Satria Barra Kukuh atau lebih dikenal dengan Barra adalah seorang mantan mafia kejam pada masanya. Sejak kecil dia hidup dengan bergelimang harta namun haus akan kasih sayang orangtuanya sehingga membuat Barra mencari jati diri di dunia baru yang sangat bebas. Barra adalah pria yang tidak tersentuh wanita dan tidak pernah merasakan jatuh cinta sejak muda. Namun ketika usia nya telah matang dan dewasa dia bertemu dengan seorang gadis kecil yang tengil dan bar bar.
Alina, gadis kecil berusia dua belas tahun lebih muda dari Barra yang mampu membuatnya jatuh cinta layaknya seorang abege yang baru saja masuk masa puber.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chococino, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikut Barra
"Waaah ngga bisa gitu dong pih? Main todong aja." sungut Alina dengan wajah masam nya
"Kenapa? Bukannya kamu juga suka sama Mas Barra?" tanya Pak Badhot balik
"Eummm.... bukan gitu Pih. Tapi Alina beneran ngga ada hubungan apapun sama Om Barra. Masa disuruh nikah sih?" ujar Alina kesal
"Benar begitu Mas Barra?" tanya Pak Badhot menatap pria yang kini sedikit mulai ia pahami kepribadian nya
"Saya pribadi, insha Allah siap meminang Alina kapan pun dia siap menerimanya pak." jawab Barra dengan nada tenang
"Apaan? Itu bukan jawaban..."desis Alina menoleh pria tampan di sampingnya
"Maaf sebelumnya, ibu mau tanya. Apa mas Barra tinggal sendiri disini? Di rumah besar ini? Lalu dimana orangtua mas Barra?" tanya Bu Koni menimpali
"Benar Bu. Saya tinggal sendiri disini. Saya sengaja membangun rumah ini untuk hunian saya dan keluarga saya kelak. Orang tua dan keluarga besar saya masih ada, mereka tinggal di Semarang."
"Lalu apa motif mas Barra memisahkan diri dari keluarga dan membangun rumah sendiri disini?"tanya pak Badhot yang merasa masih penasaran dengan sosok Barra ini
"Saya ingin mandiri pak." jawab Barra santai
"Apa pekerjaan Mas Barra?" tanya Bu Koni
*Saya tidak bekerja," jawab Barra santai
"Bohong mih, Om Barra mendirikan pondok pesantren di Kabupaten," ucap Alina dan sontak gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya
"Tidak Alina, saya hanya membantu saja disana." ujar Barra lembut dan kini tangan pria itu menggenggam tangan Alina yang berada di atas meja
"Tapi percayalah sama saya. Jika kamu jadi istri saya nanti, semua permintaan kamu akan saya usahakan." ungkap Barra dan tanpa malu malu lagi Barra mencium punggung tangan Alina singkat.
Cupp
"Ehemmm eheeemmm... Ini rumah panas sekali ya Mih!!!" ujar pak Badhot seraya bangkit berdiri dan melepaskan genggaman tangan Barra pada putrinya
"Belum sah. jangan pegang pegang!"cerocos Pak Badhot dan sukses membuat pria tampan itu tersenyum canggung
" Berapa usiamu Bar?" tanya Pak Badhot lagi
"Tiga puluh tahun pak."
"Hah?? Serius om Barra udah tiga puluh tahun? berati selisih tiga belas taun sama Alina." cicit gadis itu dengan suara cempreng nya
"Iya saya tiga puluh. Kamu berapa?"
"Alina taun ini baru mau tujuh belas tahun."
"Usia yang matang untuk membina rumah tangga. baiklah mas Barra, saya tunggu niat baik kamu terhadap putri saya setelah Alina lulus sekolah nanti." ungkap Pak Badhot dengan nada serius
"Dengan senang hati pak. Oh ya pak, tadi catur siapa yang menang pak?" tanya Barra seolah lupa
"Halahh kamu ngga hebat." cibir Pak Badhot
"Loh ko saya ngga hebat? Kan saya yang menang terus?"
"Iya makanya ngga hebat udah biasa menang. Sekali kali lah kamu nge
rasain kalah. Biar hidup ada seninya,"
"Biar ada manis manisnya gitu....." ucap Anisa yang sedari tadi hanya diam menyimak obrolan para orang tua
*****
Satu Minggu berlalu setelah peristiwa makan malam bersama berlangsung. Barra tengah memeriksa pekerjaan perusahaan ayahnya di dalam ruang kerjanya.
Selama ini Barra mempercayai orang lain untuk mengurus perusahaan milik orang tuanya dan Barra akan mengecek pekerjaan itu setiap hari melalui email.
Beberapa hari sekali Barra akan datang berkunjung dan mengecek semuanya. Orangtua Barra telah menyerahkan sepenuhnya urusan Bisnis kepada Barra namun pria itu lebih suka bekerja dengan tidak terlihat.
Barra tidak suka jika harus setiap hari datang ke kantor dan bekerja seperti biasa.
