Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Emang Lagi Manja
"Makan seenak ini sangat sayang sekali jika disia-siakan." ucap Jena dengan membuka semua makanan yang sudah dia beli dan menatanya dimeja makan.
Jena memesan makanan hanya untuk dirinya sendiri karena dia tidak tau jika Savero akan pulang begitu cepat. Jena pun mulai menikmati makanannya sementara Savero memilih untuk mandi terlebih dahulu.
Setelah beberapa menit Savero mandi kini dia sudah selesai dan langsung berganti pakaian memakai pakaian bebasnya. Savero hanya mengenakan kaos dan celana pendek seperti biasa, lalu dia mengambil handphone yang dia letakkan di atas nakas dan mulai menghubungi Rey.
Sementara Jena sudah hampir selesai dengan makan malamnya.
"Lain kali kalo laper jangan bikin malu dong!" ucap Jena sambil menepuk pelan perutnya itu.
"Jangan ditepuk!" ucap Savero dengan penuh penekanan sambil menahan tangan Jena.
Membuat Jena kaget dan langsung mendongakkan kepalanya menatap wajah serius Savero. Jena memang sering melihat Savero marah di kantor, tapi kali ini sepertinya lain. Ini lebih seram dari biasanya hingga membuat Jena merasa takut, tatapannya benar-benar membunuh! Dan kata-katanya kali ini sepertinya tidak main-main.
"Ke..kenapa?" ucap Jena sambil melepaskan tangannya dari genggaman Savero.
Savero tidak menjawab dia hanya pergi berjalan menuju meja makan dan duduk di kursi sebrang Jena untuk makan malam.
Sementara Jena mengambil segelas air putih yang ada didepannya dan meminumnya untuk mengalihkan rasa takutnya.
"Dengar! aku tidak mau jika sampai terjadi apa-apa dengan calon anakku nanti." ucap Savero dengan tatapan tajam yang membuat Jena seketika tersedak minumannya sendiri.
uhukk!!
uhukk!!
Jena seolah tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Apa yang dikatakan Savero sungguh diluar pikirannya.
"Anak? Anak dari mana?" tanya Jena.
"Tentu anak dari hasil hubungan kita." jawab Savero.
"Tapi aku tidak sedang hamil." ujar Jena.
"Siapa tau? Lebih baik besok kita cek saja biar lebih jelas." titah Savero.
"Tidak, aku tidak mau!" tolak Jena.
"Jangan membantah! itu anakku, jadi aku lebih berhak menentukan." tekan Savero.
"Hih! dasar menyebalkan!" gumam Jena yang masih bisa didengar oleh Savero.
"Besok adalah hari libur, jadi aku rasa waktu yang tepat untuk kita pergi ke dokter." ucap Savero.
"Terserah saja." ucap Jena malas.
Savero tidak mau main-main jika itu sudah menyangkut tentang calon anaknya. Savero hanya ingin yang terbaik untuk calon anaknya nanti, karena dia adalah calon pewaris dari King Lionel.
Jena berdiri dari tempat duduknya berniat meninggalkan tempat makan dan pergi untuk mandi saat ini.
"Kamu mau kemana?" tanya Vero.
"Aku sudah selesai makan, jadi aku mau masuk dan mandi."ujar Jena.
"Duduk! Aku belum selesai bicara." tekan Savero.
Jena memutar bola matanya dengan malas dan menjatuhkan pantatnya dengan kasar ke atas kursi.
"Suapi saya!." titah Savero.
"Heh?" ucap Jena, siapa tau dia hanya salah dengar.
"Saya mau makan jika istriku yang menyuapinya." ulang Savero.
"Tapi Tuan kan bisa makan sendiri." ujar Jena.
"Tapi makan dari tangan seorang istri itu rasanya pasti lebih enak. Ya.. anggap saja ini bawaan bayi." ucap Vero.
"Tapi belum tentu juga aku sedang hamil." ujar Jena.
"Ya anggap saja begitu. Lagipula apa kamu mau menyiksaku setelah seharian aku tidak makan?" ancam Savero.
"Iya.. iya.. baiklah!"
Lagi-lagi Jena harus menuruti kemauan Savero. Jena merasa ini hanya akal-akalan Savero saja untuk membodohinya dengan calon anak sebagai alasan. Tapi mau bagaimana lagi, Jena tidak mau merasa bersalah lagi karena menolak perintah Savero.
Drrtt..!!
Drrtt..!!
Handphone milik Savero yang berada di atas meja makan tepatnya di sebelah jena kini berbunyi, karena tadi Savero tidak sengaja meletakkan handphone tersebut saat hendak mencegah Jena memepuk perutnya.
"Tuan, handphone anda bunyi, mungkin ada telfon penting untuk anda." ucap Jena sambil menyuapi Savero.
"Biarkan saja." jawab Savero karena tidak mau diganggu.
"Tapi Tuan? siapa tau ini penting?" bujuk Jena.
"Baiklah, kamu saja yang cek." titah Savero dengan malas.
"Tapi ini hp Tuan?"
"Memangnya kenapa? kamu istriku sekaligus sekertaris ku, jadi kamu berhak tau siapa saja yang menghubungiku." ujar Savero.
"Baik Tuan." ucap Jena patuh.
Jena segera mengambil benda pipih tersebut lalu menatap ke layar ponsel milik Tuannya itu untuk melihat siapa yang menelfonnya. Tertera di sana panggilan dari Amanda.
"Tuan, ini telfon dari Amanda." ucap Jena dengan menyodorkan handphone tersebut.
"Matikan saja."
Jena yang tidak mau beradu argumen lagi dengan sang Tuan karena dia tau itu tidak ada gunanya. Akhirnya Jena memutuskan panggilan telfon tersebut.
