Petualangan seorang putri dengan kekuatan membuat portal sinar ungu yang berakhir dengan tanggung jawab sebagai pengguna batu bintang bersama kawan-kawan barunya.
Nama dan Tempat adalah fiksi belaka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penerus Kaisiepo
" Sundek kau apakan batu bintang ungu milik putri Tihu," Kaayat menengok ke arah Resi Sundek.
" Hanya sekedar menguji kesabaran putri Tihu saja, dia tak boleh tergantung dengan batu bintangnya," jawab Resi Sundek.
Ternyata Resi Sundek lah yang membuat batu bintang ungu tidak berfungsi dengan cepat.
" Jangan Sundek, mereka tidak sama dengan keadaan kita dulu yang lebih keras dan berat," Kaayat kembali berpendapat.
" Justru karena itulah mereka harus lebih kuat dari kita dulu," Lamaraeng mendukung Sundek.
" Benar, tapi dalam situasi yang genting itu sangat berbahaya bagi mereka untung saja batu besar yang terlontar dari gunung berapi itu mengenai kadal raksasa bukan salah satu dari pihak kita. " Kaisiepo berpihak pada Kaayat.
" Ujian bagi Tihu sudah lewat, jangan khawatir aku tak akan mengganggunya lagi." Sundek pun mengalah tapi dia tetap akan menguji anak yang lainnya juga. Dengan diam-diam tentunya.
" Maksudmu kau juga akan menguji Mawineiku?" Kaayat melirik Sundek kembali.
Sundek hanya tersenyum melihat rekannya yang masih khawatir akan tindakannya.
" Kaayat aku ingin potensi dalam anak-anak itu berkembang lebih baik tanpa bantuan batu bintang."
" Jaka dan Bahri mereka sudah lulus ujian karena mereka bisa dan mampu untuk tidak menggantungkan kekuatan mereka pada batu bintang." kembali Sundek berusaha memberi pengertian pada Kaayat.
" Sundek apakah keris batu bintang jinggamu sudah memilih calon penerusmu?" tanya Kaisiepo.
" Sampai hari ini juga belum," Sundek menjawab dengan agak sedih.
" Begitu juga batu bintang putih yang ada di tombakku ini." Kaisiepo merasa senasib dengan Sundek.
" Sebaiknya kita istirahat sekarang kembali ke Lamakintan." Kaayat mengalihkan pembicaraan tak mau membuat kesedihan di pikiran kedua rekan lamanya itu.
" Kaisiepo, suruh Raguda ke Lamakintan kembali." perintah Kaayat pada Kaisiepo.
Dan burung besar itu pun melayang turun menuju pulau Lamakintan.
Mangkuto Masiak begitu terkejut di lapaknya kini berpenghuni banyak orang orang baru, tiga orang wanita bernasib malang dan seorang penduduk kota Gaib Janasaran.
Ditambah empat orang teman keponakannya. Ketiga wanita itu bernama Suwarsi, Suwarni dan Suwarti. Menurut pengakuan mereka, mereka di culik oleh Gendruwo yang diperintah manusia bertopeng merah, mereka di jadikan pelampiasan nafsu para gumblin.
Mereka bertiga tinggal di wilayah Kerajaan Rataram, tepatnya di kadipaten Jenggala, mereka adalah kakak beradik putri Ki Lurah Seto Mulyana.
Semua mendengar penuturan ketiga wanita merasa kasihan dan iba, putri Tihu menawarkan mereka untuk pulang ke rumah mereka, tapi sepertinya mereka malah takut karena merasa diri mereka sudah sangat terhina.
" Kami takut orang tua kami justru akan menolak kami karena merasa malu dengan kondisi kami," jawab Suwarsi mewakili adik-adiknya.
" Tak perlu khawatir aku akan mengajak Tuan Zeve juga agar bisa memberi pengertian mendalam pada orang tua kalian." lanjut Tihu.
" Percayalah, serahkan semua pada Tuan Zeve ini," Tihu bermaksud agar Zeve mau mengubah pola pikir orang tua ketiga wanita itu, dengan cara hipnotis tentunya.
Zeve hanya tersenyum dia tidak keberatan membantu putri Tihu asal putri Tihu juga mau membantunya untuk membuka pintu pintas menuju Wijiyasra, karena dia akan menjelaskan segala sesuatu pada Raja Hadranindra dan kembali bertugas sebagai pengguna batu bintang istana Wijiyasra.
Akhirnya ketiga wanita itu berhasil diyakinkan, putri Tihu kemudian mengantar mereka melalui pintu pintas ungunya bersama Zeve.
" Bukankah Zeve itu pengguna batu bintang yang telah lama menghilang dari Wijiyasra?" Mangkuto bertanya pada Jaka.
"Benar paman, dia telah dikelabui dan diculik di sebuah pulau terpencil." jawab Jaka Satya.
" Coba ceritakan apa saja yang telah kalian alami setelah meninggalkan lapak ini," Mangkuto penasaran dengan pengalaman yang didapat anak-anak itu.
Jaka dan Andiek bergantian bercerita dan menjelaskan semua yang mereka alami terkadang Mawinei dan Bahri juga ikut menambahkan beberapa pengalaman mereka.
Mangkuto mengangguk-anggukan kepalanya, mendengar keseluruhan cerita mereka. Dan terkejut ketika Bahri menyebut nama kakaknya yang ternyata bersekongkol dengan para penjahat itu.
" Jadi sekali lagi keempat pengguna batu bintang kegelapan itu kabur lagi? " Mangkuto bergumam.
" Sebenarnya apa sih tujuan mereka sesungguhnya? "tanya Mawinei tiba-tiba.
