Damarius Argus Eugene (22 tahun), seorang Ilmuwan Jenius asli Roma-Italia pada tahun 2030, meledak bersama Laboratorium pribadinya, pada saat mengembangkan sebuah 'Bom Nano' yang berkekuatan dasyat untuk sebuah organisasi rahasia di sana.
Bukannya kembali pada Sang Pencipta, jiwanya malah berkelana ke masa tahun 317 sebelum masehi dan masuk ke dalam tubuh seorang prajurit Roma yang terlihat lemah dan namanya sama dengannya. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah sistem bernama "The Kill System", yang mana untuk mendapatkan poin agar bisa ditukarkan dengan uang nyata, dia harus....MEMBUNUH!
Bagaimanakah nasib Damarius di dalam kisah ini?
Apakah dia akan berhasil memenangkan peperangan bersama prajurit di jaman itu?
Ikuti kisahnya hanya di NT....
FYI:
Cerita ini hanyalah imajinasi Author.... Jangan dibully yak...😀✌
LIKE-KOMEN-GIFT-RATE
Jika berkenan... Dan JANGAN memberikan RATE BURUK, oke? Terima kasih...🙏🤗🌺
🌺 Aurora79 🌺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora79, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R.K.N-05 : TERNYATA....
...----------------...
TAP!
TAP!
TAP!
Damarius berjalan tegap sambil menarik mayat Bas dengan satu tangan, ke arah barak tempat Komandan Pasukan Elang tinggal.
TOK!
TOK!
TOK!
"Masuk!"
CEKLEK!
SREEET!
TAP!
TAP!
TAP!
"Lapor, Komandan! Saya membawa mayat salah satu anggota prajurit!" ujar Damarius dengan nada tegas.
SREEK!
"Hah?! Mayat??? Siapa yang berani membunuh anggota Pasukan Elang di sini? Apakah ada mata-mata yang menyelinap?!" tanya Aegle Corydon geram sambil bangkit dari kursinya.
"Saya yang membunuhnya, Komandan!" jawab Damarius tegas.
Aegle Corydon mengernyitkan keningnya, kebingungan.
"Kenapa kamu membunuh sesama prajurit di kelompok pasukanmu sendiri, Damarius? Katakan alasannya!" seru Komandan Aegle tegas.
"Dia selalu membully diri saya sejak lama, Komandan! Dan hari ini kesabaran saya habis, saat dia memaki saya dan menyuruh saya seolah-olah saya ini adalah pelayannya! Tanpa saya sadari, saya mengeluarkan belati dan memotong nadi lehernya!" jawab Damarius apa adanya.
Aegle Corydon hanya bisa menarik napasnya, mendengar alasan Damarius membunuh rekan seperjuangannya.
"Huffft!!!... Mau bagaimana lagi? Kuburkan mayatnya dan kasih ke saya 'plakat' pengenalnya! Pemuda ini memang selalu semena-mena dengan prajurit yang terlihat lemah! Salah dia sendiri, jika sampai mati ditanganmu!" ujar Komandan Aegle tidak berdaya.
"Laksanakan, Komandan!" jawab Damarius tegas.
Damarius segera menggeledah tubuh Bas dan memberikan semua barang-barang milik Bas ke tangan si Komandan Pasukan. Setelah itu, dia menyeret mayat Bas ke arah bagian belakang barak tentara untuk dikuburkan.
"Hehehehe...ternyata semudah itu membunuh di zaman ini! Baguslah! Mungkin aku bisa membunuh tanpa harus melapor lain kali! Tunggu giliran kalian Remon, Dyron, Aysis, dan Theo...kalian akan segera menyusul Bas!" ujar Damarius dalam hatinya.
DING!
"H**OST...! Poin Anda sudah bertambah, apakah ada yang ingin Anda lakukan?" tanya sistem pada Damarius.
"Tukarkan 500 poin dengan mata uang zaman ini, Sistem! Untuk kebutuhan aku sehari-hari di sini..." jawab Damarius sambil menggali tanah.
DING!
"Baik, Host! 500 poin ditukarkan dan Host mempunyai uang asli sebesar 2500 Lira yang sudah Sistem letakkan di ruang Inventory. Host tinggal membayangkan, maka uang itu akan muncul di saku pakaian yang Host gunakan!" jawab Sistem.
"Bagus! Terima kasih, Sistem!" ujar Damarius bersemangat.
DING!
"Sama-sama, Host!"
...💨💨💨...
Setelah selesai menguburkan mayat Bas, Damarius bergegas kembali ke barak tempat Senturion muda tadi tinggal.
TAP!
TAP!
TAP!
"Apakah sudah selesai?" tanya Senturion muda itu pada Damarius.
"Sudah..." jawab singkat Damarius.
"Kamu inu sebenarnya dari mana? Maksudku, dari bagian Kekaisaran mana kamu berasal?" tanya Senturion muda itu.
"Nicaea, di Galia Selatan!" jawab Damarius.
"Jadi, ini adalah pertama kalinya kamu melihat Inggris?" tanya Senturion muda itu.
Damarius meletakkan pelindung d4d4-nya di samping dipan tempat tidur.
"Ya... Tapi keluargaku berasal dari Inggris, dan aku selalu ingin kembali dan melihat wilayah itu sendiri..." jawab Damarius.
"Inggris bagian mana?" tanya Senturion muda itu.
"Selatan.... Di suatu tempat, di Wilayah Down ke arah Calleva...sepertinya..." jawab Damarius sambil mengingat.
