“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam
Heru tidak jadi ikut dengan Arini ke pesta ulang tahun Juna yang diadakan di halaman panti asuhan dekat rumahnya. Heru bilang Nuri hari ini mual-mual parah, sama muntah-muntah. Tubuhnya lemas dan butuh Heru saat ini. Arini hanya membuang kasar napasnya kala Heru bicara seperti itu.
“Ya sudah aku berangkat,” pamit Arini.
“Aku minta maaf ya, Sayang?”
“Hmmm ...,” jawab Arini.
“Rin, kok gitu?”
“Aku harus gimana, Her? Oh iya, mungkin aku pulang agak terlambat, aku mau pergi dengan Raka nanti selesai acara.”
“Berduaan, atau sama Juna?”
“Tergantung nanti, Juna mau ikut tidak.”
“Kamu mau pergi berduaan saja? Kamu punya suami, Rin! Kenapa mesti pergi berduaan sama laki-laki?”
Arini tersenyum miring di depan Heru. Bisa-bisanya Heru berkata seperti itu, padahal dirinya saja selingkuh dengan sahabat Arini. Ralat, mantan sahabat. Tidak pantas Nuri disebut sebagai sahabat Arini lagi.
“Memang kenapa kalau berduaan, Mas? Kamu tahu Raka dan aku bagaimana, kan? Tenang mas, aku gak akan seperti kamu kok, aku gak akan selingkuh. Ya tapi tidak tahu nanti sih? Sudah ah aku berangkat, tuh Raka sudah menjemputku,” pamit Arini.
Heru menatap tajam Arini. Bisa-bisanya Raka malah menjemputnya ke rumah. Padahal yang punya acara Raka, tapi Raka malah menjemput Arini ke rumah. Raka langsung masuk ke dalam rumah Arini setelah dipersilakan masuk oleh asistennya di rumah.
“Raka yuk berangkat,” ajak Arini.
“Sudah siap?”
“Sudah. Ayok berangkat sekarang saja.”
“Yang punya acara malah yang jemput?” ucap Heru.
“Kata Arini kamu tidak bisa ikut, ya sudah aku jemput saja, daripada Arini sendirian?” jawab Raka. “Her, pinjam istrimu dulu, tenang balik pasti masih utuh kok,” ucap Raka.
“Ya, hati-hati!” jawab Heru kesal.
Heru mengepalkan tangannya. Ia benar-benar emosi melihat istrinya dirangkul oleh Raka dengan wajah yang begitu bahagia. Arini juga memakai baju yang membuat Arini terlihat begitu anggung, menawan, dan cantik.
“Shit!!! Kenapa gue semarah ini lihat Raka merangkuh Arini? Biasanya saja aku tidak masalah, kenapa hari ini aku marah sekali lihat Arini sama Raka?” umpat Heru.
Ponsel Heru berdering. Ada panggilan dari Nuri. Heru makin mengumpat, karena dari tadi Nuri terus-terusan telefon Heru, tanpa tahu situasinya. Bahkan Nuri yang melarang Heru untuk mengantar Arini pergi ke pesta Juna.
“Ada apa lagi, Nuri?”
“....”
“Iya, iya aku ke sana, gak sabaran banget sih!”
Heru langsung mengambil kunci mobilnya, lalu ia ke apartemen Nuri. Sebelum itu, Nuri minta dibelikan macam-macam makanan yang diinginkannya. Heru terpaksa menurutinya, apalagi Nuri bilang yang ingin semua itu adalah calon anaknya.
^^^
Heru sudah berada di depan unit apartemen Nuri. Ia langsung menekan sandi pintu unit milik Nuri. Nuri sudah siap menyambut Heru yang datang dengan wajah yang kesal.
“Lama sekali sih, Her? Aku nunggu kamu dari tadi, Her!” ucap Nuri dengan kesal.
“Ya maklum, Sayang ... aku kan beli yang kamu pesan tadi? Lihat nih pesanan kamu banyak sekali? Ada somay, es buah, pisang krispi, apalagi nih manisan atau apa? Kamu bisa membayangka antre nya beli ini, kan?” ucap Heru.
“Aku gak mau tahu alasanmu, Her! Kamu sudah membuat aku nunggu lama!”
“Ya sudah aku minta maaf, ini makan dulu,” ucap Heru.
“Gak mood! Hilang selera makanku!”
“Kok gitu? Gak menghargai usaha aku banget kamu!” bentak Heru kesal.