Barra memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, itulah sebabnya ia sangat mumpuni ketika menggeluti dunia hitam yang tentu saja banyak orang pintar dan licik di dalamnya.
Barra memiliki insting yang tajam. Bahkan tak jarang Barra langsung memecat para pegawai yang diketahuinya berkhianat atau merugikan perusahaan.
Di kalangan jajaran direksi, Barra dikenal dengan sebutan "Dewa Angin". Ia tak terlihat namun selalu terasa campur tangannya.
Pagi ini Barra tengah bersiap siap untuk berangkat menuju Semarang sebab ada beberapa urusan yang harus ia pastikan secara langsung.
Barra tengah memanasi mobilnya ketika tiba tiba Pak Badhot datang menghampiri nya.
"Mau kemana Mas Barra, sudah rapi saja. padahal saya mau nantangin main catur loh?" ujar Pak Badhot sambil duduk tak jauh dari Barra yang tengah memasukan koper kecilnya ke dalam bagasi
"Saya mau ke Semarang pak. Ada urusan disana. Mau ikut?" ujar Barra basa basi
"Ehh seriusan ini mau ke Semarang? Sepagi ini?" tanya Pak Badhot sambil bangkit berdiri
"Iya pak. Saya mau ke Semarang sekalian mau ngecek lokasi proyek milik saudara saya. pak Badhot mau ikut? Ayok lah siap siap kalo mau ikut. Biar saya ada temen ngobrolnya di perjalanan, biar ngga ngantuk." ajak Barra
"Beneran boleh saya ikut?" tanya pak Badhot seakan tak percaya
"Iya boleh kalo Pak Badhot mau. Emang hari ini ngga ada rencana kemana mana Pak?" tanya Barra sambil menutup pintu mobilnya
"Saya mah gampang, ada Agung. Ayok lah saya ikut. sebentar saya ganti baju dulu "
"Iya pak. Ikut saja. Sekalian biar pak Badhot kenal sama keluarga saya. Katanya calon mertua? Ha ha ha,"cibir Barra
"Baru kali ini ada Calon mantu yang lebih serem dari Calon mertua nya. Hancur sudah dunia persilatan...."ujar Pak Badhot dan berlalu meninggalkan Barra yang masih terkekeh melihat tingkah tetangganya itu.
"Mamih... Mamih...." panggil pak Badhot sesampainya di rumah
"Kenapa Pih?"
"Tolong bantu siapin keperluan papih. papih mau ikut Barra ke Semarang. Katanya sih dua hari disana. jadi papih pulang besok."
"Loh Papi mau ke Semarang sama Barra?"
"Iya , Udah ayo bantu siapin. Sekalian papih pingin tau kehidupan Barra yang sebenarnya disana, keluarga nya juga. Biar kita ngga salah pilih calon mantu mih."
"Iya udah terserah Papih aja apa yang terbaik."
Bu Koni membantu menyiapkan beberapa pakaian dan dimasukan ke dalam koper kecil. Setelah semuanya siap, mereka berdua pun hendak memberi tahukan pada Alina yang masih tidur.
Gadis cantik itu hanya bangun, menggeliat dan berpindah ke Sofa lalu kembali memejamkan matanya
"Au ah Pih. Masih pagi juga... Udah dibangunan!"
"Dibangunin!!" ucap pak Badhot dan Bu Koni bersamaan
"Iya itu maksudnya! Ah elah.. Dah Alina mau tidur lagi.. Masih ngantuk."cicit gadis itu dan kembali tertidur di atas sofa depan televisi
"Lin. papih mau pergi sama Barra. Mungkin besok pagi baru pulang. kamu liburan kan? Jangan keluyuran kemana mana. Kalo mau pergi sama mamimu, mengerti?"
"iya,"
"e buset... Tidur lagi dia....."ucap Pak Badhot sambil menggelengkan kepalanya
Tak lama kemudian Barra pun muncul di ambang pintu rumah pak Badhot
"Sudah siap berangkat pak?"tanya Barra
"eh kamu. Masuk Mas Barra. Tunggu sebentar saya ambil tas saya di kamar."
Bara mengangguk dan tak lama tatapan pria itu tertuju pada seorang gadis cantik yang tengah tertidur lelap di atas sofa empuk dengan dada yang naik turun. Nafas yang teratur terdengar dari bibir mungil gadis yang mengenakan piyama tidur tanpa lengan itu.
Pak Badhot mendapati Barra yang tengah memandangi sang putri tidur dengan penuh cinta, sontak menghalangi pandangan mata pria nakal itu
"Eitss eitsss.... tidak boleh di pandang lama lama. Ayo ayo berangkat! Mamih, papih berangkat duluuuu!?!"
Tubuh Bara didorong keluar oleh Pak Badhot dan pria tampan itu hanya terkekeh
"Ah pak Badhot ngga asik ah. Lagi liat putri tidur ko di gangguin..." cerocosnya membuat Pak Badhot makin merasa ingin mencubit ginjalnya.
*****
itumah nglunjak pk olh" mita mobil