NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Pagi itu, Arga sedang duduk di kantor Polsek, mencoba menyeduh kopi sachet murah sambil berusaha melupakan kenyataan hidupnya sebagai polantas. Dengan posisi duduk miring dan kepala bersandar di dinding, ia menatap langit-langit kantor yang penuh coretan pilox, berharap hari itu tidak ada tugas tambahan. Harapan yang, seperti biasa, langsung kandas begitu telepon kantor berdering.

“Pak Arga, tolong ke lokasi kecelakaan di Jalan Utama. Truk terguling. Macet total,” kata operator dengan nada penuh tekanan.

Arga menghela napas panjang. “Ya Allah, truk lagi, macet lagi. Kalau nggak gitu, hidup gue kayaknya nggak lengkap,” gumamnya sambil menenggak kopinya yang terlalu manis karena kebanyakan gula. Rekannya, Dimas, yang sedang sibuk memoles sepatu boots dengan tisu basah, mendengar keluhan itu dan malah tertawa kecil.

“Yah, namanya juga Polantas, Ga. Kalau nggak macet atau truk mogok, kita jadi influencer di TikTok kali,” canda Dimas sambil berdiri dan meraih helmnya.

Setibanya di lokasi, pemandangan yang menyambut mereka sungguh memukau—dalam artian negatif. Sebuah truk pasir besar terguling melintang di tengah jalan, seperti paus yang mendarat di darat, menghalangi dua arah lalu lintas sekaligus. Pasirnya berserakan ke mana-mana, membuat jalanan lebih mirip pantai dadakan daripada jalur kendaraan.

Klakson mobil dan motor bersahutan seperti orkestra yang dimainkan tanpa konduktor. Pengendara mobil memaki dari balik kaca tertutup, sementara pengendara motor, dengan jurus seribu akal, sudah mulai menerobos trotoar, bahkan ada yang nekad menuntun motornya melintasi pasir.

Dimas mendengus sambil melirik Arga. “Selamat datang di neraka pagi, partner.”

Arga menatap medan tempur di depan mereka dengan pandangan kosong. “Kenapa ya, truk-truk ini suka banget bikin acara dadakan di jalanan? Kemarin truk kontainer mogok, sekarang truk pasir. Besok truk apa? Truk dinosaurus?”

Mereka berdua akhirnya maju ke depan, mencoba memulai tugas mulia mereka—mengurai kemacetan. Arga dengan peluitnya, meniup dengan semangat yang tidak sesuai dengan isi hatinya. “Ayo, Pak! Jangan macet di sini, jalan terus! Ini jalan raya, bukan parkiran supermarket!” teriaknya kepada salah satu sopir mobil yang tampak galau di tengah jalan.

Sementara itu, Dimas sibuk membantu sopir truk yang tampaknya masih linglung akibat kecelakaan. Sopir itu, seorang pria tua berkaos lusuh dengan wajah penuh rasa bersalah, mencoba menjelaskan situasinya.

“Saya tadi tuh ngantuk, Pak… Pas belok, eh roda depan masuk lubang… Lalu, BOOM! Terguling deh,” katanya dengan nada pasrah.

Arga melirik sopir itu dari jauh sambil menggerutu, “Kalau dia bawa es cendol, sih, nggak apa-apa terguling. Pasir, bro! Pasir! Mau bikin Tanjung Pasir di sini, apa gimana?”

Kemacetan semakin parah. Di antara kekacauan itu, seorang ibu-ibu pengendara motor yang terjebak macet berteriak pada Arga, “Pak Polisi, ini kapan selesai? Saya buru-buru, anak saya nangis di rumah!”

Arga ingin menjawab dengan sarkasme, tapi hanya tersenyum tipis. “Sabar, Bu, sabar. Semua masalah di dunia ini ada solusinya… Kecuali truk terguling. Itu perlu waktu.”

Setelah dua jam berjibaku dengan kemacetan, bantuan akhirnya datang. Sebuah alat berat tiba untuk mengevakuasi truk. Arga dan Dimas berdiri di pinggir jalan, kelelahan dan berkeringat.

Dimas memandangi truk itu sambil menyeka peluh di dahinya. “Jadi, Ga, gimana nih? Masih betah jadi Polantas?”

Arga menatap jauh ke horizon penuh asap knalpot, lalu menjawab dengan datar, “Betah nggak betah harus betah, Dim. Resiko kerjaan”

Dimas tertawa keras mendengar jawaban itu, sementara Arga hanya menggelengkan kepala, memandang tumpukan pasir di jalan yang entah kapan akan selesai dibersihkan. “Next time, kalau ada kecelakaan lagi, gue usul sekalian bikin lapangan voli di sini.”

