Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Erlan kembali berbalik dan hendak keluar dari dapur untuk mengurangi rasa malu tapi ujung bajunya kembali merasa di tarik seseorang.
Tak kembali salah paham, Erlan akhirnya kembali menoleh ke belakang. Tapi kali ini memang Arumi yang meraih ujung bajunya.
Entah kenapa Arumi merasa tak rela saat melihat Erlan hendak beranjak dari dapurnya.
"Katanya tadi Mas Erlan mau nyobain opor ayam buatan aku?" tanya Arumi sambil menundukkan pandangannya.
"Beneran nih aku boleh nyobain? Gak papa emang kalau numpang makan disini?"
"Asal jangan lama-lama aja."
Erlan seketika tersenyum lebar, ia merasa senang mendapat tawaran dari Arumi.
Arumi kembali ke arah kompor lalu mengambil mangkuk dan memasukkan beberapa potong opor ayam.
Arumi membawa semangkuk opor ayam itu kembali ke arah Erlan yang setia menunggu di meja makan.
Arumi kini ikut duduk di hadapan Erlan, ia tersenyum puas saat melihat Erlan menikmati masakan buatannya.
"Mbak Rika lagi gak ada di rumah ya?" tanya Arumi memulai percakapan.
"Istri saya kerja Mbak, nanti pulangnya sore." Erlan menghentikan kunyahannya sejenak untuk menjawab pertanyaan Arumi.
"Kerjaan Mas Erlan udah beres?"
"Kerjaan?"
"Tadi Mas Erlan lagi kerja kan?"
Bukan menjawab Erlan kini justru malah tertawa.
"Kok malah ketawa sih?" tanya Arumi heran.
"Ternyata emang bener kalau dari tadi Mbak Arumi merhatiin aku."
Arumi seketika membungkam mulutnya yang tanpa sadar sudah membocorkan rahasianya. Ia kini hanya menundukkan pandangannya.
"Kerjaan aku udah beres kok." Jawab Erlan yang tak tega melihat Arumi menahan malu.
"Emangnya tadi Mas Erlan lagi motret apa?"
"Tadi aku cuma foto beberapa sampel produk salah satu perusahaan." Jawab Erlan menjelaskan.
"Mbak Arumi mau lihat?"
"Emhh enggak kok, aku cuma nanya aja." Jawab Arumi gugup.
"Mas Erlan pernah jadiin Mbak Rika sebagai objek foto?" Ucap Arumi mengalihkan pembicaraan.
"Enggak Mbak."
"Kenapa?"
"Aku kurang suka menjadikan seseorang sebagai objek foto, aku lebih suka motret alam, hewan atau hal-hal lain yang gak berhubungan sama kehidupan seseorang."
"Ooh gitu ya Mas..." Jawab Arumi singkat.
"Mbak Arumi mau jadi objek foto aku?" tanya Erlan tiba-tiba membuat Arumi kaget dibuatnya.
"Enggak kok Mas, lagian Mas sendiri kan yang bilang kalau kurang suka orang." jawabku lagi-lagi karena sungkan.
"Kalau buat Mbak Arumi aku bikin pengecualian. " Goda Erlan. Membuat Arumi seketika menunduk malu.
Saat mereka tengah asyik mengobrol tiba-tiba saja ponsel milik Erlan berdering.
Erlan hanya menatap layar ponselnya tanpa berniat panggilan itu.
Setelah ponselnya berhenti berdering Erlan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku.
"Aku pamit pulang ya Mbak." Ucap Erlan.
Arumi hanya mengangguk menanggapi ucapan Erlan. Erlan segera bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar dapur.
Namun saat hendak melintasi semak-semak Erlan kembali berbalik lalu menatap ke arah Arumi.
"Oh iya Mbak. Aku lupa bilang makasih. Makasih ya kolak ayamnya, rasanya manis kaya Mbak Arumi. Kayanya lain kali Mbak Arumi masaknya gak boleh sambil liatin aku deh! Biar opor ayamnya gak berubah jadi kolak ayam." Erlan terkikik geli saat melihat wajah Arumi seketika memerah. Lalu menerobos semak-semak untuk kembali ke rumahnya.
