Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DOA KU UNTUK MAMA
Dunia hanyalah perberhentian sementara, kematian adalah tempat akhir kehidupan di dunia ini.
Hargailah waktu, karena kematian tak pernah kenal waktu.
Setiap detik yang berlalu, mengingatkan kita bahwa hidup ini harus di syukuri.
Tidak ada yang lebih enak hidup di dunia, bebas berbuat sesuatu dengan resiko masing-masing.
Jam tujuh malam, aku duduk sendiri di ruang khusus untuk keluarga pasien VVip rumah sakit Internasional di Bali. Tempat luas, mewah, tidak mengecewakan sesuai harga, pelayanannya sangat memuaskan, seperti di Singapore.
Setelah temanku dokter Tumy pulang aku menyuruh Sri pulang untuk ganti baju dan beristirahat. Aku wanti-wanti supaya dia tidak membocorkan tempat mama opnam terutama kepada Julianti.
Tumy memberi aku seabrek petuah bijak yang dimasukan ke dalam otakku. Aku maklum apa yang dia mau. Sebagaimana teman baik tentu dia ingin yang terbaik buatku dan jauh dari perbuatan buruk.
Aku meresapi dan mencerna apa yang dia ucapkan. Karena petuah itu masuk akal. Tidak perlu petuah itu keluar dari mulut orang tua yang nyatanya suka sel*ngkuh, anak muda juga bisa lebih bijak.
Disini ada tiga sofa panjang diperuntukan keluarga pasien kalau mau istirahat. Ada kamar mandi, AC dan Televisi.
Tempatnya sedikit jauh dari tempat mama di isolasi. Mama berada di dalam dengan satu dokter dan perawat, dua puluh empat jam. Tidak ada yang boleh masuk, kecuali aku. Itupun kalau mama saturasinya turun atau ada hal lain yang perlu izin dari aku.
Kini aku duduk di sofa panjang sambil memutar tasbih dan mengujar mantra suci untuk kesembuhan mama. Air mataku mengalir seiring berjalannya waktu. Doa suci aku lantunkan berharap Tuhan memenuhi permohonanku. Hanya Tuhan yang bisa memberi mujizat.
"Sayank....."
Aku tertegun dan cepat membuka mata, ternyata Arunakha sudah ada di depan ku. Dia tersenyum menatapku. Aku berdiri seraya mengambil tissue basah untuk menghapus air mata dan menaruh tasbih di kotaknya.
"Keadaan mama bagaimana?" tanyanya mem*luk ku. Badanku seketika kaku tidak mengerti harus bagaimana.
"Menangislah, keluarkan semua beban yang membuatmu sedih. Aku akan selalu melindungimu." ucapnya.
Aku membuang harga diriku membalas peluk4nnya. Kami saling berp*lukan. Aku menumpahkan tangisku di dadanya.
"Kita duduk, ceritakan kondisi mama."
Arunakha mengajak aku duduk, dia begitu peduli dan menghapus air mataku yang kembali mengalir.
Saat ini aku butuh seseorang yang bisa diajak bicara dan membantu aku kalau ada apa-apa dengan mama. Makanya aku menerima kedatangan Arunakha, semoga dia tidak mempergunakan kesempatan ini untuk memaksaku kembali menjadi istrinya.
Aku menjelaskan apa yang dokter sampaikan padaku.
Kata dokter mama sulit di tolong karena telat membawa ke rumah sakit. Ini point pertama yang membuat aku merasa sangat bersalah.
Penyakitnya komplikasi, paru-parunya dan ginjal sudah parah. Mama juga ada penebalan jantung dan tulang pinggul ada retak. Mungkin pernah jatuh.
Saturasinya terus menurun, itu membuat aku sangat sedih. Seandainya bisa, aku ingin mama tetap bernafas dan terus bisa dilihat, walaupun aku harus beli alat itu dan ditaruh di rumahku. Tapi dokter tidak mengizinkan.
Aku menceritakan penyakit mama kepada Arunakha. Dia ikut sedih dan berjanji akan terus menemaniku di rumah sakit.
"Tenanglah, aku tahu kamu sangat sedih. Maafkan aku baru bisa menengok kamu, tadi aku dipanggil oleh nona Julianti dan papamu, dia bertanya panjang lebar."
"Apa yang kamu katakan?"
"Aku bercerita dari awal pertemuan kita. Aku mengatakan yang baik-baik saja, tapi papamu memarahiku, dia sudah tahu apa yang keluargaku lakukan padamu. Aku cuma bisa minta maaf, walaupun mereka tetap memakiku."
