Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bik Erna Sakit
Di saat Gladys sedang menangis, Aston memeluk Gladys erat, menikmati kehangatan tubuhnya serta aroma yang segar memikat dari tubuh langsing namun berisi itu. "Kau masih sama seperti dulu, honey. Dan juga perasaan ku pun masih sama kepada mu hingga saat ini." bisiknya di telinga Gladys.
Gladys meronta, berusaha melepaskan diri dari dekapan erat tangan Aston. "Jangan sentuh aku, Aston! Lepas! Kau telah merusak hidupku! Aku sangat membencimu!"
Aston tersenyum, matanya berbinar, hidungnya terlihat nengembang. "Kau masih marah padaku, ya? Aku suka melihatmu marah." Ujar Aston kepada Gladys yang kini telah terlepas dari cengkeramannya.
Gladys merasa terjebak dalam labirin kenangan pahit. Ia ingin melupakan kejadian pahit di masa lalu, tapi bayangan kesakitan yang ditorehkan oleh pria itu terus menghantuinya.
"Apa kau ingin menghancurkan hidupku lagi?" tanya Gladys dengan suara bergetar.
Aston menggeleng kemungkinan mengangkat dagu Gladys supaya menatapnya. "Aku ingin memperbaiki kesalahan, Gladys. Aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali kita bertemu, bahkan sebelum kau mengenal Darren." Ungkapnya.
Gladys terkejut kemudian menepis tangan Aston yang memegang dagunya hingga terlepas. Gladys menengok ke samping menghindari tatapan Aston.
"Cinta? Kau tidak tahu artinya! Kau hanya ingin memuaskan nafsu! Jika kau mencintai ku tentu kau tak akan menyakiti ku." Gladys kembali tersedu. "Bahkan aku kira kau adalah teman yang sudah ku anggap sebagai kakak ku. Tapi kenapa kau malah menghancurkan hidupku. Setelah itu kau membuangnya seperti sampah yang tak berguna. Jika saja saat itu Darren tak mencintai ku dengan tulus, maka iapun akan sama seperti mu yang akan membuangku. Akan tetapi dia tidak pernah melakukanya. Darren sungguh-sungguh mencintai ku. Meskipun dia tau aku tidak suci lagi. Hati pria itu sungguh mulia, dia mau memungut ku dan berniat menikahi ku walaupun hubungan kami mendapatkan pertentangan dari orangtua ku, saat itu. Akan tetapi sayangnya... Dunia merenggutnya dari sisiku."
"Darren yang malang." Ujar Aston dingin.
Aston meraih kedua bahu rapuh Gladis, "Aku tahu, Gladys. Aku salah. Dan semenjak kejadian itu, aku tidak bisa melupakanmu walaupun hatiku sangat ingin." Ujarnya dengan suara lirih yang terkesan lembut.
Gladys melihat Aston dengan pandangan yang melunak. Ia melihat kesedihan dan penyesalan di mata lelaki itu. Apakah Aston kini benar-benar berubah? Apakah cintanya benar-benar tulus padanya? Namun seketika Gladys menepis kembali pikirannya sendiri.
Gladys kemudian memutus pandangannya dari Aston. Kemudian ia menyambar tas selempangnya yang tergeletak di sofa, dan menyandangnya di bahu.
"Aku akan pulang sekarang. Tolong bukakan pintunya!" Ucap Gladys datar tanpa ekspresi.
Aston menatap Gladys yang telah memunggunginya. "Menikahlah denganku, Gladys. Ceraikan saja suamimu. Aku tau kau tak bahagia hidup bersamanya bukan?"
Tangan Gladys terkepal mendengar kalimat itu. Kemudian ia berbalik dengan sorot mata yang tajam. "Cih! Daripada aku harus bersama pria bejad seperti mu yang tak memiliki hati, lebih baik aku hidup bersama suamiku yang peduli pada ku serta menyayangi ku. Kau benar aku tidak mencintai suamiku, tapi setidaknya dia memperlakukan ku dengan baik tanpa menekan ku ataupun memaksa ku. Tidak seperti yang selalu kau lakukan kepada ku, Aston Allexio!" Ujar Gladys dengan kemarahan yang memuncak di hatinya.
"Apakah benar aku seburuk itu di matamu? Padahal aku ingin mengusahakan yang terbaik untuk mu jika kau mau menjadi milikku, honey."
"Aku tidak sudi! Bahkan aku sangat menyesal saat dulu aku pernah menganggap mu seperti kakak ku. Sudahlah tak usah di perpanjang. Aku ingin keluar sekarang. Tolong buka pintunya!"
Lagi-lagi Aston mendapat penolakan dari wanita itu. Padahal ia sudah menidurinya bukan cuma sekali, berharap wanita itu akan luluh dengan kep3rk@$@@nnya di ranjang yang bisa membuatnya melayang hingga ke awang-awang. Namun nyatanya Gladys terus mengabaikannya hingga membuat lelaki tampan itu frustasi berulangkali.