" Menurutmu apa yang diinginkan Bahrun Masiak? " Mangkuto mencoba membuat yang ada di situ berempati.
" Kebebasan?" jawab Bahri. Karena sedari kecil dia paham sifat dan sikap kakaknya itu. Yang lainnya merenungkan jawaban Bahri Masiak.
" Lalu bagaimana dengan tiga anggota lainnya? "Andiek Wakkawaru menebak-nebak.
" Yah mungkin masing-masing anggota memang punya motif tersendiri." jawab Mawinei Aray sekenanya.
*****
Sementara itu di pulau Pa'apu, di hutan Suwar seorang anak perempuan kecil ditemani dua ekor burung kakaktua yang berbeda warna yang satu berwarna putih berjambul kuning bernama Jeko yang satunya berwarna hitam dengan pipi berwarna merah bernama Joki.
Anak itu sedang mencari petatas atau ubi jalar, dia mengkais-kais menggunakan batang kayu, setiap menemukan ubi yang dicarinya langsung dia lempar di tas keranjang yang ada di punggungnya, anak itu bernama Yakomina.
Ketika semakin masuk ke dalam hutan tak sengaja dia melihat sebuah rumah pohon yang sangat indah di matanya.
" Lihatlah itu Jeko dan Joki! Sebuah rumah pohon! " Yakomina berbicara dengan dua sahabat kecilnya.
" Rumah.. Rumah.. Rumah," Jeko si jambul kuning berceloteh sambil menaik turunkan badannya. Sementara Joki mulai terbang ke arah rumah pohon itu.
" Aku ingin tahu apa saja isi dalam rumah pohon itu? " Yakomina bergegas meraih tangga yang terbuat dari jalinan tanaman sulur-sulur. Menyusul Joki masuk dalam rumah di atas pohon itu.
Sesampainya di dalam rumah pohon itu Yakomina melihat ada tempat tidur kecil, meja kecil dan ada tangga menuju kamar yang ada di atas, Yakomina kemudian memanjat tangga itu dan melihat kamar bagian atas, terdapat busur panah, sejumlah tombak, beberapa bumerang, dan selusin anak panah.
"Sepertinya rumah ini sudah lama ditinggalkan pemiliknya, semua tampak begitu rapi, senangnya jika aku bisa tinggal di rumah ini." Yakomina kembali turun ke kamar bawah. Dia malah melihat Jeko dan Joki berguling-guling di tempat tidur kamar itu. Tak lama kemudian terlihat cahaya benderang kilat yang disusul terdengarnya suara guntur yang menggelegar.
" Awww... akan turun hujan lebat! " Yakomina berseru pada dua sahabatnya.
" Sebaiknya kita menginap dulu di rumah ini," seusai Yakomina bicara akhirnya hujan deras pun menimpa hutan Suwar.
"Hujan, hujan, hujan," Jeko berceloteh menengok keluar jendela rumah pohon yang mungil itu sambil menaik turunkan badannya.
Sedangkan Joki sudah tidur telentang dan mendengkur di tempat tidur.
Sementara itu di rumah Kaayat, Kaisiepo sibuk mencari-cari tombak batu bintang putihnya.
"Waduh dimana tombak itu?" sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal dia mencoba mengingat-ingat kembali.
"Ada apa Kaisiepo? " tanya Kaayat
"Aku tidak ingat dimana aku terakhir menaruh tombak batu bintang putihku," jawab Kaisiepo sambil memejamkan mata mencoba mengingat lebih lama.
Dan tiada hasil, gelegar guntur mengagetkannya, terdengar suara hujan yang begitu deras di luar sana.
" Kaisiepo jangan panik aku dulu juga pernah mengalami hal yang sama, kau tahu tongkatku ini menemani Qeva di kamarnya tanpa aku mengetahuinya." Kaayat mencoba menenangkan Kaisiepo.
" Sebentar lagi tombakmu juga akan kembali kepadamu, percayalah padaku," sambung Kaayat.
" Begitukah? berarti aku akan mendapatkan penerus baru, horeee," Kaisiepo berubah menjadi sangat gembira saat itu juga.
" Aku juga sama, waktu itu Labosi terheran-heran menemukan tongkat ku di kamarnya dia kira aku yang menaruh di kamarnya." Lamaraeng turut menceritakan pengalaman yang sama dengan Kaayat.
" Aku sudah tak sabar ingin melihat calon penerusku," Kaisiepo tampak bersemangat dia sudah lelah dan berharap bisa istirahat penuh sebagai orang biasa saja, bukan lagi penjaga hutan Suwar.
Di lebatnya hujan di hutan Suwar, Yakomina mulai mengantuk diapun menaruh kepalanya di atas tempat tidur yang ada di kamar itu, samar-samar terdengar suara ketukan di kamar atas. Jeko yang mendengar suara ketukan itu kemudian berceloteh, "Suara, suara, suara," sambil menaik turunkan badannya.
Yakomina merasa Jeko terlalu berisik, namun dia pun mendengar suara ketukan aneh di kamar atas, dengan rasa penasaran bercampur rasa kantuk dia menyempatkan diri memanjat tangga kecil menuju kamar atas, dia heran hari sudah gelap tapi di kamar atas itu tampak terang benderang diterangi sinar berwarna putih. Yang bersumber dari sebuah tombak pendek. Yakomina hanya bisa terpana dan mencoba meraih tombak pendek yang bersandar di salah satu sisi dinding kayu ruangan itu. Tombak itu berhasil diraihnya, dia merasakan tenaga yang luar biasa dari tombak itu.
Ayo Thor ini request aku pengen novel ini jangan di tamatin dulu