"Masa opornya manis sih??" Arumi seketika berbalik dan melangkah ke arah meja makan lalu mencoba opor ayam buatannya.
Baru menyeruput ujung sendoknya saja Arumi sudah di buat bergidik. Rasa opor itu benar-benar terasa aneh, rasa yang seharusnya asin dan gurih itu berubah menjadi sangat manis.
***
Setelah kepergian Erlan, Arumi di buat senyum-senyum sendiri saat mengingat hal-hal konyol yang terjadi di dapur tadi.
Perasaan Arumi seketika berubah hangat, ia tak lagi merasa bosan berdiam diri di rumah. Kini Arumi bahkan mengulang aktivitas memasaknya.
Ia pastikan kali ini masakannya tak akan berubah manis. Karena bisa-bisa ia di maki Ibrahim kalau suaminya tau ia membuat kesalahan.
Meski perasaannya terhadap Erlan sedikit terasa kurang pantas. Tapi, ya mau bagaimana lagi!! Arumi yang ingin sedikit meredakan luka di hatinya.
Saat tengah asyik memasak ponsel milik Arumi tiba-tiba saja berdering.
Arumi segera melangkah menuju kamar karena ponselnya memang berada disana yang rupanya ia mendapat satu pesan dari suaminya.
[Dek hari ini Mas mau dimasakin lobster ya, Mas lagi pengen banget makan lobster.]
[Tapi ini udah mau sore Mas, aku gak bakal sempet kalau harus kepasar dulu. Di kulkas juga gak ada stok. Di sekitar sini juga gak ada yang jual lobster.] Arumi membalas pesan Ibrahim.
Baru saja pesan itu terkirim, ponsel Arumi kembali berdering, tapi kali ini Arumi mendapat panggilan dari Ibrahim.
Arumi dengan cepat menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan itu.
"Heh, Arumi!" Bentak Ibrahim di seberang sana.
"Kamu itu, jadi istri gak guna banget sih. Suami lagi mau makan sesuatu, jawabannya malah gitu. Kalau emang bahannya gak ada, ya kamu tinggal cari! Berusaha dong! Itu tuh buat nyenengin suami kamu Jangan bisanya cuma ngeles aja. Aku udah cape seharian kerja, masa kamu bales kaya gini? Itu sama aja kamu gak ngehargain usaha aku, Arumi! Gak ngehargain aku, sebagai suami kamu!"
"Bukan gitu, Mas. Cuma ...."
"Kamu tetep mau bantah aku, hah! Masih gak mau nurut sama aku!"
"Iya.. Mas iya.. aku ke pasar..."
Sebelum Arumi menyelesaikan kalimatnya Ibrahim sudah mengakhiri panggilan itu. Sepertinya pria itu benar-benar emosi akibat jawaban Arumi.
Arumi hanya bisa menghela nafas lelah, sikap Ibrahim memang selalu membuatnya harus punya kesabaran ekstra.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu sedikit mengalihkan rasa sesak Arumi. Arumi menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore.
Arumi cukup penasaran pada siapa yang bertamu, karena dirinya jarang sekali menerima tamu.
Arumi sedikit mengintip dari balik jendela sebelum membuka pintu. Ia takut kalau yang bertamu ternyata cuma orang yang maksa buat beli obat nyamuk.
Namun setelah melihat siapa yang datang, Arumi bergegas membuka pintu.
"Mama!" Ucap Arumi setelah membuka pintu.
Bu Darmi, Ibu mertua Arumi sudah menyambut dengan berdiri di ambang pintu. Arumi bergegas meraih tangan wanita itu lalu mencium punggung tangannya.
"Mama kenapa gak bilang mau datang? Kalau Mama bilang, Aku kan bisa jemput Mama." Ucap Arumi setelah mempersilahkan Ibu mertuanya masuk.
"Saya gak mau ngerepotin kamu, lagian tadi Mama kesini naik ojek online."
