Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Marquess Alfiena
Cara menatap Alena dan pria itu terkesan begitu aneh bagi Mattias, hatinya kala itu berkobar. Bahkan di atas kepalanya kini ada dua tanduk tak kasat mata.
“Alena!” Mattias cemberut, Alena langsung menatap Mattias yang kini nampak merajuk.
“Apa-apaan kalian saling bersitatap seperti itu? Aku bahkan masih hidup dan anda mau berpaling begitu?” Kesal Mattias, Alena mengangkat alisnya, hingga tawa Alena dan Marquess terdengar menggema kala itu.
“Nama saya Alfiena, memang terkesan seperti nama perempuan. Namun nama itu adalah nama yang ada pada diri saya sejak lahir.” Ucap sang Marquess menunduk.
“Mattias, eh em Tuan Duke, saya hanya merasa familiar saja dengan Tuan Marquess tidak ada yang lain.” Ucap Alena menggenggam kedua tangan Mattias.
Sedangkan Marquess yang baru saja memberi salam dan justru diabaikan hanya memijat kening merasa miris, apakah semua pasangan seperti itu? Entahlah, setahunya memang demikian namun tak sampai seperti itu juga.
“Panggil namaku!” Mattias nampak kembali cemberut, Alena terkekeh dan meletakan tangannya di leher sang suami.
“Mattias, aku tak akan pernah berpaling darimu. Aku hanya merasa dia sangat familiar, rasanya sangat aneh. Namun itu bukan sesuatu yang bisa saya sebutkan dan bandingkan seperti perasaan saya pada anda, benar begitu bukan Tuan Marquess?” Jelas Alena, Alfiena tersenyum jahil.
“Entahlah,” Ucapnya, Mattias langsung memasang wajah masam. Sedangkan Alena justru tertawa dan mengecup kening sang suami.
“Sudahlah sayangku, jangan marah. Aku bersungguh-sungguh!” Alena tersenyum tulus, Mattias pada akhirnya mengangguk setuju.
Alfiena, sosok yang sangat tersohor di wilayah timur karena berhasil untuk tetap teguh dan setia pada Kerajaan meski terpisah oleh lautan. Dia dikenal sebagai jenius sihir. Meski di beberapa tempat, sihir masihlah menjadi sesuatu yang tabu, namun di wilayah timur tidaklah demikian.
Dapat dilihat dari mulai struktur jalan dan banyaknya hiasan aneh dan jimat di sekitar jalan menuju penginapan, serta banyaknya peramal di sekitar jalan tersebut.
Alena dan Mattias merasa sangat asing dengan lingkungan tersebut, namun melihat penginapan mereka yang sangat aneh juga membuat mereka menjadi semakin kebingungan.
Sebuah penginapan di tengah Padang rumput dan dikelilingi pagar yang rendah, kaca digunakan sebagai dinding. Meski saat menatap dari luar ke dalam rumah nampak hitam dan tak terlihat apa-apa, namun saat melihat dari dalam keluar akan sangat jelas.
“Ini adalah penginapan yang saya siapkan untuk anda berdua, bila ada sesuatu yang kalian butuhkan maka beritahu saya. Saya akan segera datang dan memberikan pelayanan terbaik.” Ucapnya menunduk patuh, melihat wajah masam Mattias nampak membuat Alfiena sangat puas.
“Jangan harap!” Kesal Mattias, Alena mencubit tangan suaminya itu saat mendengar gertakan dari mulutnya.
“Baiklah Pangeran, saya kembali bila demikian.” Dia keluar dari penginapan itu dan meninggalkan Alena dan Mattias disana.
“Mengapa Alena memperlakukan pria itu dengan sangat baik? Ish, aku malah kesal sekali melihat wajahnya!” Gertak Mattias layaknya ABG yang baru saja puber.
“Feet, jangan demikian Mattias. Tapi, saya juga merasa sedikit aneh. Seseorang berambut merah itu sangat langka di Kerajaan, bahkan di Kerajaan ini hanya keluarga dari Ibu saya saja yang memiliki rambut seperti itu. Bukankah itu aneh? Siapa tahu dia adalah saudara jauh kami bukan? Warna mata kami juga sama, lihatlah!” Alena menunjukkan bola matanya, Mattias kian cemberut dibuatnya.
“Anda bahkan mengingat bola matanya, ya ampun! Bila begini terus aku bisa gila.” Mattias menjambak rambutnya sendiri merasa frustasi, namun Alena menghela nafas berat melihat hal tersebut.