🩸
🩸
🩸
Sementara sisi lain, Amanda sangat kesal karena Savero tidak mau mengangkat telfonnya. Amanda pikir pasti kini Savero tengah marah kepadanya, karena kejadian saat terakhir mereka bertemu direstoran. Pasti kini Savero sudah tau jika dirinyalah yang mencampurkan obat plus-plus itu ke minuman Savero.
Amanda yang kini sedang ada di bar bersama teman-temannya pun meluapkan kekesalannya dengan meminum alkohol. Amanda adalah anak konglomerat yang hidupnya hanya untuk kesenangan dan mengejar cinta Savero. Dia bahkan tidak memiliki pekerjaan karena dia hanya mengandalkan harta orang tuanya saja. Dan impiannya adalah dia berharap jika suatu saat nanti dia akan menjadi Nyonya Lionel.
"Kenapa sih Savero nggak mau ngangkat telfon aku Roy?" tanya Amanda dengan suara mabuknya.
Amanda kini sedang duduk bersama Roy sementara teman-temannya sesama sedang asyik dugem. Roy yang sama-sama anak orang kaya, namun kekayaan yang orang tua Roy miliki tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan milik keluarga Lionel.
Roy sudah Amanda anggap seperti sahabat karena mereka begitu dekat. Roy adalah bukti bagaimana Amanda sangat mencintai Savero secara ugal-ugalan namun cinta itu tak pernah terbalaskan.
"Ya.. mungkin dia nggak suka sama kamu Nda. Udah lah, berhenti ngejar Savero. Banyak laki-laki diluar sana yang lebih bisa ngertiin dan nerima kamu." ujar Roy.
"Tapi aku cuma cintanya sama Vero. Aku nggak mau yang lain." ujar Amanda dengan terus meneguk minumannya.
"Udah Nda, kamu udah kebanyakan minum." ucap Roy mengingatkan.
"Aku mau Vero..!"
"Aku mau Vero..!"ucap Amanda lalu seketika ambruk di pundak Roy karena terlalu banyak minum. Roy menepuk-nepuk pipi Amanda pelan mencoba untuk menyadarkannya gadis itu, tapi Amanda sudah terlalu mabuk.
Akhirnya Roy membawa Amanda ke salah satu hotel terdekat disana, karena tidak mungkin membawa Amanda pulang ke rumah dalam keadaan mabuk seperti ini. Ayah Amanda pasti akan sangat murka jika melihat kelakuanku putrinya malam ini.
❣️
❣️
❣️
Setelah selesai makan malam bersama Savero, Jena pergi untuk mandi menyegarkan tubuhnya. Setelah selesai Jena keluar dari kamar mandi berniat untuk ganti pakaian, namun dia tidak mendapati Savero disana.
"Kenapa Tuan tidak ada di kamar? Dimana dia?" gumam Jena.
Jena tidak mau ambil pusing, dia mengganti pakaiannya setelah itu dia mencari Savero ke seluruh ruangan yang ada di apartemen itu. Langkah Jena seketika terhenti saat melihat Savero berada diruang kerjanya.
Jena mengetuk pintu ruangan itu, lalu masuk ke dalam dan kini berdiri tepat di depan Savero.
"Ada apa Je? kenapa kamu belum tidur?" tanya Savero sambil menatap layar kerjanya.
"Itu yang ingin saya tanyakan, ini sudah malam kenapa Tuan tidak tidur? Bukankah Tuan sudah bekerja seharian dan lagi pula besok juga hari libur." ujar Jena.
"Kemarilah, duduk disini." titah Savero meminta Jena untuk duduk dipangkuannya.
Jena pun patuh dan langsung berjalan dan menjatuhkan pantatnya di kedua paha Savero. Sejak Savero memandangi wajah Jena, sungguh betapa cantiknya istri kontraknya itu jika di lihat lebih dekat.
"Dengar, saya ada pekerjaan penting yang harus saya selesaikan malam ini." ucap Savero sambil membelai rambut indah milik sang sekretaris.
"Apa sepenting itu sampai Tuan tidak bisa istirahat." ucap Jena manja membuat Savero tertawa kecil melihat wajah imut gadis itu.
"Aku akan istirahat nanti jika sudah selesai, jadi lebih baik kamu istirahat lebih dulu. Kamu harus menjaga kesehatanmu dan calon anakku." ucap Savero sambil mengusap-usap perut rata milik Jena.
"Tapi aku belum tentu hamil Tuan!" protes Jena.
"Makannya besok kita cek sama-sama, supaya lebih jelas. Dan kamu harus istirahat sekarang karena besok kita akan pergi ke dokter." ucap Savero lalu mencium kening Jena dengan sangat lembut.
Jena merasakan kehangatan menjalar di seluruh tubuhnya akibat kecupan Savero. Hati Jena berdebar begitu kuat saat itu juga, Jena merasa dirinya kini seolah telah menjadi istri sungguhan milik sang Direktur.
Jena lalu mengangkat tubuhnya dan berdiri di depan Savero.
"Kalau begitu saya akan istirahat dulu. Selamat malam Tuan." ucap Jena
"Malam." sahut Savero.
Jena segera keluar dari ruangan itu dan berjalan untuk kembali ke kamarnya. Sambil berjalan Jena terus memikirkan entah mengapa malam ini dia sangat ingin berada terus dekat dengan Savero.
"Apa benar sedang aku hamil?" gumam Jena sambil mengusap-usap perutnya.
Jena kembali masuk ke kamarnya lalu membaringkan tubuhnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut lalu bersiap untuk tidur.