang mau jalan sendirian." Zidan berpura-pura kembali dengan kesibukannya, menghadap pada layar laptop.
Ayana kembali berpikir.
"Ya sudah deh, ayo antarkan aku. Tapi, jalan kaki saja ya. Tidak usah pakai motor segala." Ucap Ayana.
Zidan tertawa dalam hatinya. Ternyata ia berhasil membuat Ayana takut akan apa yang telah ia ucapkan.
"Hmm, baiklah. Tapi, kalau jalan kaki sedikit lama tidak apa-apa?" Zidan bangkit dari tempat duduknya, dan menutup layar laptopnya.
"Iya sudah, tidak apa-apa, Kak. Yang penting jangan pakai motor." Pinta Ayana.
"Baiklah!"
***
"Kamu sih, tidak mau pakai motor!" Ucap Zidan dengan mensejajarkan langkahnya dengan Ayana yang berada disampingnya.
Ayana menenteng dua plastik kresek berwarna hitam.
Ia akhirnya turut membeli nasi goreng, karena ternyata ketika sampai ditukang penjual mie rebus tek-tek, ia kepingin nasi goreng. Sedangkan Zidan membeli mie goreng untuk mengisi perutnya yang rupanya sudah lapar.
"Kenapa memangnya?" Ayana bertanya kepada Zidan.
"Iya, jadi lama sampainya." Sahut Zidan.
"Tidak apa-apa lah, hitung-hitung olahraga malam!" Jawab Ayana.
"Olahraga malam mah bukan seperti ini." Zidan mengusap wajahnya.
"Lalu?" Ayana mengerutkan dahinya.
'Hmm, pakai bertanya segala. Kamu kan sering dengan Fahmi." Zidan memberikan jawaban yang membuat Ayana mendengus kesal.
"Ih, tidak jelas!" Jawab Ayana kesal.
Zidan terkekeh.
"Kamu tidak ingin menggunakan motor karena ingin berlama-lama denganku ya, iya kan?" Zidan mengorek jawaban dari Ayana.
"Apa sih, Kak? Jangan berpikir macam-macam deh." Ayana kesal dan sewot.
"Sudah mengaku saja, Za!" Zidan bertanya kembali.
"Kakak, kenapa sih? Suka sekali gangguin aku!" Ayana menghardik Zidan dengan menghentakkan kakinya diaspal.
Zidan menggelengkan kepalanya.
"Hahaha, kamu kepe-dean ah, Za. Sudah lah, aku duluan saja kalau dituduh mengganggu kamu!" Zidan melangkahkan kakinya lebih cepat sehingga Ayana jauh tertinggal.
Ayana teramat kesal dengan sikap Zidan yang semakin hari semakin jahil saja terhadapnya.
"Awas ya, Kak! Aku aduin kamu pada Mas Fahmi!"