“Mattias, saya tidak memiliki perasaan seperti itu padanya. Jangan salah sangka, saya hanya merasa bila dia seperti saudara saya.” Lirih Alena dengan senyum pahitnya.
“Saudara?” Tanya Mattias, Alena mengangguk sembari tersenyum pahit.
“Anda tahu kejadian dulu? Saat itu saya lahir bersama dengan saudara kembar saya. Kata ayah, kami memiliki tanda lahir yang sama. Namun, sebuah pemberontakan terjadi yang membuat keluarga kami harus melindungi keluarga Kerajaan.” Mattias terdiam, memang benar pernah terjadi hal semacam itu saat Mattias berusia 4 tahun. Tepatnya setelah ulang tahun yang pertama dari Pangeran Carli.
“Saya mengingatnya dengan baik, bahkan saat itu keluarga Arganta menjadi pelopor bagi seluruh keluarga Bangsawan yang ada. Selain dana yang diberikan, pasukan dan juga bantuan dalam berbagai bidang. Keluarga Arganta saat itu juga menjadi simbol dari kesetiaan.” Alena terdiam dan mengangguk. Alena berjalan menuju sebuah kursi di ruangan tersebut.
“Itu adalah pemberontakan pertama, dan saat itu ibunda tengah mengandung saya dan kakak saya, ibu mengalami luka dan sakit-sakitan setelahnya dalam keadaan mengandung. Pemberontakan kedua kembali terjadi saat kami sudah cukup besar, dan saat itu Kakak berusaha melindungi saya namun gagal. Dan dia akhirnya di buang di laut oleh salah seorang pemberontak sebagai bentuk ancaman pada keluarga kami.” Mattias memejamkan matanya, dia juga baru mengetahui fakta tersebut setelah menjadi pemimpin para Ksatria dan mendapatkan begitu banyak informasi mengenai keluarga Duke Arganta.
“Entah mengapa, saat saya melihat Marquess Alfiena. Saya merasa bila kami memiliki ikatan darah, ah mungkin itu hanya perasaan saya saja.” Ucap Alena murung, Mattias memeluk Alena dan mengecup kening wanitanya itu dengan lembut.
“Maafkan saya karena melakukan hal yang tidak sepantasnya,” Alena mengangguk dan membiarkan perasaan hangat itu menjalar.
Setelah makan tiba, kegiatan malam sebagai pengantin terjadi. Dan Alena nampak begitu kelelahan setelahnya, Mattias keluar dari penginapan dan memanggil seorang Ksatria Naga Putih yang ikut bersama dengannya.
“Saya menghadap anda Tuan,” Ucapnya memberi hormat Ksatria.
“Selidiki apapun mengenai Marquess Alfiena, jangan lewatkan satu hal pun.” Ksatria Naga Putih menunduk dan menatap bayangan yang memperhatikan mereka.
“Kau dapat mengurusnya bukan?” Tanya Mattias, Ksatria Naga Putih mengangguk dan melesat layaknya angin malam itu. Mattias memperhatikan mereka dari halaman penginapan, pria yang mengenakan pakaian hitam itu nampak tak memiliki niat membunuh sama sekali.
Mattias memperhatikan dengan seksama, dia mengambil sebatang jarum dan menusuk bagian kaki pria itu tanpa disadari. Seketika seluruh tubuh pria itu lemas, merasa bila keadaannya tidak mendukung. Pada akhirnya dia memilih kabur meninggalkan tempat tersebut.
“Sudah hentikan! Dia tak memiliki niat membunuh.” Ucap Mattias saat Ksatria Naga Putih yang semula berhadapan dengan pria itu.
“Tapi Tuan, dia bisa saja membocorkan informasi kita saat ini.” Mattias menggelengkan kepalanya.
“Jangan terlalu cemas, aku banyak belajar dari istriku. Semakin kacau keadaan, maka akan semakin baik untuk menyerang.” Ucap Mattias, Ksatria Naga Putih menggelengkan kepalanya. Nampaknya Mattias kini sudah mulai tertular dengan banyak kebiasaan Alena.
Tak jauh dari sana, pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu membuka penutup wajahnya. Dia menghela nafas dan mengambil jarum yang menempel di kakinya.
“Dasar adik ipar gila!” Umpat sosok tersebut, namun senyum nampak terukir di bibirnya.