Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Jangan Simpan Kebencianmu Untuknya
Mega tergesa-gesa datang untuk menemui Ayuna dan juga Stevie yang tengah merawat ibunya. Dia begitu khawatir dengan kondisi Ibunya dan tidak membuatnya tenang. Tapi apalah daya yang bisa dilakukannya? Dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mengusahakan pengobatan terhadap ibunya, tapi semua itu kembali lagi pada ketentuan Tuhan, hanya mukjizat yang bisa membuat ibunya membaik.
"Dokter! Gimana kondisi mama saya?"
Mega menatap Ayuna dan juga Stevie dengan raut wajahnya yang begitu sedih saat memasuki ruangan Stevie.
"Keadaan nyonya Ane masih sama bu, belum ada tanda-tanda yang menunjukkan pergerakan," jawab Dokter Stevie.
"Huft, kenapa seperti ini ya? Apa masih ada harapan buat sembuh dokter?" tanya Mega.
"Itu fifty-fifty bu. Ya semoga saja ada keajaiban yang datang dan segera membuatnya sadar. Kalau menurut penelitian kedokteran, nyonya Ane bisa sadar, tapi kemungkinan besar dia sulit untuk bicara, atau mungkin bisa bicara tapi.... "
"Tapi apa dokter?" tanya Mega sangat cemas.
"Bisa jadi lumpuh," jawab Dokter Stevie.
"Oh! Ya ampun Mama, kenapa masa tuamu tidak menyenangkan. Apa tidak ada cara lain untuk membuatnya kembali normal dokter?" tanya Mega.
Apapun dia akan lakukan untuk kesembuhan orang tuanya. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang tersisa untuk merawat dan membahagiakan orang tuanya yang tinggal satu itu.
"Seperti yang saya bilang tadi bu. Hanya keajaiban yang bisa membuatnya sembuh dan normal kembali. Saya hanya manusia biasa bu, saya sudah berusaha semampu saya buat menolong nyonya Ane agar kembali tersadar dari qomanya.
"Ibu ingin menemui nenek?" tanya Ayuna.
"Iya nak, ibu ingin bertemu dengan nenek. Antar ibu ke dalem ya bak?"
"Iya bu, mari aku anter ke dalem."
Ayuna berjalan merangkul Mega menuju ruang ICU.
Tiba di dalam ruang ICU, Mega langsung menangis mendapati orang tuanya yang terbujur lemas seperti mayat hidup.
"Tanpa alat bantu ini, mungkin nyonya sudah tiada bu," celetuk dokter Stevie.
"Apa dokter? Dokter kumohon jangan lepas alatnya ya dok. Saya masih yakin kalau Mama saya pasti masih bisa sadar melewati masa kritisnya," celetuk Mega.
"Dokter Ayuna tolong Mama. Mama tidak ingin alat pernafasan nenek dicabut, Mama bisa membayarnya berapapun yang dokter minta," ucap Mega dengan menangis.
"Ibu, ibu yang tenang dulu ya? Aku akan bantuin ibu, jadi Yuna mohon, ibu harus tenang dulu," tutur Ayuna.
"Tapi Mama mohon nak, Mama nggak mau kalau sampai nenek kenapa-napa karena tidak memakai alat bantu pernafasan," jawab Mega dengan menangis.
"Iya bu, ibu tenang ya? Alat bantu pernafasan nenek tidak akan dilepas. Walaupun Yuna tidak bekerja di sini, tapi Yuna adalah dokter, yang pastinya akan melakukan yang terbaik untuk kenyamanan pasien," jawab Ayuna.
"Ayo kita mendekat pada nenek. Ibu bisa bicara dengan nenek. Nenek masih bisa merespon, walaupun dirinya tidak bisa bergerak," celetuk Ayuna.
"Nak, mama masih tidak bisa menerima kenyataan kalau sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk pada nenek. Mama gagal menjadi orang tua untuk dua anak Mama. Mama tidak bisa mendidik mereka dengan benar," ucap Mega.
"Bu! Jangan merendah seperti itu. Ibu tidak pernah bersalah, semua ini salah anak ibu yang tidak bisa menghargai ibu sebagai orang tuanya. Kalau kak Allard sih, aku rasa dia nurut sama ibu, tapi kalau.... "
Ekhem...
Sebuah deheman cukup keras tiba-tiba terdengar dari arah belakang Ayuna.
Ayuna seketika refleks menoleh ke arah belakang dan mendapati Steven yang sudah bersedekap dada dengan menaikkan satu alisnya mengarah padanya.
"Kalau siapa?"
Steven berjalan mendekat pada Ayuna dengan menatapnya dengan tajam.
"Am, aku.... Cuma.... "
"Cuma apa? Cuma mau ngomong kalau aku orang yang kamu maksud gitu?"
