Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunjukkan Diri
"Sudahlah, lebih baik kita tidur. Besok penerbangannya pagi, kan?"
Tanpa menghiraukan Annisa yang menatap curiga, Theo langsung melangkah menuju kamar mandi. Bukan sekadar cuci tangan atau cuci muka, melainkan mandi dan keramas.
Annisa menatap nanar ketika melihat rambut basah suaminya. Kecurigaannya makin menjadi. Pikirnya, untuk apa mandi dan keramas jika yang dilakukan hanya mengobrol dengan teman?
"Mas, tolong jujur sama aku. Kamu tadi ke mana?" Annisa kembali menghampiri Theo, mendesak kejujuran dari bibir suaminya itu.
Namun, yang ia dapat bukanlah kejujuran, melainkan tatapan tajam yang disertai tepisan kasar.
"Aku bertemu teman untuk mencari peluang bisnis, kamu malah mecurigai apa, hah? Kamu tidak sadar yang membuat kita seperti ini siapa? Adikmu yang sialan itu!" bentak Theo.
Alih-alih membantah, Annisa malah menunduk patuh. Bahkan, kecurigaan yang tadi menggebu pun sekarang terkikis oleh rasa bersalah. Tak seharusnya dia mencurigai Theo saat ini. Keadaan bisa dikatakan sedang di bawah, dan itu terjadi karena Riu. Harunya, dia bisa menenangkan suaminya, bukan malah melayangkan pertanyaan-pertanyaan yang memancing emosi.
"Maaf, Mas, aku tidak bermaksud mencurigai kamu. Aku hanya terlalu mencintaimu, jadi sering kali merasa takut kehilangan." Entah terlalu pengertian atau justru terlalu bodoh, Annisa malah meminta maaf kepada Theo.
Bak disanjung, keangkuhan Theo kian menjadi. Dalam hatinya sangat yakin bahwa Annisa tidak mungkin berpaling, jadi dengan mudah dia mengangguk tanpa harus menjelaskan apa pun. Kecurigaan pula berakhir dengan tidur bersama. Ahh!
________
Usai melewati malam panjang yang penuh cinta, pagi ini Riu dan Vale kembali fokus dengan aktivitas rutinnya, yakni bekerja. Keduanya kompak membersihkan diri bersama, lantas menyiapkan pakaian dan tas masing-masing.
Hari ini, Riu akan datang ke kantor tanpa kursi roda. Untuk pertama kalinya, dia akan menunjukkan kesembuhan itu kepada bawahan.
"Selalu cantik," puji Riu sambil memeluk pinggang Vale dari belakang.
Memang, Vale sangat cantik pagi itu. Tubuh rampingnya dibalut celana panjang merah dan kemeja hitam yang dipadukan dengan blazer merah. Rambut panjangnya digerai dengan gaya curly bagian bawah. Tampak elegan dan parasnya nyaris sempurna.
"Kalau aku tidak tampil cantik, nanti orang-orang akan menganggap kita tidak serasi," jawab Vale sengaja menggoda.
Namun, tidak termasuk bohong juga, karena saat itu ketampanan Riu berada di atas rata-rata. Dalam balutan pakaian formal, wibawa dan kharismanya terpancar jelas.
"Kamu makin pandai merayu." Riu bicara sambil mengeratkan pelukan dan mencium mesra pipi Vale.
"Sudah, jangan lama-lama! Kita belum sarapan. Nanti terlambat lagi," ujar Vale ketika Riu malah asyik menelusupkan kepalanya di ceruk leher. Jika diteruskan, tidak akan ada kata kerja lagi, melainkan mengulang adegan semalam. Maklum, pengantin baru yang sedang dimabuk asmara.
Dengan diakhiri kecupan manis di bibir, keduanya saling melerai pelukan. Lantas, bersama-sama ke meja makan guna menyantap roti panggang dan segelas minuman hangat yang sudah disediakan.
Setelah itu, Vale dan Riu berangkat bersama. Untuk pertama kalinya, Riu mengantarkan sang istri ke tempat kerja. Namun, untuk sementara dia tidak turun dari mobil, sehingga belum ada yang tahu siapa suami Vale.
Sesaat setelah Vale masuk ke kantor tempat ia bekerja, Riu kembali melajukan mobilnya. Dengan kecepatan yang cukup tinggi, ia meluncur menuju kantor miliknya.
"Aku yakin masih ada satu dua orang yang lebih berpihak pada Kakak. Heh, aku ingin tahu bagaimana ekspresi mereka ketika melihatku berjalan normal," gumam Riu sambil tetap fokus pada kemudi.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Riu tiba di kantornya. Sudah banyak karyawan yang datang, termasuk mereka-mereka yang kurang puas mendapat pemimpin seperti Riu.
"Dengar-dengar, perusahaan yang di luar negeri dijual oleh Tuan Riu. Tidak tahu apa maksudnya, tapi menurutku itu kurang baik."
"Betul. Ya, meskipun Nyonya Annisa dan Nyonya Camelia memang bersalah, tapi ... bukankah terlalu kejam jika perusahaannya dijual? Kasihan Tuan Jason juga, sudah merintis dari bawah, ehh ... malah sekarang menjadi milik orang lain."
"Aku juga tidak yakin perusahaan ini bisa terus berkembang jika Tuan Riu yang mengurusnya. Dia kan lumpuh. Mau apa-apa harus dengan bantuan orang."
Beberapa staf yang baru tiba, ternyata banyak yang membicarakan dirinya di belakang. Riu yang kala itu sudah berjalan memasuki area kantor, tersenyum miring sambil menjajari langkah mereka.
"Perusahaan memang tidak akan berkembang ... jika ada karyawan seperti kalian," ucap Riu dengan nada tegas.
Ketiga karyawan itu pun menoleh dan mendapati Riu sedang berjalan sempurna di sebelah mereka. Tanpa bisa berkata-kata, ketiganya sekadar menganga. Masih tak percaya jika pemimpin barunya bukan orang lumpuh. Mengingat dulu, semua berita mengabarkan bahwa kelumpuhan Riu adalah permanen.
Bersambung...