Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran di Dalam Markas
Suara alarm yang memekakkan telinga mengisi seluruh ruangan. Arga merasakan denyut jantungnya semakin cepat. Waktu yang mereka miliki untuk melarikan diri kini sangat terbatas. Pusat kendali Helios sudah mereka lumpuhkan, namun resiko besar harus mereka hadapi—pasukan elit Helios kini sudah mengetahui posisi mereka.
"Tempat ini tak akan bertahan lama," kata Alya, matanya memindai sekitar untuk mencari jalur keluar. "Kita harus bergerak cepat, atau kita akan terkepung!"
Arga menarik napas panjang. "Lina, pastikan kalian bisa mengakses semua data penting di sistem. Kami akan mengalihkan perhatian musuh agar kalian punya waktu."
Lina yang sedang sibuk dengan perangkatnya, melirik Arga dan mengangguk dengan sigap. “Aku sudah hampir selesai. Cuma sedikit lagi, tapi aku butuh waktu lebih lama jika mereka terus datang.”
"Berikan kami waktu," jawab Arga, tatapannya berubah serius. Ia memberi isyarat pada Alya dan Damar. "Kita harus menahan mereka sampai Lina selesai."
Suasana semakin menegangkan. Arga bisa mendengar langkah kaki berat yang semakin mendekat. Pasukan Helios sudah datang. Mereka tidak bisa berpikir lama lagi. Keputusan harus diambil.
Mereka memanfaatkan seluruh ruang yang ada untuk bertahan. Arga dan Alya mengambil posisi di balik meja besar yang menutupi sebagian ruangan. Damar, dengan pengalamannya, langsung menuju ke pintu darurat yang terhubung dengan ruangan belakang. "Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Kalian tetap di sini dan jangan bergerak sampai aku memberi isyarat."
Alya menatap Damar. “Hati-hati, Damar. Jangan gegabah.”
Damar tersenyum tipis. “Aku sudah biasa.” Dengan cepat, ia melangkah ke pintu belakang dan menekan tombol yang tersembunyi. Begitu pintu terbuka, Damar segera keluar dan bergerak menuju arah suara pasukan yang semakin dekat.
Dalam keheningan, Arga dan Alya menunggu dengan tegang, menahan napas agar tak terdengar oleh musuh yang sudah mengelilingi area tersebut. Waktu terasa semakin sempit.
Di luar, Damar memimpin sekelompok pasukan Helios ke arah yang salah, menjauhkan mereka dari posisi utama mereka. Seiring waktu berlalu, Arga merasa napasnya semakin berat. Mereka tak bisa menunggu lama. Lina sudah hampir selesai dengan data yang dicurinya dari server utama Helios. Tugas mereka hampir selesai—namun begitu banyak hal yang bisa menggagalkannya.
Tiba-tiba, sebuah suara yang familiar terdengar dari perangkat komunikasi Damar. "Aku memerlukan waktu lebih lama! Mereka makin banyak! Siap-siap untuk menghadapi mereka!"
"Jangan khawatir, Damar," jawab Arga dengan penuh keyakinan. "Kami di sini. Tinggal sedikit lagi."
Alya menatap Arga dengan tatapan penuh tekad. "Kita sudah terlalu dekat, Arga. Kita tidak bisa gagal sekarang."
Arga hanya mengangguk, merasakan beratnya tanggung jawab ini. Semua yang mereka usahakan selama ini, semua yang telah mereka korbankan, berada di ujung tanduk. Tidak ada jalan mundur lagi. Mereka harus bertarung sampai titik darah penghabisan.
Beberapa menit kemudian, Damar kembali dengan membawa kelompok pasukan Helios yang terjebak dalam serangan pengalihannya. “Kita sudah cukup jauh,” katanya, tubuhnya sedikit terengah-engah. “Namun, lebih banyak pasukan lagi yang akan datang. Kita harus pergi sekarang.”
Lina, yang sebelumnya tampak fokus pada layar komputer, tiba-tiba menoleh dengan senyuman tipis. “Aku sudah mendapatkan data yang kita butuhkan. Tapi kita harus segera pergi.”
"Baiklah," kata Arga, menyeka keringat yang sudah membasahi wajahnya. "Kita keluar dari sini."
Namun, tepat ketika mereka hendak keluar dari ruang pusat kendali, suara tembakan terdengar, mengarah ke tempat mereka bersembunyi. Pasukan Helios sudah mengepung mereka.
"Ke pintu darurat, sekarang!" teriak Arga, memimpin mereka melalui pintu yang terbuka lebar di sebelah kanan mereka.
Mereka berlari melalui lorong sempit yang mengarah ke lantai bawah markas Helios. Rintangan muncul begitu mereka keluar ke area terbuka, dengan penjaga bersenjata lengkap yang tampaknya telah dipersiapkan untuk menghadapi mereka. Beberapa pasukan bersenjata datang dari berbagai arah, dan meski mereka berlari dengan kecepatan maksimal, mereka tahu bahwa setiap detik mereka terus dikejar.
Alya menembakkan senapan otomatisnya ke arah pasukan yang mendekat. “Bergerak, bergerak!” teriaknya.
Arga melaju di depan, mengatur strategi mereka untuk menghadapi rintangan yang semakin besar. “Ikuti aku! Kita menuju ruang utama markas! Kita bisa keluar lewat sana!”
Lina, meskipun fokus pada perangkatnya, tidak berhenti bergerak. "Ada sistem pertahanan di depan. Aku bisa membuka pintu darurat untuk kalian keluar, tapi aku butuh beberapa detik lagi!”
Sekarang, yang tinggal hanya satu pilihan: bertarung atau mati. Arga tahu bahwa meski mereka berhasil menghancurkan pusat kendali Helios, mereka belum menang. Mereka harus bertahan hidup, keluar dari sarang musuh ini, dan membawa data yang sangat berharga ini untuk menghentikan Helios.
Arga melangkah maju dengan tekad yang semakin kuat, membimbing timnya menuju pintu darurat yang semakin dekat. Setiap tembakan yang dilepaskan menuju mereka semakin membuat suasana semakin panas. Namun, mereka tidak bisa berhenti—mereka harus keluar, atau semuanya akan berakhir.
Dengan gerakan cepat dan terkoordinasi, mereka akhirnya mencapai pintu darurat yang sudah disiapkan oleh Damar sebelumnya. Mereka berlindung di balik pintu yang terbuka, sementara pasukan Helios terus mengejar. Arga memberi isyarat pada Lina untuk segera mengaktifkan pintu.
"Sekarang!" teriak Arga.
Lina menekan tombol di perangkat kecil yang dibawanya, dan dengan suara keras, pintu darurat terbuka lebar, memberikan mereka jalan keluar. Mereka melesat ke luar, menuju area yang lebih terbuka, namun tetap dalam bahaya. Pasukan Helios kini lebih dekat, dan mereka tidak punya waktu lebih banyak.
"Pergi! Sekarang!" Damar berteriak sambil menembakkan senapan ke arah pasukan yang mengejar.
Mereka berlari menembus kegelapan malam, dan meskipun mereka tahu bahwa mereka belum aman, mereka berhasil keluar dari markas Helios—untuk sementara.
Namun, Arga tahu ini baru awal dari perjalanan panjang mereka. Pasukan Helios tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja. Mereka harus segera melanjutkan misi mereka untuk menghentikan Helios, sebelum dunia yang mereka kenal menjadi terlambat.
---