Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Cahaya yang Menembus Kegelapan
Tim tiba di pusat Corestar, di mana energi inti memancar dengan kekuatan yang luar biasa. Mereka menemukan Veradakz, penjaga holografis Corestar, yang mengungkap sejarah Lemurian dan tujuan sebenarnya dari laboratorium multidimensional ini. Dialog filosofis terjadi, menguji keyakinan Arkhzentra tentang takdir, keseimbangan, dan kebebasan.
Zephyr berhenti dengan perlahan, melayang di tengah kehampaan bercahaya. Mesin kapal mengeluarkan bunyi dengung yang teredam, seolah berusaha beradaptasi dengan atmosfer yang tidak wajar. Kabin terasa lebih hening dari biasanya, tetapi tidak benar-benar sunyi—ada suara halus yang mengalir, seperti bisikan yang datang dari segala arah. Fssshhhh... wummmmm...
Di luar jendela utama, mereka melihatnya. Inti Corestar. Sebuah bola energi raksasa berwarna biru terang yang melayang di udara, memancarkan cahaya yang berdenyut dengan ritme pelan tetapi kuat. Setiap denyutnya mengirimkan gelombang ke seluruh ruangan, menggetarkan kapal hingga terdengar bunyi halus. Thummm... thummm...
“Lihat itu,” bisik Lyrientha, matanya melebar saat ia menyaksikan pola-pola cahaya yang berputar di permukaan inti. Cahaya itu bergerak seperti ombak di lautan, menciptakan lingkaran-lingkaran yang terus berkembang. “Inti ini... ini bukan energi biasa. Ini... sepertinya hidup.”
“Aku tidak tahu apakah itu hidup,” gumam Rhaegenth dari kursinya di kokpit, “tapi itu jelas lebih besar dari apa pun yang pernah kulihat. Dan aku yakin, kita tidak seharusnya ada di sini.”
Arkhzentra berdiri di depan kaca utama, tubuhnya tegak tetapi matanya tampak penuh beban. Ia menatap inti itu dengan perasaan campur aduk—antara rasa kagum, gentar, dan sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya bisa ia jelaskan. Fragmen Takdir Kode di tangan Lyrientha mulai bergetar hebat, cahayanya semakin terang. Vrrrmmm… shwip!
“Fragmen ini... bereaksi,” kata Lyrientha, suaranya gemetar. Ia merasakan sesuatu merambat dari bola energi itu ke seluruh tubuhnya, seperti aliran listrik halus yang menusuk kulitnya. Zzzzzt... “Corestar menarik kita. Ini seperti... dia menginginkan kita mendekat.”
“Kau yakin itu menarik kita?” tanya Rhaegenth, nadanya penuh skeptisisme. “Bisa saja itu mencoba menelan kita.”
“Apapun yang terjadi, kita harus tahu jawabannya,” kata Ark. Ia berbalik ke arah Lyrientha, matanya tajam. “Fragmen itu adalah kunci. Ikuti arahnya.”
Lyrientha mengangguk pelan, menarik napas panjang sebelum mendekati panel kontrol untuk menyesuaikan posisi kapal. Tetapi sebelum ia sempat menyentuh layar, cahaya biru dari inti Corestar memancar ke seluruh ruangan, menciptakan semburan energi yang memaksa mereka mundur. Bwooosh! Thummm!
“Kita tidak sendiri!” teriak Rhaegenth, berusaha menjaga keseimbangannya saat kapal bergoyang hebat.
Di tengah cahaya yang berpendar, sosok humanoid mulai terbentuk. Awalnya hanya bayangan samar, tetapi perlahan menjadi lebih jelas. Tubuhnya tinggi dan ramping, dengan kulit yang bersinar seperti kristal cair. Matanya adalah dua bola cahaya biru yang memancarkan ketenangan, tetapi juga kekuatan yang tak terbantahkan. Setiap gerakannya menghasilkan suara lembut, seperti gesekan angin di atas permukaan kaca. Shissssh…
Sosok itu berdiri tegak di tengah ruangan, menatap langsung ke arah mereka. “Kalian telah membawa fragmen Takdir Kode ke sini,” katanya, suaranya langsung menggema di dalam pikiran mereka. Tidak ada kata-kata yang terucap, tetapi mereka semua mendengarnya dengan jelas.
