NovelToon NovelToon
Ruang Hati Sang Kekasih

Ruang Hati Sang Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor
Popularitas:690
Nilai: 5
Nama Author: Yarasary

Bagi Krittin, pernikahan ini bukanlah tentang cinta—melainkan tentang balas dendam. Bertahun-tahun ia menyimpan kebencian mendalam terhadap keluarga Velora, yang dianggapnya telah menghancurkan keluarganya dan merampas segalanya darinya. Kini, dengan perjodohan yang dipaksakan demi kepentingan bisnis, Krittin melihat ini sebagai kesempatan emas untuk membalas semua rasa sakitnya.

Velora, di sisi lain, tidak pernah memahami mengapa Krittin selalu dingin dan penuh kebencian terhadapnya. Ia menerima pernikahan ini dengan harapan bisa membawa kedamaian bagi keluarganya, tetapi yang ia dapatkan hanyalah suami yang memandangnya sebagai musuh.

Ruang hati sang kekasih adalah kisah tentang pengkhianatan, luka masa lalu, dan perjuangan antara kebencian dan cinta yang tak terelakkan.


bagaimana kisah mereka? yuk kepoin kelanjutan nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yarasary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

" Hai Zizi. " Suara tak asing itu menyapa.

Hanian menoleh, " Kamu...? "

" Kita bertemu lagi. bukankah sangat menakjubkan kita bisa bertemu lagi dalam waktu yang cepat, mungkin ini yang di namakan jodoh. "

Bibir Hanian berkedut mendengar celotehan panjang pemuda tampan di hadapan nya, " Kamu yang waktu itu bukan? Kakak nya Hito? "

Dia mengangguk, " Celio. "

Hanian menangkap juluran tangan itu, dan saling melempar senyum. " Pergilah, sebentar lagi paman akan kembali. "

Celio mengikuti arah mata Hanian, dan benar saja jika pria yang waktu itu menatap nya tajam kini sudah berada di paling depan antrean. " Boleh aku minta nomor ponsel mu, aku janji akan pergi secepatnya agar tak sampai ketahuan. "

Yah urat malu Celio sudah hilang, tetapi pemuda itu bangga dan bersyukur karena gadis yang di incarnya tidak menolak, bahkan tanpa berpikir panjang langsung menuliskan beberapa angka di lengan putih Celio.

" Terima kasih Zizi. "

Hanian mengangguk, tak sempat menjawab ucapan Celio karena pemuda itu bergerak sangat cepat meninggal kan mobil. senyuman terukir indah di wajah Hanian, bahkan tanpa sadar gumaman keluar dari mulut nya, " Dia lucu. "

" Apa yang lucu? " Sahut kyler yang sempat mendengar dengan jelas suara Hanian.

Tak ingin mengumbar rahasia nya, Hanian memilih berbohong supaya tak memperpanjang pembahasan, " Paman. Paman lucu karena mengantri panjang dan berebut es krim dengan anak-anak di bawah umur. "

" Terima kasih, anda memang paling pintar memuji."

" apa masih ada yang anda inginkan nona? "

" tidak, ini sudah cukup. "

" baiklah, kita kembali sekarang.

.

.

******

Penthouse.

Brukk...

Tubuh Kyler terpental jauh setelah sebuah pukulan melayang tepat mengenai wajah nya. bahkan tanpa melihat, Kyler sudah tahu siapa pemilik tangang kekar itu.

" Paman... " Hanian berlari menghampiri kyler yang masih meringis kesakitan di atas lantai.

" Kak Tin, jangan... Ini bukan salah paman kak, tolong berhenti kak... "

" Lalu siapa yang harus di salahkan? Apa kau mau mendapat pukulan untuk menggantikan nya? "

Untuk pertama kali Hanian melihat wajah memerah kakak nya, lensa tajam yang menusuk hingga menciutkan nyali Hanian sampai tak berani berkutik atau pun menjawab pertanyaan pria di hadapan nya.

" Kenapa diam? JAWAB KAKAK AIZIVELLA!! " Suara lengkingan Krittin meruntuhkan segala pertahanan Hanian.

Gadis itu terisak keras, tubuh nya bergetar hebat karena ketakutan. Kyler mencoba bangkit, beringsut mendekati Krittin dan memohon dengan tangan yang di tangkup di depan wajah.