...****************...

Di tengah kepulan asap knalpot dan orkestra klakson yang semakin gaduh, sebuah mobil hatchback merah cerah tampak merayap di antara barisan kendaraan yang terjebak macet. Di dalamnya, Manda, lengkap dengan kamera dan mikrofon khas wartawan, sedang bersandar lesu di joknya sambil menggerutu.

"Ya Tuhan, ini macet apa audisi sabar nasional? Gue mau liputan, bukan camping di jalan," gumamnya sambil memukul-mukul setir dengan gemas. Tapi saat pandangannya melesat ke depan, matanya menangkap sosok yang sangat familiar di tengah hiruk pikuk jalanan. Seorang pria berseragam polisi dengan helm miring, peluit tergantung di leher, dan wajah yang ia kenal betul.

"Arga?" desisnya, setengah terkejut, setengah geli.

Rasa penasaran segera mengalahkan keinginannya untuk marah-marah. Manda menepikan mobilnya ke trotoar, melompati tumpukan pasir, dan berlari menghampiri polisi yang sedang sibuk mengatur lalu lintas dengan wajah kusut seperti roti gosong.

“Pak Polisi! Pak Polisi yang ganteng tapi kucel!” seru Manda, sambil melambaikan tangan.

Arga, yang sedang meniup peluit untuk mengusir pengendara motor bandel, sontak berhenti dan menoleh. Saat melihat siapa yang memanggilnya, dia tertegun sejenak. “Manda?” tanyanya dengan nada tidak percaya, sambil melepas helmnya.

Manda berdiri dengan gaya sok dramatis di tengah kemacetan itu. “Yes, it’s me, Arga! Wartawan kriminal favorit lo, yang udah setahun lo abaikan!”

Arga memijat pelipisnya sambil menahan tawa. “Eh, gue nggak abaikan lo, Mand. Gue cuma sibuk… ngatur pasir di jalan.” Dia menunjuk tumpukan pasir yang hampir membuatnya terlihat seperti mandor proyek ketimbang polisi.

Manda tertawa kecil, lalu melipat tangan di dadanya. “Jadi begini sekarang lo? Dari reskrim keren jadi pengatur lalu lintas? Gue kira lo udah jadi Kapolres, minimal.”

Arga mendesah panjang. “Mand, kalau cita-cita bisa terwujud semudah beli martabak, gue udah pensiun kaya raya sekarang. Tapi ya begitulah hidup. Lo sendiri ngapain di sini? Wartawan kok liputan di tengah pasir?”

Manda mengangkat kamera di tangannya. “Gue lagi ngejar berita soal macet gara-gara truk terguling. Eh, nggak nyangka, ketemu lo malah di tengah jalanan. Gimana kabarnya, Pak Polisi?”

Arga nyengir kecut. “Kabar gue? Kayak cuaca hari ini: panas, sumpek, banyak debu. Tapi masih bertahan, Mand. Lo sendiri gimana? Dengar-dengar lo bikin channel YouTube, ya?”

Manda mengangguk bangga. “Oh iya dong! Justice Lens! Kanal investigasi kriminal ter-hot di YouTube. Tapi ya masih merintis sih. Masih banyak yang nonton buat lihat gue ketawa daripada lihat kasusnya.”

Arga terkekeh, lalu menyandarkan diri ke tiang lampu jalan. “Keren juga lo. Sementara gue di sini sibuk main pasir. Mungkin habis ini gue buka cabang jual es kelapa.”

Manda memutar bola matanya sambil terkikik. “Lo ini drama banget, ya. Eh, Arga, beneran deh, gue kangen ngobrol sama lo. Tapi gue harus jalan lagi sebelum macet ini bikin gue bikin channel baru: Traffic Lens.”

Arga melambai malas. “Silakan, Nona Reporter. Hati-hati di jalan, jangan lupa tag gue kalau lo bikin konten soal macet ini!”

Manda masuk ke mobilnya lagi dengan senyum lebar, meninggalkan Arga yang masih berdiri di tengah jalan. Dia melanjutkan tugasnya, sementara Arga kembali menghadapi pengendara yang sekarang minta dia jadi juru parkir dadakan. “Yah… ketemu teman lama bentar, balik-balik, gue jadi mandor lagi.”

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!