Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harpy
Semua orang bekerja bersama dengan semangat meski belum sepenuhnya memahami rencana Wira. Kinta memanggil Undead untuk membantu memotong kayu, sementara Malika dan para Orc membawa potongan kayu yang sudah selesai. Di sisi lain, Sumba bekerja bersama Wira untuk membakar dan meluruskan kulit monster yang nantinya akan dijahit.
Konjing dan para Kobold bertugas mengukir kayu menjadi bentuk yang sesuai dengan desain Wira, lalu merangkainya menjadi kerangka perahu. Untuk menyambungkan bagian-bagian tersebut, Sumba menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kristal yang akan digunakan sebagai paku.
Sesekali, kawanan Harpy datang untuk mengganggu. Namun, ancaman itu dapat diatasi dengan mudah oleh tim yang semakin terlatih. Sementara itu, Wira tetap fokus menjahit kulit monster yang telah dipanaskan, memastikan setiap bagiannya rapi dan kuat.
Setelah beberapa jam bekerja keras, perahu yang mereka buat akhirnya selesai. Wira memeriksa dengan cermat setiap detailnya, memastikan tidak ada kesalahan. "Ini cukup baik. Kita bisa menggunakannya," ucapnya dengan senyum puas.
Namun, rasa penasaran tetap melanda semua orang. Konjing akhirnya tidak bisa menahan diri lagi. "Tuan Wira, sebenarnya apa yang sedang kita buat?" tanyanya.
Wira hanya tersenyum tipis. "Hm, kau akan segera melihatnya," jawabnya penuh misteri.
Ia lalu mengeluarkan kristal angin dari ranselnya. Dengan memfokuskan sedikit energi Ki, Wira mengaktifkan kristal tersebut dan melemparkannya ke dalam tumpukan kulit monster yang sudah dijahit rapi.
Buzzz!
Kristal itu meledakkan energi angin di dalam tumpukan kulit, membuatnya mengembang seperti balon raksasa. Semua orang tertegun melihat kulit monster yang berubah menjadi balon besar dan mengapung di udara.
Tanpa menunggu lebih lama, Wira memerintahkan Malika dan tim untuk menarik balon itu menuju perahu. Para Kobold segera mengikatnya dengan tali yang telah disiapkan. Proses ini diulangi dua kali, hingga total tiga balon raksasa terpasang di atas perahu.
Ketika akhirnya semua selesai, semua orang berdiri terpana melihat hasil kerja keras mereka. Sebuah kapal udara yang besar, kokoh, dan siap digunakan.
"Apa lagi yang kalian tunggu? Cepat naik! Kita punya sarang burung untuk diserang!" seru Wira dengan semangat, berdiri di atas kapal yang mulai melayang rendah.
"Yes, Sir!" teriak semua orang serempak. Dengan antusias, mereka menaiki kapal, termasuk Kinta, Sumba, dan Malika. Berkat perhitungan cermat Wira, kapal itu mampu menahan beban binatang-binatang besar yang beratnya mencapai berton-ton.
Setelah semuanya siap, Wira menggunakan kristal api untuk menghasilkan panas yang akan mengangkat balon lebih tinggi. Perlahan tapi pasti, kapal mulai melayang di udara. Angin menerpa wajah mereka, memberikan sensasi terbang yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Namun, euforia itu tidak berlangsung lama. Dari kejauhan, kawanan Harpy mulai mendekat dengan kecepatan tinggi.
"Bersiap untuk pertarungan!" seru Wira. "Pemanah, jangan biarkan mereka mendekati balon. Jika balon ini rusak, kita semua akan jatuh!"
Dengan cepat, semua orang mengambil posisi. Para pemanah bersiap dengan busur mereka, sementara yang lain menjaga bagian kapal. Kapal udara itu kini melayang menuju sarang Harpy, bersiap menghadapi pertempuran.
***
Di dalam sarang Harpy, Konlot yang baru saja diculik dimasukkan ke dalam salah satu lubang yang berfungsi sebagai penjara. Tempat itu penuh dengan lubang-lubang lain yang menahan korban penculikan Harpy.
Meskipun para korban berasal dari berbagai ras seperti Goblin, Kobold, Orc, Lizardman, dan lainnya. Mereka semua memiliki satu kesamaan yaitu mereka adalah pejantan.
Konlot duduk di sudut penjaranya, ketakutan dan gemetar. Ia terus memikirkan nasibnya yang suram. "Seharusnya aku mendengarkan ayahku. Tetap bekerja di tambang sampai nanti aku bisa menjadi presiden," gumamnya penuh penyesalan.
Tiba-tiba, suara pintu yang didobrak memecahkan keheningan. Diikuti oleh bunyi kepakan sayap yang riuh, suara itu menarik perhatian Konlot. Dengan rasa ingin tahu bercampur takut, ia mendekati celah kecil di dinding untuk melihat apa yang terjadi.
Dari celah tersebut, Konlot menyaksikan tiga Harpy menyeret seorang tahanan Minotaur dari penjaranya. Minotaur itu meronta dan memberikan perlawanan sengit, bahkan berhasil membunuh salah satu Harpy dengan pukulannya. Namun, dua Harpy yang tersisa segera melumpuhkannya.
Konlot terperangah melihat apa yang terjadi selanjutnya. Kedua Harpy itu, tanpa peduli dengan kematian rekannya, mulai melakukan proses perkembangbiakan dengan Lizardman yang sudah tidak berdaya.