Sudah capek-capek membelikan apa yang Nuri inginkan, dan semua pesanan Nuri ia belikan, malah Nuri marah dengannya.
“Lagian kamu ini lama sekali, di telefon masih saja di rumah? Ngapain sih, betah banget di rumah!”
“Aku nunggu Arini berangkat dulu dong, Sayang?” ucap Heru.
“Arini lagi, Arini lagi! Sudahlah ceraikan dia, nikahi aku secara sah, Her! Aku ini lebih butuh kamu! Anak aku juga, butuh ayahnya!”
“Sabar, Nur. Gak semudah itu,” ucap Heru frustrasi.
Di rumah ia dibikin kesal oleh Arini yang malah dijemput Raka, dan pamit akan pergi berduaan dengan Raka. Di tempat Nuri, dia malah mendapat perlakuan begitu.
“Kamu ini harus tegas, Her! Arini gak mau dimadu, ya sudah tinggalin saja! Kamu ini laki-laki yang berhak menentukan!”
“Aku bilang gak semudah itu, Nur! Kamu gak tahu Arini itu gimana, kamu gak tahu kalau semua orang tahu aku selingkuh! Kamu tahu di kantor aku susah mendapatkan jabatan itu, karena Arini aku bisa berada di posisi itu!”
“Oh jadi Arini yang kamu agungkan nih? Kerja kamu bagus, itu kenapa Pak Raka memosisikan kamu di posisi sekarang! Bukan karena Arini! Sudah lah aku gak mau tahu, kamu harus nikahi aku secara sah!”
“Sabar, Nuri! Kamu ini bisa sabar gak sih?”
“Aku sudah gak bisa sabar, Her!”
Heru mengacak-acak rambutnya, ia benar-benar dibuat frustrasi oleh Nuri. Bagaimana bisa dirinya menikahi Nuri secara sah, kalau Arini tidak mengizinkan. Kalau pun memaksa, pasti Arini juga memaksa untuk berpisah.
Heru tersenyum miring, ia teringat sesuatu yang bisa meluluhkan hati Arini. Arini pasti tidak akan menolak, dia pasti akan mengizinkan dirinya menikahi Nuri secara sah.
“Aku punya ide!” ucap Heru.
“Ide apaan? Ide-ide saja, tapi tak terealisasi!” kesal Nuri.
“Dengarkan aku baik-baik, dengan cara ini pasti Arini mengabulkan keinginan kita. Aku yakin Arini akan menyetujui kita menikah secara sah!”
“Gimana caranya?” tanya Nuri.
“Aku harus bicarakan semua ini dengan mama. Mama pengin punya cucu banget, pasti mama senang dengar kamu hamil, Sayang? Sabar, ya? Pasti kita bisa menikah karena mama yang bantu bicara dengan Arini.”
“Jadi kita menemui mama kamu?”
“Ya, aku yakin mama pasti akan membujuk Arini supaya menyetujui kami menikah secara sah!”
“Yakin?”
“Aku yakin sekali. Besok kita ke sana, dengan Arini juga!”
Hanya itu menurut Heru, cara supaya Arini mau mengabulkan keinginan mereka. Tapi, Arini adalah Arini. Ia tidak ingin hidupnya dipoligami, bahkan ia tak sudi!
^^^
Selesai acara Juna, Raka mengajak jalan Arini, dengan Juna juga tentunya. Tidak mungkin Weekend Raka tidak mengajak Juna pergi, dan membiarkan Juna di rumah sendirian dengan ditemani asisten saja.
Juna terlihat senang diajak ke taman. Taman di mana banyak sekali kenanga Raka dengan Arini di sana. Arini melihat sekeliling taman, matanya langsung tertuju pada sebuah tempat, tempat di mana dulu Arini menyatakan perasaannya pada Raka.
“Ingat tempat itu?” tanya Raka.
“Ingat, lucu kalau dingat ya, Ka?”
“Ya begitu sih?”
“Aku malu, Ka! Udah ah jangan diingat!”
“Daddy, aku main bola di sana, ya? Itu ada anak-anak main bola!” pamit Juna.
Begitu Juna, dia mudah berbaur dengan anak-anak lainnya. Ia mudah akrab dengan anak seusianya.
“Duduk di sana, Rin,” ajak Raka.
Arini duduk di bangku yang berada di bawah pohon yang rindang. Sepintas memori lama kembali terekam di kepalanya.
“Rin, Juna itu bukan anakku. Bukan anak biologisku.” Ucapan Raka membuat mata Arini membulat.
“Maksudnya?”