Sekuel Touch Me, Hubby
🍁🍁
Perjodohan karena hutang budi, membuat Sherinda Agastya, gadis cantik dan sedikit ceroboh itu terpaksa menerima pernikahan yang tidak dia inginkan sama sekali. Parahnya lagi orang yang dijodohkan dengannya merupakan kakak kelasnya sendiri.
Lantas, bagaimana kehidupan mereka setelah menikah? Sedangkan Arghani Natakara Bagaskara yang merupakan ketua Osis di sekolahnya tersebut sudah memiliki kekasih.
Bagaimana lanjutan kisah mereka? Baca yuk!
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dikurung
Bab. 32
Ghani yang tersadar dengan posisi mereka pun langsung melepas tangan Rinda dan sedikit menjauh. Bisa-bisanya ia reflek memeluk Rinda di saat gadis itu hampir aja jatuh.
"Mau ke mana? Nggak usah niat kabur. Percuma," ucap Ghani membuat Rinda mendelik tidak mengerti.
"Kenapa?" tanya gadis itu polos. Tanpa sadar membenarkan ucapan Ghani yang ia pingin kabur dari sini.
Ghani menatap jengah. Lalu berjalan menuju sisi ranjang yang lain. Naik ke atas dan merebahkan tubuhnya di sana.
"Mama pasti tahu kalau lo keluar dari kamar ini," ujarnya begitu santai. Bahkan sangking santainya, Ghani bersiap untuk memejamkan matanya.
Sementara Rinda masih duduk di pinggiran ranjang, menatap bingung ke arah Ghani.
"Ini di rumah, lo?" tanya Rinda yang baru sadar. Mendapat decakan serta lirikan sinis dari Ghani.
Pria itu tidak menjawab, melainkan bersiap untuk memejamkan mata. Namun, hal tersebut tidak semudah dengan apa yang ada di bayangannya.
Bagaimana tidak, jika sekarang Rinda malah mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang membuat gadis itu penasaran. Sementara tubuhnya sudah sangat lelah. Sehabis balapan tadi Ghani langsung memilih pulang daripada merayakan kemenangannya. Belum lagi ia harus menyiapkan telinganya untuk menerima semua ceramah dan petuah dari sang mama.
"Memangnya rumah siapa lagi?" tanya Ghani sembari memejamkan mata.
Rinda terkesiap mendengar hal tersebut. Lalu gadis itu perlahan melangkahkan kakinya, berniat ingin keluar dari kamar ini. Ia merasa tidak nyaman berada di kamar orang lain. Lebih lagi itu cowok.
Lagi dan lagi, sebelum sampai di pintu kamar Ghani, pria itu bersuara dan melarang dirinya agar tidak keluar.
"Diam di kamar dan jangan keluar malam ini," ucap Ghani dengan tegas.
Rinda menoleh kesal.
"Gue mau ambil air," ucap Rinda memberi alasan.
Ghani membuka matanya sempurna. Lalu menoleh ke samping dan mendapati botol mineral beserta gelas di atas nakas.
"Tuh!" tunjuknya dengan dagu.
Rinda mengusap wajahnya. Dia hanya ingin keluar dan memastikan lebih dulu. Apakah benar mereka saat ini berada di rumahnya orang tua Ghani.
"Mau keluar sebentar. Lagian gur juga nggak bisa tidur di kamar orang lain. Nggak nyaman."
Akhirnya Rinda mengatakan apa yang membuatnya tidak nyaman.
Bukannya mendapat solusi, Ghani kembali berdecak dan menatap sinis ke arah Rinda.
"Ck! Bilang nggak nyaman nggak nyaman. Tapi nggak sadar udah gue gendong sampai ke kamar ini. Mana tidurnya pulas banget," cibir Ghani sesuai fakta.
"Beneran?" tanya Rinda dengan nada tinggi.
"Apanya?"
"Lo yang gendong gue?" tanya Rinda lebih jelas lagi. "Berarti lo yang nyulik gue dan ngurung gue di sini? Yang bener saja, Kak!"
Lama-lama Ghani geram juga dengan sikap Rinda. Daripada mereka berdebat tengah malam seperti ini, Ghani lebih memilih untuk memejamkan mata. Namun sebelum itu Ghani meraih sebuah remot kecil yang ada di sebelah bantal nya dan menekan tombol di sana.
Klik!
Pintu terkunci rapat dan hanya bisa di buka dengan sidik jari Ghani sendiri.
Mulanya Rinda tidak paham dan mengabaikan apa yang dilakukan oleh pria itu. Akan tetapi ia tidak bisa membuka pintu secara manual, seperti pintu pada umumnya. Berkali-kali mencoba malah terdengar sebuah suara untuk menyentuhkan sidik jarinya di sana.
"Kak Ghaniiiii ... buka pintunya! Gue mau pulang aja! Nggak mau di sini!" teriak Rinda dengan nada yang begitu keras. Karen Ghani bukannya menatap ke arahnya, pria itu justru mengabaikan dirinya dan malah menutup telinganya dengan bantal.
Diam-diam, pria itu tertawa lirih. Seolah mendapatkan mainan baru yang bisa membuat dirinya merasa tidak kesepian lagi.