Pemandangan itu membuat Konlot kaku di tempat. Ia ingin memalingkan pandangannya, tetapi rasa penasaran membuatnya terpaku, mengabaikan rasa takut yang dia alami sebelumnya. Namun, dalam kenikmatan mengintip, Konlot tidak menyadari kehadiran Harpy lain yang memasuki ruangan selnya.
Pintu penjara Konlot terbuka dengan bunyi berat, diikuti oleh langkah lembut seekor Harpy yang menatapnya dengan penuh perhatian. Burung humanoid itu berdiri di depan pintu, mengamati Konlot dari atas ke bawah, burung itu tersenyum lalu menutup pintu dengan kakinya yang bersisik.
Merasakan tatapan tajam Harpy, Konlot segera mundur ke sudut selnya. Ia tahu apa yang akan terjadi, tapi ia juga sadar bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan.
'Bukan karena aku pengecut, tapi melawan mereka jelas percuma.' Konlot mencari pembenaran.
Harpy itu kembali tersenyum, memperlihatkan gigi tajam yang kontras dengan wajahnya yang menawan. Dengan langkah hati-hati, ia mendekati Konlot. Konlot menahan napas, menatap makhluk itu dengan ketakutan bercampur pasrah.
Tiba-tiba, Harpy membungkuk dan memeluknya dengan gerakan lembut. Dekapan hangat itu begitu nyaman, membuat Konlot lupa akan banyak hal. Dalam kebingungan dan pasrah, ia pun membalas pelukan itu. Tidak berhenti di sana, Harpy itu mendekatkan wajahnya ke Konlot, memberikan ciuman panjang yang membuat Kobold itu kehilangan akal sehatnya.
Konlot yang awalnya diliputi ketakutan kini merasa pikirannya mulai bercampur aduk. Harpy itu menguasai seluruh perhatian dan tubuhnya, membuatnya lupa akan nasib buruk yang dia alami.
***
Puluhan Harpy segera terbang keluar dari sarang mereka, menghadang kapal udara yang mendekat. Monster burung itu melaju cepat, cakar tajam mereka siap untuk menyerang.
Namun, para penumpang di kapal udara tidak tinggal diam. Mereka segera melawan serangan itu, melepaskan anak panah ke arah Harpy yang mendekat. Belasan Harpy jatuh tak berdaya, terluka oleh hujan panah.
Menyadari bahwa serangan langsung hanya akan menyebabkan kerugian, para Harpy mengubah taktik. Mereka memecahkan bebatuan dari tebing menggunakan cakar kaki mereka dan melemparkannya ke arah kapal udara.
Namun, Malika dengan cepat menghentikan batu-batu itu menggunakan kekuatan telekinesis. Dengan mudah, ia mengembalikan batu-batu tersebut ke arah para Harpy yang melemparkannya.
Melihat banyak dari mereka tewas, sisa Harpy memilih untuk mundur dan kembali ke dalam sarang. Tanpa gangguan lebih lanjut, kapal itu berhasil berlabuh di mulut gua, yang tak lain adalah sarang para Harpy.
“Apakah mereka akan menyergap kita di dalam?” tanya Konjing cemas.
“Kemungkinan besar, ya,” jawab Wira sambil melompat dari kapal ke mulut gua, diikuti oleh yang lainnya. “Akan sangat disayangkan jika kita harus memusnahkan mereka semua.”
Mereka menyusuri lorong gelap hingga sampai di sebuah aula besar. Ratusan Harpy beterbangan di langit-langit, menciptakan bayang-bayang menakutkan.
**DUM!**
Suara dentuman keras terdengar ketika sebuah batu besar menutup pintu di belakang mereka. Kini Wira dan yang lainnya terjebak di dalam aula, dikelilingi oleh Harpy.
Semua bersiap siaga, senjata terhunus, dan perisai terangkat. Mereka tahu serangan bisa datang kapan saja. Ketegangan menyelimuti suasana, hingga kepakan sayap memecah keheningan.
Mata semua orang tertuju pada satu sosok yang muncul dari atas. Seorang Harpy dengan bulu berwarna merah muda turun dengan anggun. Posturnya tegap dan penuh percaya diri. Sorot matanya tajam, menunjukkan bahwa dialah Ratu Harpy.
**Grrrrr!**
Malika bereaksi agresif, siap menyerang ratu dengan kekuatan telekinesisnya, tetapi Wira segera menenangkannya.
“Yang Mulia Ratu, bisakah kita bicara?” tanya Wira tegas namun sopan. Semua anggota tim terlihat tegang. Jika Wira yang begitu kuat saja memilih untuk bernegosiasi, berarti situasinya memang genting.
“Bicara?” Ratu Harpy tersenyum sinis. “Kau bisa bicara denganku setelah kau melayaniku di ranjang.” Senyumnya melebar, seakan kemenangan sudah di tangannya.
“Sepertinya negosiasi gagal,” gumam seorang Kobold.
“Tapi setidaknya kita akan diperlakukan dengan baik dulu,” sahut Kobold lainnya sambil terkekeh gugup.
Ratu Harpy mengibaskan sayapnya dan memberi perintah lantang, “Bunuh setengah dari mereka! Berikan mayatnya untuk anak-anak, dan jadikan sisanya sebagai bibit untuk berkembang biak!”
Begitu titah itu disampaikan, semua Harpy di aula segera bersiap menyerang.
mohon berikan dukungannya