Ranti terpaksa harus mengakhiri pernikahannya dengan lelaki yang ia cintai. Niat baiknya yang ingin menolong keponakannya berbuntut peperangan dalam rumah tangganya.
Lalu bagaimana akhir dari cerita ini?
Yuk kita simak ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Tidak Ingin Bertemu
Bab 35. Tidak Ingin Bertemu
Pov Author
"Kenapa kita harus pulang lagi sih Tan, aku capek benget nih. Emang Om salah apa sih?" Tanya Menur pura-pura tidak tahu karena ia benar-benar lelah, juga kesal harus pulang lagi.
Drrtt...
Handphone Ranti bergetar menandakan ada notif pesan masuk disana. Ranti sedang tidak ingin melihat siapa yang mengirim pesan, juga tak ingin merespon ucapan Menur yang bertanya kepadanya. Ia hanya fokus agar tidak terjadi sesuatu yang buruk saat membawa kendaraan karena tubuhnya pun saat ini cukup lelah.
Drrtt...
Lagi-lagi handphonenya bergetar. Dan sekali lagi Ranti mengabaikan handphonenya. Ia yakin yang mencoba menghubunginya adalah Pram, untuk berusaha membujuknya.
Beberapa jam kemudian Ranti tiba di rumahnya. Ia segera turun dan masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Bahkan kopernya tidak ia pedulikan masih berada dalam bagasi mobilnya.
Hati Ranti remuk, ia menangis bercampur amarah dan kecewa. Meski belum melihat bukti yang nyata, namun informasi yang tidak sengaja di ucapan oleh tetangga suaminya disana itu sudah melantakan hatinya.
Saat Ranti sedang dilanda kesedihan, mobil Pram masuk ke halaman rumah mereka. Ia pun segera masuk dan mencari keberadaan Ranti.
Ceklek!
"Sayang..."
Ranti terkejut tiba-tiba Pram sudah ada di rumah mereka dan berdiri di hadapannya. Ranti tidak tahu kalau Pram ternyata pulang menyusul dirinya.
Ranti membuang muka dan mengusap bersih air matanya. Saat ini ia benar-benar tidak ingin melihat wajah Pram.
"Sayang ayo kita bicara baik-baik. Aku sudah sampai disini menyusulmu. Tolong kita jangan bertengkar seperti ini." Pinta Pram dengan wajah memelas.
Ranti hanya melirik sekilas dan kembali mengalihkan pandangannya.
Drrtt...handphone yang berada dalam kocek celana Ranti bergetar kembali. Namun lagi-lagi Ranti tidak memperdulikannya.
"Aku tidak memintamu menyusulku Mas! Kamu tidak perlu repot-repot pulang kerumah ini! Lakukan saja sesukamu di Mess mu sana. Bukankah lebih menyenangkan?!"
"Kamu ini bicara apa sih sayang? Aku tidak paham. Bicaralah yang jelas, sebenarnya ada apa?"
Hah...
Ranti membuang napas jengah. Ia semakin kesal Pram masih berpura-pura tidak mengetahui apa maksud dari pembicaraannya.
Pram mencoba mendekati Ranti dan meraih tangan istrinya. Namun dengan cepat Ranti berusaha menepisnya.
Sayangnya Pram memegang tangan Ranti lebih kuat sehingga Ranti gagal menepisnya. Lelaki itu sepertinya sudah memperkirakan apa yang akan di lakukan oleh Ranti.
Pram berusaha memeluk Ranti dan mendekapnya erat meski Ranti berusaha melepaskan diri. Semakin Ranti mengeluarkan tenaga, semakin erat pula Pram memeluk dirinya.
"Kamu jangan seperti ini sayang, katakan padaku, apa salahku agar aku bisa memperbaikinya. Aku minta bila telah menyakitimu."
Air mata Ranti langsung tumpah tak terbendung. Ia benar-benar marah, kecewa dan benci terhadap Pram. Namun juga masih memiliki rasa terhadap suaminya itu. Perasaan campur aduk itu membuat Ranti betul-betul tidak nyaman dan lelah untuk di tahan. Apalagi tubuhnya pun sangat lelah saat ini untuk memberontak lebih kuat lagi.
"Lepas Mas!!"
"Tidak! Sampai kamu bicara padaku ada apa?"
"Percuma bicara karena kamu pasti menjawab dengan kebohongan Mas!!"
"Sayang dengar, bukankah sejak awal kita berjanji akan selalu jujur satu sama lain?" Ucap Pram berusaha meraih kepercayaan Ranti.
"Kamu pembohong!! Lepas Mas!! Lepaskan aku!!!"
"Aku tidak seperti itu sayang, kamu tahu kan aku selama ini bagaimana?"
"Pembohong!! LEPAS!!"