" Tuan silahkan hukum saya, saya bertanggung jawab karena membawa nona Zizi keluar tanpa sepengetahuan anda. Mohon hukum saya tuan. "

kali ini kyler tak meringis ketika sebuah tendangan ia dapat mengenai dadanya, ia bahkan sudah siap ketika Krittin kembali berjalan mendekat dan hendak memukul nya lagi.

Hanian secepat mungkin berlari dan memeluk tubuh kakak nya, kyler sudah terlalu banyak menerima kesalahan akibat perbuatan Hanian, dan untuk sekarang itu sudah terlalu berlebihan. Sepatutnya yang mendapat hukuman adalah aku, tapi aku selalu menjadikan orang lain sebagai tameng, sudah cukup paman kyler, aku harus terima hukuman apapun yang kak Tin beri, meskipun harus di pukuli.

" Hukum aku juga kak, aku salah, aku yang memaksa paman kyler, aku yang.... " Ucapan Hanian putus ketika tangan nya di tepis kasar hingga membuat nya mundur beberapa langkah.

" Sekarang sudah puas? sudah puas main-main nya? " Suara Krittin lebih rendah, deru nafas pria itu terlihat tak beraturan karena amarah yang menyelimuti pikiran nya.

" Apa yang terjadi? " Arsenal muncul dari balik pintu, jas putih kedokteran masih menempel rapi pada tubuh Arsenal. Memeluk tubuh Hanian yang tak berhenti sesenggukan.

" Tanyakan pada nya? Apa yang sudah dia lakukan. " Tangan Krittin mengusap kasar wajah nya, mendudukkan diri di sofa dan menghabiskan segelas wine sebelum gelas cantik memanjang itu terayun ke udara dan membentur keras nya lantai.

Prankk...

" Bisakah kau tenang? Kenapa tidak membicarakan nya baik-baik, aku rasa Zizi punya alasan nya sendiri... "

" Terus saja membelanya," Potong Krittin " Sekarang dia tidak bisa menurut dengan perkataan ku, mungkin dia berpikir aku terlalu keras mengekang nya. "

Hanian menggeleng, " Kak maafkan aku, hiks... Aku salah, aku salah kak, tolong hukum saja aku... "

" Untuk apa? Untuk apa aku menghukum mu kalau kedepannya terus kau ulangi. " Krittin berdiri, mengambil jas milik nya yang sempat ia lempar ke sandaran sofa.

" Berhenti menangis, aku sudah memaafkan mu. Mulai sekarang kau bisa hidup semaumu, kemana pun kamu pergi tidak perlu minta izin pada ku. aku melepaskan mu, aku tidak akan mengurus lagi kehidupan mu zi, kakak harap kamu bisa senang dan menikmati nya."

" Kak... Kak Tin tunggu, aku tidak ingin hidup bebas. Kak, kakak mau pergi kemana Hiks... KAKAK. "

"Zizi tenang." Arsenal menahan tubuh Hanian yang ingin menyusul Krittin.

" Dokter tolong antarkan aku, aku tidak ingin hidup bebas, aku salah... Tolong jangan tinggalkan aku kak. "

" Biarkan Tin pergi, dia membutuhkan waktu untuk menenangkan pikiran dan hati nya. Tenang saja dia tidak akan meninggalkan mu, Tin pasti kembali ke sini. "

" Kak Tin marah dokter! " suara Hanian parau bahkan patah-patah karena sesenggukan keras yang menahan tenggorokan nya.

" Karena dia khawatir sama kamu Zi, dia takut sesuatu terjadi sama kamu."

" Maafkan aku, aku salah, tolong maafkan aku. "

Arsenal mengusap punggung Hanian, " Kondisi mu akan memburuk kalau terus menangis dan kelelahan, dokter akan antar kamu ke kamar."

Hanian pasrah, mengikuti kemana tubuhnya di bawa. Rasa lelah membuat nya tak menunggu lama untuk terlelap, menyusuri alam mimpi dengan mata bengkak dan sembab.

.

.

******

Mansion Sylvester.

Suasana dalam kamar yang sunyi menjadikan kegelapan mendominasi setiap sudut ruangan. Cahaya rembulan masuk melewati jendela kamar yang terbuka lebar, menjadi cahaya satu-satunya yang menerangi seonggok tubuh seorang pria yang kini terduduk bersandar di atas karpet berbulu.

" Ibu aku merindukan mu. " Suara parau itu terdengar lirih, helaan nafas nya jelas seiring ketukan jam dinding yang berbunyi teratur.

