NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Swoosh.

Suara desir pedang Aura yang terhunus terdengar. Berlari maju dengan cepat, mata hitam Lucius terarah pada Erick di depan. Pedang kayu dalam genggamannya yang diselimuti aura biru besar dan liar bergerak lebih cepat dari dirinya mengincar Erick.

Meloncat ke belakang, Erick melihat bagaimana aura liar itu menghancurkan tanah dengan brutal. Ini memang latihan, tapi dia tetap akan terluka cukup parah jika menerima serangan itu begitu saja. Melihat adanya celah dan kesempatan, Ercik segera melesat maju ke arah Lucius. Pedang Aura di tangannya juga terhunus.

Trakk.

Suara kedua pedang Aura yang beradu terdengar jelas. Meskipun mereka berdua menggunakan pedang kayu bukan pedang sungguhan, hempasan angin yang tercipta saat kedua Pedang Aura bertemu cukup kuat.

"Kau semakin alih, nak," tertawa, Erick memuji Lucius. Menguatkan genggaman tangannya, dia berusaha mengimbangi tenaga Lucius. "Tapi, tidak semudah itu."

Kembali meloncat ke belakang dan memisahkan pedang kayu mereka yang beradu, Erick dengan cepat kembali melesat maju ke arah Lucius. Namun kali ini, dia mengincar kaki kanan lawan. Meski sudah berusia, sebagai salah satu Captain Blue Royal Knight, dia masih sangat kuat dan enerjik.

Lucius yang sadar arah serangan Erick yang mengincar kaki kanannya juga tidak berdiam diri. Menurunkan pedangnya, dia menahan serangan tersebut.

Trakk.

Sekali lagi, pedang kayu Lucius dan Erick beradu. Mereka berdua berusaha mendominasi, namun, posisi Lucius yang mempertahankan kaki kanan membuatnya sedikit kesulitan. Tapi, dia tidak putus asa, memanfaatkan fleksibel tubuhnya, dia meloncat sambil memutar badan untuk menendang Erick.

Erick segera meloncat menghindari tendangan tiba-tiba Lucius. Tidak membuang kesempatan yang tercipta, Lucius bergerak cepat untuk kembali menyerang. Dalam pertarungan, kecepatan serta kekuatan adalah salah satu kunci kemenangan, dan dia percaya akan dua kemampuannya tersebut.

Swoossh.

Menghunus pedang kayu yang dibaluti Aura, mata hitam Lucius mengincar titik terbuka dari Erick yang berdiam diri. Tangan?—tidak. Kaki?—juga bukan. Kepala?—terlalu beresiko. Pundak kiri?—benar, itu dia!

Mengincar pundak kiri Erick, Lucius mengayunkan pedangnya. Dia mengumpulkan segenap tenaganya, karena tahu, serangan ini bisa menjadi penutup sesi latihan kali ini.

Erick yang melihat Lucius mendekat dengan kecepatan luar biasa juga segera mengangkat pedang untuk menahan serangan. Dia juga tahu, serangan ini adalah serangan penutup. Jadi, dia juga akan meladeninya dengan sepenuh hati. Tawa keras memenuhi wajahnya. "Ayo!! Kemarilah!!"

Jarak antara mereka berdua semakin dekat dan dekat. Namun, sebelum pedang mereka berdua beradu untuk sekali lagi, suara keras tiba-tiba terdengar.

Krekkk.

Bersamaan dengan suara keras tersebut, pedang kayu yang ada dalam genggaman Lucius tiba-tiba patah dan hancur.

"....."

"....."

Berhenti dan terdiam, Lucius yang tertegun dengan apa yang terjadi hanya dapat menatap pedang kayu yang hancur dan kemudian Erick.

"Patah dan hancur lagi?" tanya Erick yang segera menonaktifkan Auranya. Menggaruk kepala yang tidak gatal, dia menatap Lucius. "Ini sudah yang keberapa kali, ya?"

"....."

Lucius masih terdiam. Dia tidak bisa menjawab, bahwa pedang kayu yang patah ini adalah pedang ke lima belas. Dalam jangka waktu beberapa malam ini, dia sudah menghancurkan banyak sekali pedang kayu dari tempat latihan Blue Royal Knight.

"Maaf," menunduk meminta maaf, Lucius hanya dapat berpikit bahwa Cliff pasti akan mempermasalahkan kerusakan ini nantinya. "Saya akan menggantinya dengan gaji bulanan saya."

"Tidak perlu," tolak Erick dan berjalan mendekati Lucius. "Pedang kayu ini sudah tua dan tidak layak pakai. Buat apa kau menghabiskan gajimu yang tidak seberapa untuk itu?"