***
***
Arania saat ini tengah berada di kamar pelayan untuk mengarahkan tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan oleh kedua pelayan baru tersebut.
"Mba Marni membersihkan area lantai 2, sedangkan Mba Yuni di lantai 3. Setelah selesai barulah kalian bersama-sama merawat lantai utama bersama Bik Erna dan Mang Udin. Apa sampai sini kalian paham?" Ujar Arania dengan lembut namun penuh ketegasan.
"Mengerti Nyonya." Sahut mereka serentak.
"Baiklah jika tidak ada pertanyaan lagi, kalian beristirahatlah hingga menjelang sore kalian bisa langsung mulai bekerja. Jika tak selesai hari ini bisa dilanjutkan lagi besok."
"Baiklah Nyonya." Sahut mereka serentak.
Setelah itu Arania keluar dari kamar kedua pelayan baru itu, menuju ke kamar Bik Erna. Wanita paruh baya itu sedang lemah terkulai di tempat tidurnya yang kecil. Arania mendekatinya kemudian duduk di sebelahnya seraya memeriksa dahi Bik Erna.
"Badan Bibi panas sekali." Gumamnya sendiri. Kemudian ia meninggalkan kamar Bik Erna mencari Mang Udin. Saat melihat pria paruh baya itu Arania menghampirinya.
"Mang Udin..." Panggil Arania dari kejauhan.
"Iya neng..." Mang Udin berlari kecil menghampiri Arania yang memanggilnya.
"Ada apa Neng.. Eh salah, Nyonya?" Kata Mang Udin.
Arania tersenyum kepada Mang Udin, "Panggil seperti biasa aja, Mang. Nggak papa kok." Ujar Arania lembut.
"Ah, saya nggak berani kurang ajar, Nyah. Tadi itu Mamang cuma refleks aja, soalnya udah kebiasaan. Tapi mulai sekarang Mamang mau perbaikinya lagi."
"Aku sebenarnya malah enak di panggil kaya biasa aja, Mang. Lebih akrab."
"Ngga boleh gitu, Nyah. Kan sekarang Nyonya Ara adalah majikan kami. Jadi sudah sewajarnya kami menghormati Nyonya rumah kan. Kalau sebelumnya, itu karena kami belum tau status pernikahan Nyonya Ara dengan Tuan Rendra. Maafkan kami, Nyonya." Kepala Mang Udin menunduk terlihat menyesal.
"Bukan salah Mang Udin atau Bik Erna, kami sendiri yang sengaja merahasiakan pernikahan kami. Karena tidak ingin menyakiti hati Nyonya Gladys." Ungkap Arania. "Ah, sudahlah Mang. Aku sebenarnya mau minta tolong untuk panggilkan dokter supaya memeriksa Bik Erna. Badannya panas banget."
"Baik, Nyonya. Sebentar Mamang mau hubungin dokter dulu. Permisi." Mang Udin kemudian masuk ke kamarnya guna mengambil ponselnya untuk menghubungi dokter.
,,,
Setelah beberapa saat dokter muda dan tampan datang ke rumah megah itu. Dokter itupun menekan bel dan tak lama kemudian Arania membukakan pintu.
Sang dokter pun terpaku melihat seorang wanita muda berhijab yang terlihat kalem dan manis yang saat ini sedang membukakan pintu untuk nya. Dia pikir Arania adalah pelayan baru di rumah ini, karena pemuda itu tau Rendra hanya memiliki satu istri saja yaitu Gladys.
"Permisi Nona, saya dokter Azzam. Tadi Pak Udin menghubungi saya untuk memeriksa seseorang yang kini sedang sakit di rumah ini." Ujar dokter itu ramah dengan sedikit senyum yang menawan.
"Benar, dok. Bi Erna sedang sakit dan perlu penanganan Anda, dok. Mari silahkan masuk." Arania memberikan jalan untuk dokter tersebut.
"Silahkan dok, mari saya antarkan ke kamarnya."
Dokter itu tersenyum kemudian mengikuti langkah kecil Arania menuju kamar Bik Erna. Dokter yang bernama Azzam itu terus memperhatikan gerak langkah Arania yang terkesan gemulai.
"Anggun dan cantik." Batin Dokter Azzam secara tak sadar. Namun seketika ia kembali pada kesadarannya. "Astaghfirullah... Maafkan aku ya Allah." Dia beristighfar seraya menarik pandangannya dari Arania.
Suara istighfar sang dokter yang lirih, rupanya terdengar oleh pendengaran Arania. Gadis itu kemudian sedikit menghadap dokter tampan itu. "Apa ada yang salah, dokter?" Tanya Arania dengan tatapan yang menelisik ke mata dokter tampan tersebut.
Deg!
Dokter Azzam merasa terpesona oleh tatapan mata cantik nan jelli milik Arania. Seketika jantungnya tiba-tiba berdetak semakin cepat dan seolah ingin melompat dari dadanya.
***
Terimakasih /Pray//Pray//Pray/