Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 : DI MANA RICHARD?
Melihat kondisi Debora, Keluarga Narendra segera berbondong-bondong membawanya ke rumah sakit. Gadis itu masih berbalut jas milik Richard, yang digenggam begitu erat.
“Cepat sedikit, Vel!” seru Sabrina memeluk Debora di kursi penumpang.
Velyn mengangguk, ia juga sangat khawatir dengan adiknya itu. Meski menyebalkan, tetap saja Debora adalah saudaranya. Apalagi saat melihat Debora menangis sepanjang jalan, sembari merapatkan jas Richard yang kebesaran di tubuhnya.
Tiba di IGD, Debora segera mendapat pertolongan dari tenaga medis yang bertugas. Keluarga itu menunggu dengan perasaan cemas dan was-was.
“Keluarga Debora!” panggil seorang suster setelah menunggu beberapa saat.
Rendra dan Sabrina segera beranjak mendekat, diikuti oleh Velyn. Ia sangat berharap dugaannya salah.
“Bagaimana kondisi putri saya?” tanya Rendra.
“Silakan masuk, Tuan,” ujar suster mempersilakan untuk menemui dokter yang memeriksa.
Tubuh Debora tergolek lemah, matanya membengkak karena terus menangis sedari tadi. Rendra dan istrinya berdiri di tepi brankar, Velyn berada di sisi lain sembari menggenggam tangan adiknya.
“Tuan, putri Anda mengalami pelecehan. Saya sarankan agar dirawat inap untuk mendapat perawatan dan terapi agar psikisnya segera pulih,” papar dokter yang memeriksa.
Velyn menutup mulutnya yang menganga, “Masud Dokter? Adik saya diperk*sa?” tanyanya memastikan.
Semua orang tentu tercengang mendengarnya. Tubuh Rendra menegang dengan kilat tajam yang terpancar di matanya.
“Belum, karena kami tidak menemukan adanya kerobekan pada selaput daranya. Hanya ada beberapa bekas cumbuan di lehernya. Kemungkinan, ada yang menghentikan. Tapi tetap saja, pasien harus menjalani terapi khusus untuk menghilangkan traumanya. Silakan diurus administrasinya,” jelas dokter itu lagi.
“Baik. Terima kasih, Dok,” ucap Velyn mengangguk.
“Richard kurang ajar! Akan kuhajar dia sampai tidak bisa berjalan! Berani-beraninya melecehkan Debora! Tidak cukup dia melecehkan Velyn!” pekik lelaki itu dengan amarah membuncah.
Kedua anak perempuannya langsung mendongak saat tuduhan dilayangkan pada Richard. Velyn dan Debora menggeleng serentak.
“Tidak, Pa! Richard tidak melecehkan aku,” sanggah Velyn. “Semuanya salah paham. Sebenarnya malam itu kami dijebak oleh Sonia, karena dia ingin menikah dengan Gerald,” papar Velyn sembari menunduk. Ia yang awalnya mengamuk dan tidak terima karena merasa dilecehkan oleh Richard, tetapi akhirnya tertampar kenyataan bahwa dugaannya salah.
“Apa kamu bilang? Jangan asal menuduh dan jangan terpengaruh lelaki brengsek itu, Velyn! Jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta padanya?!” ucap Rendra penuh penekanan.
Velyn menggeleng lagi, “Aku sudah melihat semua buktinya, Pa. Richard tidak bersalah,” adu wanita itu membela.
Tangan Debora yang lemah berusaha menggapai lengan sang ayah. Sabrina yang melihatnya segera membantunya, semua perhatian tertuju pada gadis lemah itu.
“Bukan Richard yang ... me ... lakukannya, Pa. Dia ... telah menyelamatkan aku,” tutur Debora lirih dan tersengal-sengal.
Tubuh mereka membeku sepenuhnya, karena pengakuan Debora. Terutama Velyn, air matanya langsung berjatuhan membasahi kedua pipinya. Ia bahkan belum sempat meminta maaf, dan tadi kembali menuduhnya hingga menampar pria yang berstatus suaminya. Dadanya sesak berbalut penyesalan yang dalam.
“Aku permisi sebentar. Pa, tolong urus pendaftaran inapnya. Nanti kabari saja di mana kamarnya.” Velyn meraih jas milik Richard dan segera berlari keluar dari IGD tersebut.
Velyn terus berlari hingga mencapai mobilnya. Buru-buru menyalakan kendaraan tersebut dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Sesekali menyeka air mata yang terus berjatuhan. Rasa bersalah semakin menanjak tinggi hingga sekujur tubuhnya gemetar.
“Richard, maafin aku!”
Tanpa ia sadari, dikuasai cemburu membuatnya buta. Hingga melampiaskan kekesalan sepenuhnya pada Richard. Tidak peduli dengan apa pun penjelasan dari suaminya itu. Hatinya resah dan gelisah. Tak peduli keselamatannya di jalan, Velyn terus melaju dengan kecepatan tinggi.
Setibanya di rumah, Velyn tercengang karena tidak menemukan mobil yang biasa dikendarai oleh Richard. Kedua lututnya gemetar saat mengedarkan pandangan. Bulir bening di matanya semakin deras berjatuhan.
“Richard!” panggil Velyn berlari masuk ke rumah. “Richard!” teriaknya lagi berlari menuju kamar. Tapi saat membuka pintu, tak menemukan siapa pun.
“Ah! Kamar tamu!” serunya menepuk kening. Ia lupa jika mereka tidur terpisah beberapa hari ini. High heels yang terpasang di kakinya segera dilepas. Lalu menuruni anak tangga dengan cepat menuju ke kamar tamu. Napasnya terengah-engah, menutup mata sembari menyentuh handel pintu. Dalam hatinya berharap Richard masih berada di sana.
Perlahan, Velyn membuka pintu itu dan mendorongnya. Kepalanya menyembul untuk memeriksa setiap sudut ruangan. Dadanya semakin sesak ketika kamar tersebut terlihat kosong. “Richard, kamu di mana?” teriak Velyn bersimpuh di lantai. Tangisnya semakin pecah tak terkendali.
Bersambung~
hadeuuuuh