Pernikahan mereka dan hubungan mereka hancur karena kesalahpahaman. Setelah mengetahui penyamaran masing-masing. Kesalahpahaman itu akhirnya terbongkar. Bagaimana cara Kalix mengobati luka menyakitkan di hati Callista dimasa lalu?
Jangan lupa baca cerita author tanpa diskip ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Bahkan dari bukti rekaman CCTV yang mereka dapatkan, Kalix dan Aston tidak mampu menemukan lokasi keberadaan Callista.
"Sepertinya Morgan berusaha menghalang-halangi pencarian kita untuk menemukan keberadaan Callista."
Kalix berkata seperti itu bukan tanpa sebab. Morgan bukan orang biasa, pria itu sudah bergelut di dunia bawah tanah selama puluhan tahun.
Untuk menjalankan bisnis haramnya, Morgan membutuhkan kemampuan cerdik agar bisnisnya lancar.
"Sewa beberapa detektif swasta mencari keberadaan istriku. Aku yakin Callista selama ini bersembunyi di Jepang."ujar Kalix dengan wajah serius.
"Baik, Tuan." sahut Aston sebelum keluar dari apartemen.
"Bukankah Callista tidak bisa berjalan? Aku harus mencari catatan medis Callista di setiap rumah sakit yang ada di Tokyo."
Kalix memutuskan melangkah ke dalam apartemen dan mengambil laptopnya. Ia mengotak-atik sesuatu di laptopnya hingga menampilkan kode-kode rumit yang sulit dipahami oleh orang awam.
"Halo"
"Aku membutuhkan bantuan mu."
Kesepuluh jemari Kalix bergerak cepat menari-nari di atas keyboard laptopnya mendengarkan instruksi dari sambungan teleponnya.
Sepuluh menit kemudian, Kalix menekan tombol enter menampilkan daftar pasien yang berkunjung ke rumah sakit selama sepekan.
"Terima kasih. Aku sudah mentransfer bayaran mu." sahut Kalix sebelum mengakhiri panggilannya.
#
#
#
Keesokan harinya
Sehari sebelum liburan mereka usai, Kalix tak kunjung menemukan keberadaan Callista. Keberadaan wanita itu sangat sulit dideteksi.
Dengan raut wajah lelah dan dua mata panda di bawah matanya, Kalix memutuskan pergi ke rumah sakit yang dikunjungi Callista untuk terakhir kalinya.
"Aku harap hari ini Tuhan ataupun takdir berpihak pada kita. Aku berharap bertemu denganmu." gumam Kalix dengan mata berkaca-kaca duduk di bangku taman rumah sakit.
Dengan tatapan sendu, Kalix menatap lobi rumah sakit dengan penuh harapan.
"Tuhan, beri aku kesempatan kedua bertemu dengan Callista. Aku sangat ingin bertemu dengannya."
Lagi-lagi Kalix mengucapkan kalimat itu dengan raut wajah penuh harapan.
Sejam, dua jam berlalu. Namun, Callista tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Drett
Drett
Drett
Ponsel Kalix tiba-tiba berdering. Kalix langsung mengangkat panggilan itu setelah melihat nama si penelpon.
#
#
#
Disisi lain
Callista melakukan pengobatan seperti biasanya. Kali ini Callista ditemani oleh seorang maid pergi ke rumah sakit.
Ceklek
Dokter Stella tersenyum hangat menyapa Callista.
"Nona. Tumben anda tidak datang dengan Tuan Morgan. Apa Tuan Morgan memiliki tugas penting di luar negeri?" tanya Dokter Stella saat tidak melihat keberadaan Morgan di samping Callista.
"Morgan memiliki schedule meeting yang tidak bisa ditinggalkan. Aku membawa maid kediaman Morgan bersama ku." sahut Callista tersenyum tipis.
Dokter Stella melirik sekilas kearah maid yang berdiri di belakang Callista sebelum memulai pengobatan.
"Apa Anda masih rutin mengonsumsi obat yang saya resep kan?" tanya Dokter Stella.
"Masih, dok."
"Apa Anda bisa merasakan pijatan saya di kaki Anda?" tanya dokter Stella menyentuh salah satu lutut kaki Callista.
"Bisa." sahut Callista tersenyum tipis.
Beberapa hari ini Callista mulai bisa merasakan rangsangan akan sentuh di kedua kakinya. Besar kemungkinan syaraf pada kedua kakinya mulai sembuh.
Dahi dokter Stella berkerut mendengar jawaban Callista. Wanita paruh baya itu merasa bingung, mengapa Callista tidak kunjung bisa menggerakkan kedua kakinya.
"Baiklah."
Dokter Stella menghentikan obrolan mereka dan melanjutkan terapi.
Menjelang sore, Callista memutuskan pulang sesudah terapi. Maid mendorong kursi roda Callista dari belakang.
"Nona, saya kebelet ingin ke toilet. Bisakah Anda menunggu saya disini?" tanya maid yang mendorong kursi roda Callista.
"Baiklah. Jangan lama-lama. Sepertinya hari sudah mulai gelap. Aku khawatir Morgan tidak menemukan keberadaan kita di rumah saat kembali dari kantor."sahut Callista.
Callista termenung di lorong rumah sakit menunggu kedatangan maid. Tiba-tiba seorang anak kecil perempuan berusia 5 tahun meletakkan sebuah kertas di atas pangkuannya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, anak itu berlalu dari sana.
Dengan wajah bingung, Callista memutuskan membuka kertas itu.
"Jauhi Kalix, atau kedua anakmu akan mati dengan tragis di tanganku!"
Ting
Tiba-tiba nomor anonymous mengirim sebuah foto dan dua baris kalimat ke nomor Callista.
"Kedua putra mu tumbuh dengan sangat baik. Bagaimana jika keduanya aku kirim ke neraka bersama kedua orang tuamu?"
Kedua tangan Callista bergetar membaca isi kertas dan pesan itu.
"Siapa kamu?" tanya Callista membalas nomor asing itu.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku! Cukup satu yang harus kau tahu, banyak pasangan mata yang sedang mengawasi mu!"
Callista tiba-tiba mendorong kursi rodanya menuju lobi di rumah sakit. Dengan wajah panik, berkeringat dan air mata berlinang, Ia mencari keberadaan orang yang mungkin saja mencurigakan menunggunya di depan rumah sakit.
Seseorang tiba-tiba menyentuh pundak Callista dari belakang.
"Callista..." panggilnya dengan suara lirih.