NovelToon NovelToon
Sarjana Terakhir

Sarjana Terakhir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.8k
Nilai: 5
Nama Author: Andi Budiman

Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.

Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.

Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. Sang Inspirator

Semester lima tuntas sudah. Rudi lulus semua mata kuliah. Nilai sama memuaskan, kecuali satu: taksonomi. Meski lulus nilainya rendah sekali. Tapi tak masalah. Tak mempengaruhi perjalan studi keseluruhan. Beranjak ke semester enam Rudi dan kawan-kawan disibukan kegiatan KKN dan PPL. Bergabung dengan teman-teman baru satu fakultas beda jurusan. Rudi dan Intan pun tak lagi terlibat kegiatan dalam satu kelompok.

Mahasiswa biologi menyebar ke berbagai sekolah dan daerah. Bersama mahasiswa jurusan lain berbaur dengan siswa-siswi SMP atau SMA dan masyarakat. Menghidupkan suasana mesjid dan kegiatan lingkungan. Kehadiran para mahasiswa Fakultas Pendidikan Unsil di berbagai wilayah itu membuat suasana sekolah dan pemerintahan setempat kian semarak dan bermakna.

Dalam sela-sela kegiatan itu jika sedang sempat Rudi kembali menggarap draf bukunya. Semangatnya kian meluap saat diingat Rudi mendapat apresiasi di malam kemah itu di puncak Bukit Meralaya.

Saat itu draf buku Rudi tak hanya diapresiasi saat momen penampilan, tetapi ketika masuk tenda menjelang tidur beberapa mahasiswa membicarakan. Dengan Rudi atau dengan Intan, atau membicarkan di kalangan mereka. Bahkan di antara mereka, seperti Resti, Julia, Evita dan Aditia, tak sabar menunggu terbit. Mengingat itu membuat Rudi semakin terpacu untuk melengkapi, merevisi beberapa kesalahan, mengkaji ulang, mengkonfirmasi berbagai referensi dan meneliti kembali.

Di saat teman-teman KKN dan PPL nya tidur Rudi akan sibuk di bawah lampu temaram mengerjakan apa saja yang masih kurang. Ia tahu ia tidak boleh meremehkan draf yang sedang ia susun, ia harus benar-benar serius dalam menggarapnya. Mencurahkan seluruh pemikiran dan gagasan pada sebuah studi ilmiah religius tidaklah mudah, membutuhkan akal dan perenungan yang sering kali harus sangat dalam. Karenanya terkadang Rudi pun menyendiri di malam sepi, hingga beberapa malam, di luar rumah penduduk tempat ia dan kawan-kawan sefakultasnya menginap hanya untuk memikirkan satu persoalan.

Tuntas acara KKN dan PPL, di sela-sela aktivitasnya menyusun tugas mingguan semester enam ia pun jadi semakin giat menggarap draf bukunya. Tulisan-tulisan tangan itu setahap demi setahap diketik menggunakan laptop. Ilustrasinya dipindai di salah satu kios fotocopy menjadi gambar digital. Diperindah dengan editing melalui aplikasi-aplkasi khusus olah gambar dan diberi keterangan-keterangan.

Jika ada waktu senggang ia pun sempat mencoretkan pena di sekitar kampus, melengkapi tulisan-tulisan drafnya yang belum tuntas. Seperti hari ini ia sendiri duduk depan koperasi menuliskan penanya di atas kertas draf. Jam sebentar lagi dzuhur, sambil menunggu adzan jadi kesempatan luang untuknya memikirkan satu petik dua petik gagasan.

Bangunan koperasi tak jauh dari gedung pascasarjana. Ketika Rudi sedang berpikir, sebuah mobil silver melintas dan berhenti di pelataran gedung pascasarjana.

Rudi memperhatikan mobil itu. Lalu seseorang keluar. Berkemeja rapi. Rudi mengenal orang yang keluar itu. Tampak sudah senior. Tak salah lagi Profesor Pardiman Saidi. Sudah lama Rudi tidak melihatnya. Setelah kuliah umum itu Rudi hanya sekali melihatnya dan sekarang yang ketiga kalinya. Baru melihat lagi setelah enam tahun lamanya.

Profesor Pardiman Saidi tampil sederhana namun rapi. Tubuhnya sedang, ramping dan sedikit membungkuk. Uban telah menutup hampir seluruh rambutnya. Meski begitu  gerak-geriknya berwibawa. Sudah tua namun pria itu tidak berkacamata. Tampaknya pandangan mata yang teliti dan selalu bersinar kemilau itu masih sangat bernas.

Pria itu masih memancarkan karismanya kendati usia telah tampak bertambah di wajah, tangan, tungkai kaki dan gerak-geriknya. Rudi cukup mengenal guru besar yang masih aktif mengajar program magister dan doktoral di pascasarjana itu.