"Tapi—" balas Lucius cepat. Tapi, Erick dengan segera menghentikannya. "Daripada itu, lebih baik kau berpikir bagaimana cara berhenti menghancurkan pedang kayu."

Lucius sekali lagi kembali terdiam. Dia tahu apa yang dikatakan Erick benar. Dia tidak tahu kenapa, tapi, pedang kayu yang digunakannya untuk berlatih selalu patah. Bahkan, sesungguhnya, ada satu pedang besi yang juga hancur dengan kondisi sama.

"Aku merasa ini karena Auramu." Ujar Erick lagi. Aura Lucius sesungguhnya sangat aneh. Seumur hidupnya, dia tidak pernah melihat Aura sebesar dan seliar ini. Aura yang merupakan Mana seharusnya netral, tapi untuk kasus Lucius Auranya terlalu berbeda.

Erick sesungguhnya ingin bertanya pada orang lain akan Aura Lucius. Akan tetapi, perintah Kaisar Owen yang melarang siapapun mengungkap apa yang terjadi pada Lucius membuatnya tidak dapat berbuat apa-apa.

"..... "

Lucius masih diam membisu. Perlahan, dia mengeluarkan pensil pemberian Axillion dari sakunya. Menatap pensil itu, dia berpikir bahwa ucapan Erick salah. Jika itu benar, bagaimana pensil ini tetap utuh?—dia telah mencoba melatih mengendalikan Auranya berhari-hari dengan pensil tersebut.

Melihat Lucius yang diam membisu menatap pensil pemberian Axillion, Erick menghela napas. Dia sudah menyarankan Lucius bertanya secara langsung pada Axillion apa penyebab kejadian ini. Tapi, Axillion yang setiap hari mengurung diri dalam kamar sama sekali tidak pernah memperlihatkan batang hidungnya.

"Lucius," panggil Erick, membahas sesuatu yang tidak memiliki jawaban adalah sesuatu yang sia-sia. Karena itu, dia mengubah topik pembicaraan mereka. "Apa kau sudah memutuskan untuk mengikuti Turnamen Mahkota Perak?"

".... "

Lucius kali ini benar-benar tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan Erick. Turnamen Mahkota Perak. Dia sudah memikirkannya beberapa hari, hanya saja dia tidak tahu ingin mengikutinya atau tidak.

Sesuai kata Erick, jika dia mengikuti Turnamen Mahkota Perak, dia mungkin bisa mendapatkan nama yang akan membantu masa depannya. Tapi, Turnamen Mahkota Perak di mulai dua minggu sebelum pertandingan final turnamen. Para peserta akan dikarantina dan tidak dapat meninggalkan tempat jika belum gugur. Jika dia mengikutinya, bagaimana dengan tugasnya menjaga pintu kamar Axillion yang baru berjalan satu minggu?

Menghela napas panjang, Lucius hanya dapat menatap Erick putus asa. "Saya benar tidak tahu..."

...****************...

"Kalian dari Istana?" tanya seorang pria pada beberapa orang yang berdiri di depannya. Dia adalah penangung jawab dari Arena Oracla, arena di mana semi final dan final Turnamen Mahkota Perak diadakan.

"Benar," jawab salah satu pria yang mengatakan mereka adalah utusan dari Istana Kekaisaran. "Kami datang untuk inspeksi arena final pertandingan Turnamen Mahkota Perak."

"Bukankah beberapa hari yang lalu kalian baru datang inspeksi?" tanya sang penangung jawab Arena Oracla lagi. Dia tidak meragukan identitas mereka sebagai utusan Istana, sebab pakaian dan juga plat pengenalan diri mereka memang benar dari Istana.

"Kami hanya menjalankan perintah atasan." Senyum pria tersebut menjawab pertanyaan yang terarah padanya.

"Baiklah, baiklah," tidak ingin berbicara lebih banyak lagi, sang penangung jawab Arena Oracla mengijinkan para utusan Istana masuk ke dalam. "Silakan."

Para utusan istana tersenyum. Tidak mengucapkan sepatah katapun lagi, mereka masuk ke dalam dan berpencar. Sang penangung jawab arena hanya menatap dari jauh dan tidak berkeinginan menemani mereka.

Para utusan istana yang berpencar mulai melakukan tugas mereka. Memeriksa Arena, memeriksa tempat duduk para anggota keluarga Kekaisaran, bangsawan dan rakyat biasa. Sang penangung jawab Arena Oracla tidak sadar sedikitpun bahwa, para utusan istana tersebut menggambarkan sesuatu pada beberapa kursi rakyat biasa di berbagai penjuru arena—sebuah lingkaran sihir berwarna merah darah.

...****************...

1
Evi Pebrianti
bagus
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😍😍

Aku akan berusaha membuat cerita ini semenarik dan seseru mungkin😘
total 1 replies
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!