Ranti meraung yang tidak pernah Pram lihat selama ini. Ranti memberontak dengan sisa tenaga yang ia punya. Mendorong tubuh Pram agar menjauh darinya. Ranti kecewa Pram masih saja berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Ranti marah karena Pram sudah bukan Pram yang dulu ia kenal lagi.
Air mata membanjiri pipi Ranti dan ia terlihat begitu terluka. Dan pada akhirnya Ranti pun terlepas karena Pram pun tidak tega melihat Ranti terlihat kesakitan.
"Maaf sayang."
Pram merasa bersalah melihat keadaan Ranti. Namun ia juga masih belum mau mengungkapkan keburukannya selama ini.
Begitu terlepas dari Pram, Ranti langsung beranjak berdiri, menyambar kunci mobilnya dan lari meninggalkan Pram. Ia lari sambil menangis dengan pikiran kacau dan masih belum bisa mengambil langkah berikutnya.
"Sayang....! Mau kemana?!"
Pram berusaha mengejar Ranti. Namun saat Pram keluar dari kamarnya, Menur mencekal lengan Pram.
"Om...!"
"Maaf, Menur. Aku harus mengejar Ranti."
Dan Pram pun melepaskan tangan Menur, lalu ia berusaha mengejar Ranti. Namun usahanya sia-sia karena Ranti begitu cepat sudah masuk ke dalam mobil dan meninggalkan halaman rumah mereka.
Pram berdiri di depan pintu memandang kepergian Ranti sambil menarik rambutnya. Rasanya alasan yang ia berikan sudah cukup untuk menenangkan hati Ranti. Tapi ia tidak menyangka Ranti malah semakin marah padanya sejak keluar sesaat mengitari tempat tinggalnya disana.
"Om...!" Panggil Menur yang berada di belakang Pram.
"Ada apa Menur, apa kamu tidak lihat aku sedang tidak baik-baik saja dengan Tantemu." Ucap Pram kemudian berlalu meninggalkan Menur, kembali menuju kamarnya.
Pram berinisiatif untuk mengirim pesan dan menelpon Ranti juga melacak keberadaan istrinya itu melalui GPS yang pernah ia lakukan kepada Menur.
Sayangnya keberadaan Ranti sedikit sulit di lacak karena sepertinya Ranti tidak mengaktifkan GPS di ponselnya. Bahkan saat ini panggilan Pram terus di tolak dan di abaikan olehnya.
Ranti melaju tanpa tujuan. Ia butuh tempat yang sepi untuk menenangkan diri. Dan di sebuah taman yang sedang sepi Ranti menghentikan mobilnya lalu turun dengan langkah gontai menuju sebuah bangku panjang disana.
Tidak peduli matahari masih bersinar terik yang perlahan namun pasti bergerak menuju ke arah ufuk barat, Ranti duduk seorang diri dengan air mata yang masih membanjiri di pipi.
Handphone Ranti tidak berhenti bergetar sejak tadi. Karena muak, ia pun memeriksa handphonenya dan menemukan sesuatu yang membulatkan matanya hingga yang mematung kaku.
Pesan dan panggilan Pram tidak menarik perhatiannya. Begitu juga percakapan grup kantor yang sesekali masih mengirimkan notif walau mode senyap disana.
Ranti tertarik pada notif tautan miliknya yang terhubung dengan sang suami. Disanalah mata Ranti tertuju pada sebuah kontak yang begitu menarik perhatiannya, yaitu chat dari keponakannya untuk sang suami.
Menur : Om aku tidak usah ikut Tante saja ya. Aku capek!
Pram : Turuti Tante mu. Jangan menimbulkan sesuatu yang bikin dia curiga.
Menur : Lah, salah Om kok. Om sendiri yang ceroboh.
Pram : Sudah lah, aku tidak ingin berdebat.
Bibir Ranti rasanya kelu. Pikirannya yang sedang kusut perlahan mencoba mencerna apa yang mereka bicarakan.
Ranti melihat waktu percakapan mereka yang sepertinya terjadi ketika Ranti hendak meninggalkan Mess suaminya dan juga ketika Ranti fokus berkendara pulang dari kota sebelah. Dan disaat Ranti masih membaca pesan-pesan itu, Pram sedang online dengan Menur.
Menur : Om kemana? Kenapa aku di tinggal sendirian?
Pram : Aku mau mencari Tantemu.
Menur : Tante sudah besar Om, nanti juga bisa pulang sendiri. Rumahnya kan disini.
Pram : Sudahlah sayang, aku harus mencari Tante mu dulu.
"Sayang?! Sejak kapan mereka dekat dan sering berkirim pesan seperti ini?!" Gumam Ranti. "Tidak mungkin kan.....ya Tuhan!!
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