"Hebat! Semua orang-orang terbaik di pasukan ini berasal dari Wilayah Down! Orang terbaik dan domba terbaik! Aku juga berasal dari sana!" ujar Senturion muda itu antusias.
Dia mengamati Damarius dengan wajah sumringah.
"Siapa namamu?" tanya Senturion muda itu.
"Damarius... Damarius Argus Eugene!" jawab Damarius lugas.
Tercipta keheningan singkat, setelah Damarius memperkenalkan dirinya.
"Apakah benar....EUGENE?" gumam pelan Senturion muda itu.
Dengan gerakan cepat, Senturion muda itu mengeluarkan sesuatu dari tangan kirinya dan memperlihatkannya kepada Damarius.
"Apakah kamu pernah melihat sesuatu yang seperti ini sebelumnya?" tanya Senturion muda itu dengan nada hati-hati.
SREET!
Damarius mengambil benda itu dan menunduk untuk memandanginya.
Itu adalah sebuah cincin stempel tebal yang sudah kusam. Batu zamrud bernoda yang membentuk matanya terlihat sejuk dan gelap.
Damarius memutar cincin itu menghadap ke arah pantulan cahaya dari jendela, dan dia melihat sebuah lambang ukiran di dalamnya.
"Kepala Macan ini...." seru Damarius antusias.
"Ya...! Aku pernah melihatnya! Aku pernah melihat lambang ini pada tutup gading kosmetik-kosmetik tua milik nenekku! Ini adalah lambang keluarganya, keluarga EUGENE!" seru Damarius senang.
"Sudah kuduga...!" ujar Senturion muda itu sambil mengambil kembali cincinnya.
"Waaah! Dari semua...." ujaran Senturion muda itu terjeda.
Dia mulai melakukan perhitungan-perhitungan aneh dengan jemari tangannya, lalu drngan cepat dia mengakhirinya.
"Haaah! Aku tidak sanggup! Ada lebih dari satu perkawinan di antara keluargamu dan keluargaku, aku harus bertemu dengan bibi dari orangtuaku, Andromeda Halinka, untuk mengurai gulungan kusut silsilah keluarga ini. Tapi ini sudah jelas, bisa dibilang bahwa kita adalah....SEPUPU!" ujar Senturion muda itu antusias.
Damarius hanya terdiam mendengarnya.
Dia berdiri terpaku sambil mengamati wajah Senturion muda itu.
Mendadak Damarius merasa tidak yakin akan sambutan yang dia terima.
Mengasihani orang asing dan membawanya ke dalam kamar dalam perjalanan ke rumah pemandian adalah hal yang lumrah, tapi melimpahkan orang asing itu dengan beban sebagai 'kerabat'? Itu adalah sebuah hal yang sangat berbeda.
Di samping rasa canggung itu, Damarius sendiri tidak menyadarinya....ini adalah salah satu akibat yang 'muncul', karena dia bertahun-tahun mengecewakan ayahnya.
Ada satu ingatan pahit, bahwa dirinya telah membuat ayahnya....kecewa!
Sedangkan ibunya? Damarius hampir tidak bisa mengingatnya, selain hanya wanita yang berwajah cantik!
Damarius membuat kecewa ayahnya, karena pada saat tiba waktunya untuk masuk ke dalam Legiun, kesehatannya sangat buruk! Sehingga di tidak bisa menjadi seorang Senturion!
Akan tetapi, Damarius tidak merasa terpukul akan hal itu. Sudah sejak lama dirinya ingin menjadi seorang Ahli Medis, sehingga dia membuat ayahnya kecewa akan pilihannya itu.
Lalu Damarius menyadari bahwa Senturion muda ini adalah kerabatnya. Dan itu membuat dirinya merasa bahagia.
"Jadi...kita adalah kerabat jauh?! Hahahaha... Aku sungguh tidak menyangka, bahwa kita bersaudara! Aku Damarius Argus Eugene, tapi aku masih belum tahu namamu..." ujar Damarius sambil tertawa.
"Gildas... Genevieve Gildas Galatea!" jawab Senturion muda itu.
Dia menjulurkan tangannya dan meraih bahu Damarius sambil terkekeh, mereka masih tidak mempercayai akan ada hal seperti ini.
"Hahahahaha! Ini sungguh menakjubkan! Kita bertemu dengan cara seperti ini, pada hari pertama kamu di Inggris! Sepertinya Dewa Takdir menghendaki agar kita berteman, dan siapa yang bisa melawan kehendak mereka?... Hahahaha!" ujar Gildas bahagia.
Dan mendadak mereka sama-sama terlarut dan sebuah perbincangan dengan kalimat-kalimat terpenggal dan tertawa bersama sampai kehabisan napas.
Mereka sampai lupa waktu, sampai tiba-tiba Gildas berdiri untuk mengambil sebuah baju bersih yang ditinggalkan oleh petugas di ujung bawah dipannya.
"Ini adalah sesuatu yang harus kita rayakan secara besar-besaran! Tapi, jika kita tidak bergegas sekarang...tidak ada seorangpun dari kita yang akan sempat mandi sebelum makan malam tiba. Badanku terasa lengket, karena telah bertugas membangun tembok seharian!" ujar Gildas pada Damarius.
"Baiklah...baiklah! Ayo kita bergegas ke rumah pemandian!" seru Damarius antusias.
"Ayo...."
...****************...
mampir juga ya dikarya aku jika berkenan/Smile//Pray/