"Itu karmamu gara-gara menindasku. Semua orang akan membela anaknya, makanya hati-hati, jangan sombong."
"Maafkan aku ya, tidak seharusnya aku membuatmu menderita." ucap Arunakha sedih.
"Tidak apa-apa itu hal yang wajar, siapa juga mau dengan b4bu. Aku jadi bisa menilai keluargamu dan kamu khususnya jadi aku tidak terpengaruh oleh sikap baikmu saat ini."
"Tapi aku sekarang sudah berubah, aku mencintaimu. Ibu dan adikku juga sayang sama kamu."
"Hemm...terimakasih atas perubahan kalian. Terlalu cepat kalian berubah. Aku rasa kalian terburu-buru. Sekarang jalani saja, jangan menuntut ku dengan hal aneh-aneh."
"Aku mengerti perasaanmu, menerimaku dan mau bicara kepadaku sudah cukup, itu membuat aku senang."
"Bagaimana khabar pacarmu yang kaya raya, calon istri yang sempurna dan calon mantu yang baik?" sindirku.
"Jangan bicara tentang dia, aku sudah putus dengannya. Ibu dan adikku juga sama, hubungan mereka renggang."
"Kasihan banget, aku tidak percaya. Aku baru tahu kalau kalian mata duitan. Kamu cinta mati dengan Belinda setelah tahu aku kaya cintamu bisa pudar, heran aku."
Arunakha tersipu malu. Tentu aku tidak percaya dengan akal bulusnya. Mereka musang berbulu domba, aku sel*ding baru kap0k.
"Jangan cerita itu, apapun yang pernah terjadi yang menyakitimu, aku minta maaf semoga kamu bisa memaklumi."
"Aku sudah memaafkanmu dan sangat maklum terhadap perlakuanmu dulu."
"Seratus persen aku akan membantumu, karena aku ingin menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab."
"Oke lah semoga kamu beruntung!"
"Maksudmu apa? Seperti pasang undian saja. Gemes aku..." Arunakha kembali mau memelukku, aku tepis tangannya. Dia kaget dan memandangku tajam.
"Kenapa, tadi mau sekarang tidak."
"Tadi aku sedih sekarang sudah normal, kamu berguna saat aku sedih saja."
"Tega sekali kamu mempermainkan diriku, mentang-mentang aku miskin."
"Dulu kamu bilang dirimu kaya, kasta tinggi dan pacarmu kaya."
"Malas, itu saja diungkit. Aku sudah bilang lupakan yang dulu. Kita sekarang sudah menikah menjadi suami istri. Harus rukun. Kita perlu hidup serumah, sekamar untuk membuat keturunan."
"Diihhh...siapa juga yang mau, sorry ya aku bukan benda yang bebas kamu ambil dan lempar. Aku manusia yang selalu ingat masa lalu."
"Oke, tidak apa-apa kamu sekarang menolak. Aku berhak memperkaos karena aku suamimu, jika kamu menolak aku tinggal lapor polisi. Kamu mau di penjara dengan puluhan lelaki, mau suami yang memperkaos atau orang di penjara...."
"Uuhhh..gak lucu, bikin merinding, jangan ngomong penj4ra menakutkan. Amit-amit jabang bayi, semoga kita dijauhkan dari neraka dunia itu."
Aku betul-betul bergidik kalau ada orang bicara penj4ra, ngeri.
Masalahnya zaman sekarang banyak ada undang-undang yang melindungi orang yang merasa terzalimi, seperti Arunakha yang tidak aku beri jatah bathin. Dia bisa menuntutku karena aku istrinya.
Haruskah aku pasrah padanya dan mau menerimanya. Dia, ibu serta adiknya ingin memanfaatkan aku setelah mereka tahu aku orang kaya.
Lebih baik aku kembali pura-pura miskin yang dibuang oleh papa.
"Arun, kamu benar mencintaiku?" tanyaku menatapnya.
"Aku mencintaimu dari sebelum kamu ketahuan kaya, tapi ibu melarangku kalau kita bersatu sebagai suami istri." ucapnya manis seraya melingkarkan tangannya ke bahu ku.
"Syukurlah, sebenarnya papa membuang ku karena aku bersalah menikah secara diam-diam. Aku yang salah. Kemarin aku dan papa berantem keras di hotel, dia sampai menamparku." ucapku berjeda menunggu reaksinya.
"Astaga, pantas papamu dengan nona Julianti marah-marah denganku. Aku sampai diancam dipecat jadi suplier. Gimana dong? Kalau aku beneran dipecat darimana aku dapat uang?" ucapnya panik campur sedih.
*****
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