"Dasar perempuan nggak tahu diri. Udah dikasih hati minta jantung," seru Steven.
"Steven! Apa yang sudah kamu lakukan. Dia ini calon kakak iparmu, jadi hormati dia," sentak Mega.
"Kakak ipar? Jangan mimpi deh Ma. Bahkan dia tidak pantas kusebut sebagai kakak ipar," jawab Steven.
"Keterlaluan! Tutup mulutmu itu. Ini rumah sakit Stev! Jangan buat masalah. Apa kau tak melihat, nenekmu telah lemah tidak berdaya di brankar itu semua gara-gara kamu," seru Mega dengan menunjuk ke arah Ane yang terbaring dengan mata terpejam.
Ayuna menahan diri agar air matanya tidak tumpah. Hatinya sangat sakit, direndahkan oleh orang yang sangat dibencinya.
'Aku tidak boleh berdiam diri saja. Aku nggak kuat selalu direndahkan seperti ini terus. Untuk apa aku menyiksa diriku sendiri untuk orang lain yang tidak menghargai pengorbananku.'
"Bu, sepertinya aku memang harus pergi dari rumah Ibu. Aku tidak mau ada orang yang serumah sama aku, tapi dia membenciku. Aku hanyalah benalu yang hanya menumpang pada kehidupan orang lain. Aku tidak pantas berada di antara kalian," ungkap Ayuna.
"Ayuna! Apa yang sudah kamu katakan itu. Ibu tidak pernah mengucap kata-kata kasar padamu, jangan pergi nak. yang membuatmu diusir dari rumahmu, jadi kumohon, tolong mengertilah perasaan Mama," celetuk Mega dengan memegang kedua bahu Ayuna.
"Bu! Aku mengerti maksud ibu. Aku juga mengerti gimana perasaan ibu. Tapi aku juga punya perasaan bu. Aku nggak mau direndahkan terus. Aku masih bisa hidup sendiri tanpa bantuan siapapun. Aku tidak mau menjadi benalu di rumah kalian," jawab Ayuna.
"Nak! Kamu bukan benalu nak, kamu harapan kami. Apa yang akan kami katakan pada orang tuamu jika saja sewaktu-waktu orang tuamu datang untuk mencarimu ke sini. Mama harus mencari alasan apa agar orang tuamu percaya. Tidak nak, Mama tidak akan pernah izinkan kamu pergi dari rumah."
Mega merasa sangat bersalah, ingin sekali meremas mulut Steven yang berkali-kali menyakiti perasaan Ayuna.
"Steven! Kamu minta maaf sama Ayuna," peringat Mega.
Refleks Steven langsung membelalakkan bola matanya.
"Apa? Minta maaf, ogah."
"Memangnya apa yang sudah aku lakukan padanya, hingga aku harus meminta maaf padanya. Itu tidak akan terjadi," jawab Steven.
"Oh! Jadi begitu ya? Baiklah. Kalau kamu memang nggak mau minta maaf sama dia, Mama bakalan pergi dari rumah. Jika itu sampai terjadi, maka jangan pernah kamu coba cari Mama lagi. Mama nggak mau punya anak arogan seperti kamu," seru Mega.
"Ma! Jangan ngomong kayak gitu dong. Mama nggak boleh ngomong asal-asalan seperti ini. Mama jauh membela dia dari pada anak Mama sendiri," jawab Steven.
"Ya, Mama memang lebih peduli padanya. Gara-gara Mama datang ke rumahnya berniat melamarnya, dia harus diusir dari rumahnya, itu demi apa? Demi menolong Mama buat rawat nenek kamu. Kalau kamu nggak bisa menghargainya, itu sama halnya, kamu tidak bisa menghargai Mama," oceh Mega.
Steven diam dengan membuang mukanya. Rahangnya mengeras geram dengan sandiwara yang dibuat oleh Mamanya.
Ayuna hanya diam dengan pandangan kosong. Air matanya tak henti-hentinya menetes membasahi pipinya.
"Baiklah, aku akan minta maaf padanya," putus Steven.
"Lakukan," jawab Mega dengan ketus.
Steven langsung mendekati Ayuna yang tengah berdiri tepat di sebelah Mega.
"Em, Ayuna! Aku minta maaf padamu. Terimakasih karena kamu sudah ikut merawat nenekku, hingga sekarang. Dan kamu sudah menjadi sahabat baik Mama," ucap Steven.
Ayuna masih diam, tidak bergeming. Dia tahu Steven tidak tulus minta maaf padanya. Dia hanya terpaksa karena tidak ingin melihat mamanya pergi.
"Ayuna! Mama tahu Steven banyak salah sama kamu, tapi mama minta kamu jangan membencinya ya nak? Dia sudah meminta maaf sama kamu. Tolong jangan simpan kebencianmu untuknya."