"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hukuman untuk Aurora
“Nona tunggu di luar, kami akan memeriksa pasien lebih dulu!” perintah Dokter pada Aurora, gadis itu menggeleng sembari mengusap air mata yang tidak ada habisnya sejak tadi.
Di saat seperti ini mana mau dia meninggalkan Vallerio begitu saja, apalagi pria itu dalam kondisi buruk.
“aku disini saja dokter, aku ingin melihat perkembangannya” jawab Aurora kekeuh.
“Tapi__”
“Aurora keluar!” Alena menarik tangan adik iparnya, menuntun Aurora untuk duduk di kursi tunggu di depan ruangan Vallerio.
“Kakak, bagaimana kalau kak Vallerio kenapa napa, hiks.. kenapa suamimu sangat kejam kak??” tangis Aurora masih berlanjut, dia bertanya pada Alena, tidak menemukan jawaban sama sekali karena wanita cantik itu hanya diam.
Jujur dia juga kecewa, siapa pun pasti akan marah mendengar adiknya yang hamil di luar nikah, Alena juga tidak menyalahkan Wiliam sepenuhnya, hal itu wajar dan semua itu bentuk dari rasa pedulinya terhadap Aurora, tapi yang salah dari sikap pria itu adalah emosinya yang tidak terkendali hingga hampir merenggangkan nyawa seseorang.
Saat mereka tengah duduk berdua, Wiliam datang masih dengan ekspresi yang sama. Dia menarik tangan Aurora, membiarkan Alena duduk disana seorang diri.
“kak” Aurora berusaha menghempaskan tangannya dari tangan kekar Wiliam, tapi bagaimana pun dia berusaha, tenaganya jauh di banding Wiliam.
“ikut pulang atau aku akan menyeretmu paksa, hm!” ketus Wiliam, dia membuka pintu mobil, mendorong tubuh Aurora untuk ikut masuk.
Tidak lagi peduli dengan Alena, dia membiarkan istrinya berada di rumah sakit yang mungkin menangisi nasib sahabat brengseknya itu.
Hingga tak lama setelahnya, mobil yang dia bawa sampai di depan rumah. Masih sama, dia menyeret tangan Aurora secara kasar, di bawa masuk lalu menyuruhnya duduk di sofa.
...----------------...
Tak lama setelahnya, mommy Alisia yang sejak tadi sudah pulang turun dari kamar.
“Mom” panggil Aurora berharap penuh pada wanita itu. Tapi lagi, mommy Alisia hanya menatapnya sekilas kemudian duduk diam.
Dia melihat jam di tangannya seolah menunggu seseorang. Memang benar adanya, dia tengah menunggu sang suami yang dalam perjalanan pulang.
Sejak mendengar kabar itu, Deddy Xavier membatalkan seluruh pekerjaannya disana dan lebih memilih pulang untuk menyelesaikan masalah dalam rumahnya.
“Kamu tahu sayang, mommy benar benar kecewa sama kamu!” ujar mommy Alisia setelah sekian lama mendiamkan Aurora.
“aku tahu aku salah mom, maafkan Rora, hiksss” tubuhnya mendekat, masuk ke dalam pelukan hangat mommynya. Jika seperti ini, dia sudah kembali seperti gadis kecil manjanya beberapa tahun silam.
Suara mobil yang berhenti di depan rumah membuat Aurora mempunyai secerah harapan. Deddy Xavier adalah harapan yang tepat, mengingat pria itu sangat menyayangi dan memanjakannya, maka dari itu Aurora terlihat berbinar.
Apalagi langkah tegap deddynya masuk ke dalam rumah, perlahan Aurora menghapus jejak air mata, bangun dari sisi mommynya kemudian berlari hendak memeluk sang deddy, tapi____
“awas!!” datar pria itu.
Glegg
Ternyata semua orang sama saja, tidak ada satu pun yang peduli padanya. Aurora mundur, memperhatikan raut wajah deddy Xavier.
“Deddy, Rora minta maaf” tanpa di suruh, dia berlutut di hadapan deddynya, memeluk kaki pria itu.
“Aurora berdiri!” tegas Deddy Xavier. Dia menggeleng lemah, tanpa ada niat berdiri sama sekali sebelum deddynya memaafkannya.
“ Ya udah lepas, aku capek Aurora, jadi lepaskan kakiku!” perlahan Aurora melepaskan pelukannya dari kaki deddy Xavier, membiarkan pria itu duduk di sofa samping sang istri.
Wiliam yang tadi sempat ke kamar kini kembali, menatap datar arahnya.
“Duduk disini!” perintah Wiliam menujukan sofa tunggal untuk gadis itu duduk. Aurora menurut, membawa tubuhnya untuk duduk di sana. Dia menundukkan pandangannya tanpa berani melihat tiga orang itu.
“Aku tidak habis pikir Aurora, kenapa kamu senakal ini? Kenapa?” deddy Xavier mulai membuka obrolan, sidang untuk putrinya.
Di sebut nakal oleh deddynya sendiri, sungguh itu sangat melukai perasaan Aurora. Pertama kali dalam sejarah pria itu memarahinya, selama ini tidak pernah.
“Rora minta maaf, hiks..” entah sudah ke berapa kali dia mengeluarkan kalimat yang sama, yang jelas tidak ada kalimat lain yang bisa dia ucapkan selain kata minta maaf. Dia tidak bisa membela diri, mengakui dirinya bersalah memang hal paling tepat.
“baiklah, berhenti menangis!” walau datar, suara itu kembali terdengar lembut di telinga. Pria paruh baya itu memang tidak kuasa melihat tangisan putri kecilnya, tangisan yang menyayat hatinya perlahan.
“Jangan senang dulu, kamu tetap harus di hukum!” suara Wiliam kembali mendominasi, membuat Aurora lagi dan lagi tak bisa berkutik.
“sebagai hukumannya, dua minggu kamu ke singapura membantu nenek, tidak ada bantahan!” tegas Wiliam mengagetkan tiga orang itu.
“boy...” guman mommy Alisia hendak protes. Bukan ini rencana awal mereka, memberi Aurora sedikit pelajaran sudah cukup, tapi bukan di kirim ke singapura juga.
“Wiliam, apa maksudmu!” tidak hanya mommy Alisia, deddy Xavier juga tak suka mendengarnya.
“itu hukumannya, dan harus di jalankan!” tegas Wiliam.
“Kak, kenapa kamu tega sekali...”
“Wiliam, kamu tahu Aurora sedang hamil, dia tidak bisa jauh dari kita, siapa yang mengurusnya nanti, hah?”
“ada Tania disana, ada Malvin, ada Aunty Diana dan banyak orang lainnya! Hanya dua minggu, itu terlalu cepat, harusnya sampai Aurora tamat saja disana!” jawab Wiliam meruntuhkan Aurora seketika.
Menangis pun tidak ada gunanya lagi, Wiliam yang keras hati tidak akan termakan dengan air matanya walau Aurora seberusaha itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