"Oh gitu ya, Mama apa kabar?" tanya Arumi basa-basi.
"Baik." jawab Bu Darmi singkat.
Setelah mendudukkan dirinya di ruang tamu, lalu menyandarkan punggungnya disana untuk melepas lelah setelah menempuh perjalanan cukup jauh.
Wanita paruh baya itu mengedarkan pandangannya menatap sekeliling.
"Gak ada yang berubah ya di rumah ini, padahal Mama udah lama gak kesini." Ucap Bu Darmi tiba-tiba.
"Yang berubah cuma koleksi burung Mas Ibrahim aja Ma, yang makin hari makin bertambah." Jawab Arumi diiringi tawa kecil.
"Kamu emang gak bosan tinggal di rumah ini sendiri?" Tanya Bu Darmi lagi.
"Sebenarnya aku juga bosan sih Ma sediri terus di rumah."
"Coba kalau kamu hamil terus punya anak, pasti rumah ini gak bakal sepi lagi." Ucap Ibu mertuanya itu seketika membuat perasaan Arumi sedikit tercubit.
Selalu saja Arumi yang di salahkan kalau membahas soal anak. Meski tau itu menyakiti perasaan Arumi, tapi Ibu mertuanya itu selalu saja membahas masalah itu setiap dia memiliki kesempatan.
"Aku ambilin minum ya Ma?" Ucap Arumi mencoba menyudahi obrolan masalah anak.
"Iya."
"Mama mau minum apa?"
"Teh tawar aja, Arumi. Tapi yang anget ya."
"Iya Ma."
Arumi segera beranjak menuju dapur untuk membuat minuman sesuai keinginan Ibu mertuanya.
Arumi sedikit merasa lega karena kini ia bisa lepas dari obrolan tak menyenangkan itu.
***
Tak lama setelah kedatangan Ibu mertuanya, suaminya juga pulang dari kantor.
Ibrahim terlihat sangat senang melihat Ibunya yang menyambut sepulang kerja.
Ibrahim memang sosok pria anak mami, hubungan berdua mereka sangatlah dekat.
Kehadiran Arumi seolah hanya butiran debu kalau dua manusia itu sudah bersama.
Setelah Ibrahim selesai membersihkan diri, mereka bertiga menikmati makan malam bersama.
Beruntung Arumi berhasil menghidangkan masakan yang di pesan Ibrahim tadi.
Arumi mendapat ide untuk mencari yang menjual lobster secara online dan bisa dikirim hari itu juga.
Kalau Arumi tak terpikirkan cara itu, entah ucapan menyakitkan apalagi yang akan keluar dari mulut pria itu.
Apalagi sekarang ada Ibu mertuanya yang bisa membuatnya semakin berada di atas angin.
"Mama makan yang banyak ya!" ucap Ibrahim pada Bu Darmi di sela-sela kunyahannya.
"Kamu juga makan yang banyak. Mama lihat sekarang kamu makin kurus. Arumi kayanya gak ngurus kamu dengan baik!"
"Kata siapa! Arumi ngurus aku dengan baik, kok. Masakannya juga enak-enak. Arumi adalah istri terbaik di mataku." jawab Ibrahim seraya mengusap tangan Arumi.
Ibrahim pasti menunjukkan mode malaikat kalau depan Ibunya.
"Syukur deh kalau gitu." Jawab Bu Darmi seraya melirik sini Arumi.
"Ibrahim!" panggilan Bu Darmi membuat Ibrahim menoleh meski tangannya masih sibuk mengupas cangkang lobster.
"Kenapa, Ma?"
Bu Darmi menghentikan aktivitas makannya sejenak lalu menatap Ibrahim dan Arumi bergantian.
"Kalian kapan mau promil lagi? Mama punya firasat kalau kalian mencoba sekali lagi pasti berhasil."
Setelah mendengar ucapan Bu Darmi raut wajah Ibrahim seketika berubah gusar.
Pria itu bahkan sampai menggebrak meja, ia paling kesal kalau ada orang yang mengungkit masalah anak di depannya.
***********
***********