~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Mata Dinar berbinar ketika ia berada ditengah tengah sebuah taman bunga yang sangat luas. Dua tangannya terangkat dengan tubuh berputar dan menghirup udara segar sebanyak banyaknya.
Dia ingin menyegarkan paru parunya yang sudah terbiasa menghirup udara kotor ibukota. Langit yang cerah membuat semuanya terasa sangat sempurna. Ingin sekali gadis itu membuat tembok tinggi sebagai pembatas agar suami arogannya tidak dapat menemukannya di tempat ini.
Hingga matanya terkunci pada sosok tampan berbaju serba putih yang sedang menghampirinya. Tubuh tinggi dengan badan proporsional itu terlihat sangat cerah, tubuhnya bersinar seperti baru saja treatment di salon mahal. Dinar seperti tidak asing dengan wajah rupawan didepannya.
"Hai, Dinar...senang akhirnya bisa bertemu denganmu. Kau sangat cantik!" sapa pria muda itu dengan bersemangat dan sangat ramah.
"H-hai juga, bagaimana kau bisa tahu namaku? Aku tidak mengenalmu," cicit Dinar yang reflek duduk di atas hamparan rerumputan hijau ketika pria yang baru saja datang itu duduk tepat disampingnya.
"Kita memang tidak saling mengenal, tapi seutas benang merah telah mengikat takdir kita. Dari mereka semua aku hanya diijinkan untuk menemuimu."
"Aku tidak mengerti," kilah Dinar tak mengerti dengan semua yang diucapkan pria yang baru saja bertemu dengannya itu.
"Maaf tentang malam itu, tapi demi apapun kau masih murni."
"K-kau??"
"Jangan menatapku seperti itu, aku takut kau akan jatuh cinta padaku. Suamimu galak sekali....dan aku tak akan pernah bisa melawannya," kelakar pria muda itu ketika melihat tatapan tanya sekaligus takut dari mata bulat Dinar.
"Krisna....tidak mungkin!"
"Tak ada yang tak mungkin di dunia ini, hari ini aku rasa sudah cukup. Setidaknya aku sudah minta maaf padamu," ujar sosok yang mirip dengan Krisna itu.
"Apa maksudmu dengan 'hari ini cukup'? Aku akui kau memang tampan tapi aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!"
Dan sosok Krisna itu tertawa terbahak hingga bahunya tergetar.
"Hari ini adalah pertemuan pertama kita. Tapi besok suatu saat kita akan bertemu lagi. Ada sesuatu yang harus aku sampaikan padamu...tentang kematianku."
"Tidak mau!" teriak Dinar yang langsung bangkit dan berlari sekencang kencangnya meninggalkan pria yang masih tenang duduk sambil menatap setiap langkahnya.
Tapi anehnya kakinya terasa berat sekali untuk digerakkan, bagaimanapun cepat langkahnya tapi tetap saja dia seperti tak bisa meninggalkan sosok berbaju putih dan tampan itu.
Sampai akhirnya ia bisa bangun dengan terbatuk batuk, nafasnya tak beraturan dengan jantung berdegup dengan keras.
Krisna sudah mati, bagaimana bisa pria itu dengan lancang masuk ke dalam alam mimpinya? Tentang kematian, ada apa di balik kematian putra kedua Whisnu Wirabumi itu? Dan kenapa harus bicara padanya, mereka bahkan tak pernah saking mengenal sebelumnya.
*
"Apa rumah ini tidak terlalu kecil Tuan? Apa anda akan nyaman tinggal di sini?"
Semalam Bara gagal bertemu dengan pria yang supirnya maksud, yaitu pria yang menjadi tangan kanan ayahnya sebelum Anom diangkat menjadi orang kedua di Wirabumi. Pria itu ternyata sedang pergi keluar kota dan baru akan kembali sore nanti.
Dan karena kelelahan dia malah tertidur di rumah yang ingin ia sewa. Bara tidak ingin Malik ataupun Wening terlalu mencampuri pernikahan di atas kertasnya. Dia ingin mengendalikan penuh rumah tangganya tanpa campur tangan siapapun.
"Ini cukup, lagipula ini yang terdekat dengan perusahaan. Aku sudah bayar rumah ini untuk dua tahun di muka, bisakah kau urus sisanya?"
"Tentu saja Tuan. Kepala pengawal menanyakan keberadaan anda pada saya, mungkin Tuan Malik khawatir pada anda," ujar sang setelah membaca pesan yang terkirim padanya. Semalam ia tak berani mengganggu istirahat Baratha yang tertidur di sofa ruang tamu karena tahu kondisi pria itu.
Bara menaikkan satu sudut bibirnya, itulah salah satu alasan ia tidak mau tinggal di mansion Wirabumi. Malik terlalu ingin mengendalikan setiap penerusnya tanpa terkecuali!
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