“Siapa kau?” tanya Ark, tangannya secara refleks bergerak ke gagang senjatanya.
“Aku adalah Veradakz,” jawab sosok itu, suaranya tetap tenang tetapi penuh otoritas. “Penjaga terakhir dari Corestar. Tempat ini adalah warisan terakhir dari peradaban Lemurian, yang kau kenal sebagai pencipta sistem Takdir Kode.”
“Penjaga?” gumam Lyrientha, mencoba menyerap informasi itu. “Apa yang kau jaga? Energi ini? Atau sesuatu yang lain?”
“Corestar adalah inti dari semua energi dimensi,” kata Veradakz, tatapannya tidak pernah lepas dari Arkhzentra. “Ini adalah jantung dari jaringan yang menjaga keseimbangan antar dunia. Lemurian menciptakannya untuk mengontrol dimensi, tetapi kesombongan mereka menghancurkan segalanya. Aku ada di sini untuk memastikan bahwa kehancuran itu tidak terulang.”
Ark melangkah maju, wajahnya keras tetapi suaranya tetap tenang. “Jika kau penjaga, kenapa kau membiarkan Takdir Kode menjadi ancaman bagi semesta? Kau seharusnya menghentikannya.”
“Takdir Kode bukan ancaman,” jawab Veradakz. “Sistem itu dirancang untuk menjaga keseimbangan, tetapi kalian, makhluk fana, telah mencemarinya. Kau membawa fragmen ke sini, tetapi apakah kau benar-benar mengerti apa yang kau pegang?”
Lyrientha menggenggam fragmen itu lebih erat, matanya penuh rasa ingin tahu. “Jika fragmen ini adalah bagian dari Corestar, maka kami harus tahu bagaimana cara menggunakannya. Kami butuh energi ini untuk melawan Velkarith dan menghentikan sistem dari kehancuran.”
Veradakz mengangkat tangannya, dan ruangan di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Cahaya biru memancar ke segala arah, menciptakan ilusi yang melingkupi mereka. Mereka melihat gambaran sebuah peradaban megah yang berdiri di atas teknologi dan energi kosmik—kota-kota terapung di atas lautan cahaya, dengan menara-menara yang bersinar seperti bintang.
“Inilah Lemurian,” kata Veradakz, suaranya penuh rasa hormat tetapi juga kesedihan. “Mereka menciptakan Corestar untuk mengontrol dimensi, untuk menjadi penjaga keseimbangan. Tetapi ambisi mereka melampaui batas. Mereka ingin menjadi dewa.”
Gambaran itu berubah menjadi kehancuran. Kota-kota itu runtuh, menara-menara hancur menjadi debu, dan lautan cahaya berubah menjadi kekosongan gelap. “Keserakahan mereka menghancurkan segalanya. Dan sekarang, kalian datang untuk mengulang sejarah itu?”
“Kami tidak ingin menjadi dewa,” kata Ark dengan tegas. “Kami hanya ingin menghentikan Velkarith dan menyelamatkan semesta dari kehancuran. Corestar mungkin satu-satunya cara untuk melakukannya.”
Veradakz menatapnya lama, mata cahayanya seolah menembus hingga ke jiwa Ark. “Keseimbangan tidak dapat dijaga oleh mereka yang hanya mencari kekuatan. Keseimbangan membutuhkan harmoni antara logika dan jiwa, antara kehendak bebas dan tanggung jawab. Apakah kau memiliki itu, Arkhzentra?”
Ark diam sejenak, matanya bertemu dengan Veradakz. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar pertanyaan, tetapi sebuah tantangan.
“Jika kau ingin membuktikan dirimu,” lanjut Veradakz, suaranya lebih dalam. “Maka buktikan sekarang. Corestar tidak akan membiarkan siapa pun mengambil energinya tanpa ujian.”
Tiba-tiba, lantai di bawah mereka bergetar hebat. Krrrreeee… BOOM! Fragmen di tangan Lyrientha melayang keluar, bergerak ke arah inti Corestar. Ruangan itu mulai berputar, dindingnya berubah menjadi cermin bercahaya yang memantulkan bayangan mereka dalam bentuk yang aneh.
“Ark!” seru Lyrientha, tetapi suaranya tenggelam oleh dengungan energi.
“Ujian dimulai,” kata Veradakz, sebelum menghilang dalam semburan cahaya biru.