Dia merupakan sosok profesor dengan sederet prestasi yang mengharumkan nama institusi. Beberapa penelitiannya dalam bidang ilmu alam terbukti sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Produk-produk hasil penelitiannya mendapat paten dan dipakai beberapa perusahaan. Semua produk berkaitan dengan bioteknologi. Berbagai produk makanan dan minuman fermentasi, serta berbagai produk bioaktivator dengan macam-macam komposisi bakteri untuk aplikasi-aplikasi tertentu adalah karya-karyanya. Sang profesor dan bioteknologi bagaikan telah menjadi pasangan hidup setia. Penghargaan demi penghargaan mengenainya pun telah disandangnya.

Suatu hal mencengangkan menyadari waktu yang begitu tepat ini. Rudi yang sedang mengumpulkan gagasan bagi draf bukunya, sebuah draf buku yang terlahir dari sosok inspiratif seperti Kiyai Abdussalam dan Profesor Pardiman Saidi, dan hari ini salah satu tokoh dari pemantik semangat itu hadir dalam pandangan mata, tak jauh hanya beberapa meter darinya. Sungguh suatu momen yang langka.

Kiyai Abdussalam sudah berpulang beberapa tahun yang lalu. Sosok yang dirindukan itu tak mungkin lagi untuk ditemui, kecuali hanya kuburnya jika sempat Rudi kunjungi untuk dido'akan. Kini tinggal profesor Pardiman yang masih hidup, salah satu pemantik semangatnya yang masih bisa ia lihat hingga hari ini.

Ingin sekali Rudi menghampiri untuk sekedar menyapa. Tapi kalau tidak ada kepentingan malu rasanya. Mungkin beliau pun hanya akan menganggap Rudi seorang yang tak penting di tengah banyaknya kepentingan yang sang guru besar itu hadapi dalam pekerjaan sehari-hari yang mungkin sangat mendesak.

Bagi Rudi melihatnya saja sudah cukup. Melihat sang pemantik semangat itu, dari dekat cukup bagi Rudi untuk  merasakan semangatnya kian meluap, ke jari-jarinya. Memacu pikiran dan hatinya. Hingga inspirasi berdatangan lebih deras dari biasanya. Proses menulis pun terasa semakin lancar, hingga berlembar-lembar.

Sang profesor tampak disambut ramah seorang kolega. Pria tua itu pun tersenyum sama ramahnya. Ia sangat dihormati, karena sang guru besar itu memang termasuk dalam jajaran dosen-dosen senior.

Setelah berbincang beberapa saat Profesor Pardiman pun kembali ke mobil mengambil beberapa perlengkapan mengajar. Tas, buku-buku dan sebuah pena. Ia memang masih aktif mengajar namun sudah tidak terlalu sering dan tak secekatan dulu. Tangannya pun tampak gemetar. Apalagi saat ini di sela senyumnya ia seperti memancarkan sinar mata yang dalam. Seolah-olah memendam berbagai macam pikiran tak terungkapkan.

Tak tahu apa sebabnya, mungkin karena usia yang telah renta. Sewajarnya berbagai masalah kian datang. Kesehatan, kepercayaan diri, keterbatasan, tuntutan yang masih berjalan dan masalah-masalah lain yang umumnya diemban seorang yang telah termakan usia. Namun begitu semua itu tak pasti. Rudi hanya sebatas menduga-duga.

1
Sera
kalau sudah jodoh pasti akan bertemu lagi
Sera
ayo sadar intan. abang sudah datang
Sera
semangat author
Sera
jadi inget angkot yang bersliweran
Sera
sampai di panggil fakultas karna kelamaan cuti ini
Was pray
demam panggung di rudi, jadi ngeblank...hilang semua ilmu kepalanya. sepintar apapun kalau kena mental duluan maka akan jadi orang bodoh rajanya bodoh termasuk si rudi itu pad sidang skripsi,
Fatkhur Kevin
lanjut thor. crazy up thor
Fatkhur Kevin
langkah awal kemenangan BR
Fatkhur Kevin
takdir yg tk pernah diduga
Was pray
takdir telah menyatukan intan dan rudi sejauh apapun tetap akan bersatu
Fatkhur Kevin
hei kpn kamu sadar intan
Fatkhur Kevin
intan seperti putri tidur
Was pray
takdir berjodoh intan dan rudi, skenario Allah itu. terbaik bagi manusia
Fatkhur Kevin
sangat mengharukan
Fatkhur Kevin
lanjut besokx🤣🤣🤣
Was pray
semoga saja prof. Pardiman saidi mau menyelidiki penyebab rudi du DO tiba-tiba dan mau membantu agar rudi bisa meraih gelarnya
Fatkhur Kevin
berjuang dapatkan intan
Fauzan Hi Ali
Luar biasa
Andi Budiman: Terimakasih buat bintanya
total 1 replies
Fatkhur Kevin
sama sama merendahkan diri 👍👍👍
Was pray
kesalahan rudi fatal karena membohongi diri sendiri, sehingga menyuruh intan menerima lamaran edgar, rudi cerdas otaknya tapi tidak cerdas hati dalam menilai perasaan seseorang, mau berkorban demi kebahagiaan intan tujuannya, tapi hasilnya membuat intan tersiksa lahir batin, intan wanita yg santun jadi tidak mungkin menyuruh langsung untuk melamarnya, permintaan intan disampaikan ke rudi dengan sikap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!