"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Larut Dalam Kesedihan
POV Adnan
Sejak pertama kali melihat wanita cantik itu, aku merasa kalau wanita cantik berkulit putih bersih bak pualam itu berbeda dari yang lain. Ia begitu serius mendengarkan seminar dimana aku menjadi nara sumbernya, seolah ilmu yang kuberikan amat penting untuknya.
Di saat mahasiswi lain hanya menatapku dengan tatapan terpukau akan ketampanan dan kharisma yang kumiliki, namun tidak demikian dengan wanita itu. Ia mencatat setiap poin penting yang kusampaikan, menunjukkan kalau ia memang tertarik dengan apa yang kusampaikan bukan hanya karena ingin melihat tampangku saja. Wajahnya terlihat serius membuat kecantikannya bertambah satu level di mataku.
Dari sekian banyak mahasiswi yang hadir sampai memenuhi gedung aula kampus, yang benar-benar mendengarkan materi yang kusampaikan tidak banyak. Namun hanya satu yang sampai mencatat setiap poin penting. Ya, dia adalah wanita cantik nan anggun itu.
Aku ingin berbicara dengannya. Ingin mengenalnya. Ingin tahu apa pendapatnya tentang materi yang kusampaikan dan aku beruntung hari itu. Sahabatnya Desi, mengajakku foto bersama. Kesempatan ini tak kusia-siakan. Aku berkenalan dengannya dan menyadari kalau wajahnya tak asing. Ya, dia adalah Kana, si artis yang pernah terkena skandal kepemilikan narkoba yang pernah menghebohkan infotainment. Kenapa dia bisa ada di seminar ini? Apa dia adalah mahasiswa di kampus ini?
Aku mengobrol dengannya. Anaknya asyik. Pembicaraan kami nyambung. Kami bertukar nomor dan aku rajin menghubunginya sekedar ingin mengajaknya bicara tentang topik umum.
Aku mulai serakah. Aku menyukai Kana. Entah kenapa, aku ingin memilikinya. Namun, aku tak mau menyakiti Rara. Raraku. Istri pertamaku yang amat kucintai dan kupuja.
.
.
.
Kepergian Rara membuatku begitu terpukul. Aku tak tahu kalau Rara selama ini memendam rasa sakit. Ia selalu terlihat ceria dan baik-baik saja meski kedua orang tuaku tak pernah merestui hubungan kami.
Saat aku membawa Rara ke rumah sakit pagi itu, aku tak menyangka kalau itu adalah saat terakhir aku memeluknya. Di dalam ambulan, saat Rara meregang nyawa sambil memegang tanganku, aku tak bisa berbuat apa-apa. Kami masih di jalan. Pertolongan pertama sudah tim medis berikan namun Rara tak selamat. Ia meninggal karena serangan jantung.
Aku hanya bisa meratapi kepergian Rara tanpa air mata. Satu jam ... dua jam ... delapan jam sudah aku hanya diam di depan gundukan tanah merah tempat Rara dimakamkan. Aku tak peduli hujan yang turun membasahi bajuku. Aku hanya ingin ikut dikubur bersama Rara. Aku tak ingin hidup lagi sampai ....
"Tuan, jangan terus larut dalam kesedihan."
Aku menengadahkan wajahku. Air hujan tak menetes di pakaianku, semua karena Bu Erin memayungiku sementara dirinya sendiri kehujanan.
Bu Erin tersenyum hangat, berusaha menyembunyikan rasa sedih dan kehilangan yang juga ia rasakan. Ya, Bu Erin pasti amat kehilangan. Anak satu-satunya, Rara, telah pergi untuk selamanya.
"Rara ... aku tak tahu dia sakit selama ini, Bu. Aku terlalu fokus bekerja sampai lupa memperhatikannya. Aku ingin Rara hidup dengan layak namun aku tak pernah mempedulikannya. Aku ... jahat, Bu." Air mata yang sejak tadi tertahan kini jatuh bak hujan deras. Bukan sedih karena kehilangan, aku menangis justru karena merasa menyesal tak bisa memberikan yang terbaik pada Rara.
"Tuan, jangan bicara seperti itu. Tuan hanya melakukan yang terbaik yang Tuan Adnan bisa. Semua sudah takdir Yang Maha Kuasa. Tuan tak bisa larut terus dalam kesedihan, ayo, Tuan, kita pulang!" Bu Erin membujukku yang terus menangis untuk pulang.
Bak mayat hidup, aku akhirnya pasrah saat Bu Erin mengajakku pulang. Langkahku terhenti di depan rumah megah yang aku bangun dari hasil kerja kerasku sampai lupa waktu. Baru 2 bulan aku dan Rara pindah ke rumah ini bersama Ibu Erin. Rumah megah yang kupersembahkan untuk Rara karena mau berjuang bersamaku saat aku dibuang keluargaku.