" Ibu...apa kau di sana bersama ayah? Apa pria iblis itu juga mengirim mu pergi? Aku tidak percaya benar-benar di tinggal sendirian dalam kehancuran ini. Aku pikir dunia orang dewasa menyenangkan, ternyata semua berbanding jauh dari apa yang aku bayangkan."

Botol red wine kosong menggelinding di atas lantai kala kaki panjang Krittin menendangnya pelan, menciptakan suara benturan lain ketika benda berbahan beling itu tertahan di depan kaki meja.

Tak berbeda dengan keadaan Krittin. Velora juga tak bisa memejamkan mata malam ini, hidungnya tersumbat karena terlalu lama menangis.

 Sejak kepulangan nya dari taman pagi tadi, suasana hati Velora sangat buruk. di tambah kejadian yang menimpanya. Velora tidak sengaja bertemu dengan Aiden setelah tubuhnya tersambar mobil yang pria itu naiki, terpental di atas trotoan hingga membuat siku dan lutut nya terkelupas mengeluarkan banyak darah segar.

Aiden menawarkan diri untuk mengajak Velora berobat ke rumah sakit, pria itu merasa bersalah meski sebetulnya itu tak sepenuhnya kesalahan dia. Velora melamun, pikiran nya kalut hingga tak sadar terus berjalan meski lampu rambu-rambu menampilkan warna merah bagi para pejalan kaki yang hendak melintas.

Velora benar-benar mengabaikan tubuhnya, rasa sakit yang dialami tubuh nya tak dapat di bandingkan dengan luka hati yang begitu besar. Bahkan setelah tubuh Velora terkapar diiringi jeritan histeris orang-orang di sekitar yang berlalu lalang, wanita itu tak mengeluarkan rintihan sedikit pun selain air mata yang tak berhenti menetes. Dalam hati Velora berharap ia bisa hilang kesadaran karena kecelakaan yang ia alami, ia pikir dengan melukai tubuhnya beban di pikiran dan hati nya berkurang, tapi ternyata semua itu hanya pemikiran naif Velora saja. Buktinya setelah beberapa jam berlalu sejak pertemuan dengan gadis asing di taman, sampai malam menjelang pun Velora tetap tidak bisa mengutarakan isi hati nya sendiri. Orang-orang yang melihat kondisi Velora begitu memprihatinkan namun tidak bisa membantu apapun.

Suara dering telepon memecah keheningan dan lamunan velora, air mata hangat itu kembali menetes mengenai sarung bantal putih yang sudah basah sebagian. Membiarkan panggilan itu mengambang di layar kunci sampai terhenti otomatis setelah beberapa saat tak kunjung mendapatkan jawaban.

Velora mengangkat handphone nya, notifikasi telepon mengambang warna merah berada di ujung paling atas. Velora tahu siapa pemilik nomor itu, dia tidak pernah melupakan nomor yang ia simpan dengan baik selama tiga tahun ini, meskipun mereka tak pernah saling berhubungan, tetap saja Velora tidak pernah meninggalkan apapun jika itu menyangkut tentang Krittin.

Aplikasi telepon itu kembali muncul dengan nomor yang sama, Velora bahagia meski dadanya sesak memikirkan rencana apa yang ingin di lakukan suaminya. Ada apa dengan pria itu hingga hampir setiap malam menghubungi Velora, meski tak pernah ada jawaban yang keluar, Velora yakin Krittin ada di sana, pria itu mendengar nya, hal itu jelas terlihat dari helaan nafas panjang yang muncul setiap kali Velora bertanya tentang 'siapa anda? ' 'apa anda menghubungi orang yang salah? '.

 Jemari Velora bergerak menerima panggilan tersebut, seperti yang sudah ia duga, Krittin tetap diam di seberang sana. Hingga sepuluh menit berlalu, tetap tak ada yang mau membuka suara. Dan akhirnya Velora menyerah, karena dia pikir mungkin hanya dia yang kesulitan menahan perasaan nya, sedang Krittin tidak.

" Aku lelah. "

Suara serak Velora mengejutkan Krittin hingga pria itu menegakkan posisi duduk nya, menenggor sebotol red wine yang ia simpan di samping lengan kanan hingga tumpah menggenang di atas lantai.

" Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? "

1
Nur Rohimah
emosi banget ni orang, 😑
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!