Bu Erin membawaku ke kamar. Ia membuatkanku secangkir susu hangat, menyiapkan handuk serta pakaian bersih untukku kenakan. Aku hanya duduk di lantai kamarku dengan baju yang basah seraya menatap kosong ke arah foto pernikahanku dan Rara.
Setiap kali melihat foto pernikahan kami, hatiku terasa sakit. Di foto itu, aku tak punya uang untuk membelikannya kebaya. Kami menikah sederhana dan tak mendaftarkannya di KUA. Ya, kami hanya berfoto di depan KUA namun tak bisa mendaftarkan pernikahan kami karena semua dokumen milikku ditahan Mama.
Rara meyakinkanku kalau ia tak masalah pernikahan kami tak tercatat hukum dan hanya sah di mata agama. Bagi Rara, bisa memilikiku adalah yang utama. Air mataku kembali menetes. Bagaimana aku bisa memutar waktu kembali agar aku bisa membahagiakanmu, Ra?
"Tuan! Tuan!"
Suara Bu Erin menyadarkanku. Aku terbaring di lantai. Bajuku sudah kering dan tubuhku terasa lemas.
"Ya ampun, Tuan!" Bu Erin nampak panik.
Aku tak ingat lagi apa yang terjadi sampai saat aku tersadar, semua di sekitarku berwarna putih. Di depanku nampak Rara terlihat sangat cantik. "Rara! Sayangku!"
Aku memanggil-manggil Rara namun ia seakan tak melihatku. "Ra! Rara! Ini aku!"
"Adnan, Adnan Sayang! Sadarlah!"
"Adnan!"
"Adnan, sadar, Nak!"
Suara Mama.
"Nak, sadar, Nak!"
Aku membuka mataku, kulihat Mama dan Papa menatapku dengan tatapan khawatir. "Ma," ucapku dengan suara pelan.
Mama memelukku seraya menangis sesegukan. "Adnan, syukurlah kamu sadar. Mama takut, Nak. Jangan tinggalkan Mama."
Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku juga tak tahu berapa lama waktu yang sudah kulewatkan. Aku seakan melupakan semua. Saat aku pulang ke rumah ... Rara menungguku di kamar kami.
Hidupku mulai kembali seperti semula. Setahun ... dua tahun ... tiga tahun ... aku hidup bersama 'Rara' dan aku bahagia sampai aku mengenal Kana. Bisnisku sukses besar dan aku menjadi politikus yang terkenal pro rakyat. Semua sempurna sampai Kana hadir di hidupku.
"Ra, aku menyukai Kana. Dadaku setiap melihatnya terasa hangat. Aku ... ingin memilikinya, boleh?" tanyaku pada 'Rara'.
Meski berat hati, 'Rara' akhirnya mengijinkanku menikahi Kana. Betapa besar pengorbanannya untuk kebahagiaanku. Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu.
.
.
.
Aku dan Kana akhirnya menikah secara resmi. Aku berhasil mengambil semua dokumenku yang Mama pegang. Meski Mama tak menyetujui hubunganku dengan Kana, aku tak peduli. Bagiku, restu 'Rara' yang utama. 'Rara' bilang, dia rela berbagi suami hanya pada Kana karena Kana adalah gadis yang baik.
Dengan penuh rasa bangga, aku berjalan menggandeng tangan Kana yang nampak amat cantik. Kana memang luar biasa, ia begitu memukau dalam balutan gaun pengantin super mewah. Oh iya, 'Rara' yang memintaku mengadakan pesta pernikahan mewah. Baik hati sekali bukan istriku itu? Hatinya sungguh seluas samudera demi membahagiakanku.
Pernikahanku dan Kana ramai memenuhi semua portal berita, baik elektronik maupun cetak. Aku dan Kana bak sepasang raja dan ratu yang nampak serasi serta menjadi pesta pernikahan impian semua orang. Kulihat, Kana amat berbahagia meski kutahu ia berbahagia di atas penderitaan 'Rara'-ku.
****
Sesuai janjiku pada Kana, aku akan melindunginya. Salah satu buktinya adalah aku akan menemukan orang yang memfitnah Kana agar terkena skandal narkoba. Orang suruhanku sudah mencari Rio, mantan manajer Kana.
Sayangnya, Rio tak mudah ditemukan. Ia berhenti dari dunia entertainment. Tak ada teman-temannya yang tahu dimana keberadaannya. Rio seolah hilang ditelan bumi. Aku makin mencurigai sesuatu. Ada orang yang membiayai Rio sehingga dia bisa berpindah-pindah tempat tinggal terus. Siapa orang itu? Kenapa dia melakukannya? Apa dia mengincar Kana?
ayo Lu... pembawa acara.. lawan Adnan ... kalah debat kan
dasar netizen, seneng bener goreng²🤦🏻♀️