Jatuh cinta kepada seorang Arthur Mayer yang memiliki masa lalu kelam tidak dipermasalahkan Shannon Claire karena ia sungguh mencintai pria itu.
Namun bagaimana ketika terungkap dimasa lalu Arthur lah dalang dari peristiwa yang menyebabkan Shannon kehilangan orang yang disayanginya? apakah Shannon memilih bertahan atau meninggalkan Arthur? simak kisahnya di novel hasil menghalu dari Ratu Halu Base 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AD #35
Marseille, Prancis
Setibanya di Marseille, Arthur menggunakan taksi dari bandara menuju ke kediaman Ayahnya. Kedatangannya ke Marseille, tidak diketahui sang Ayah. Arthur ingin memberikan kejutan untuk pria yang telah membesarkan itu.
Sepanjang perjalanan, Shannon memerhatikan jalan Marseille yang nampak ramai. Banyak pertanyaan yang ditanyakan Shannon mengenai kota Marseille, dan Arthur bersemangat menjawab pertanyaan tersebut.
"Sebentar lagi kita akan sampai, sayang."
Kini taksi yang di tumpangi mereka masuk ke kawasan perumahan elit. Shannon segera merapikan penampilannya. Ia menyisir rambutnya yang panjang menggunakan tangan.
"Bagaimana penampilanku, Arthur?" Shannon bertanya seraya mengedipkan matanya berulang-ulang.
"Kau selalu tampil memukau, sayang." Ya, dress tanpa lengan berbahan sifon yang dipilihnya, saat mereka berbelanja kemarin, sungguh indah dipakai Shannon. Warna biru soft, sangat kontras dengan kulit Shannon yang putih, dan bersih.
"Really?" tanya Shannon, kemudian ia menyematkan tali tas di bahunya.
"Hmm," jawaban Arthur sukses membangun rasa percaya diri Shannon. Shannon menyunggingkan senyuman lalu memberi kecupan jauh untuk Arthur membuat pria itu tersenyum karena tingkah Shannon yang menggemaskan.
Taksi yang membawa Arthur, dan Shannon berhenti di depan gerbang. Seorang pria yang berjaga di bilik pun membukakan pintu gerbang setelah melihat Arthur.
Arthur pun memerintahkan supir taksi untuk masuk ke dalam.
Kepala Shannon meneleng ke segala arah melihat dari kejauhan begitu luas halaman kediaman dari Ayah kekasihnya.
Butuh 1 menit, kini mereka sampai di muka pintu utama. Netra hijau Shannon melihat bangunan klasik berdindingkan batu alam itu terdapat banyak jendela. Dan terdapat dua taman kecil yang terletak di kedua sisi di dekat lorong yang menuju pintu utama.
Arthur pun keluar dari mobil dulu, kemudian ia mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Shannon. Datang seorang pria paruh baya dari dalam, setengah berlari menghampiri mereka. Edmond Simon, kepala pelayan sekaligus orang kepercayaan Ayahnya.
"Tuan Arthur," sapa Paman Edmond membungkuk memberi hormat. "Bagaimana kabar anda, Tuan?" tanya pria paruh baya itu.
"Seperti yang kau liat, Paman. Aku baik-baik saja. Dimana Dad?"
"Tuan Alonso berada di taman belakang, Tuan."
Arthur mengangguk. "Tolong pindahkan koper-koper ini ke dalam kamarku, Paman." Perintahnya yang langsung di kerjakan Paman Edmond
"Ayo, sayang." Arthur menarik tangan Shannon, menuntun kekasihnya untuk masuk ke dalam.
Tiba di dalam. Shannon diminta Arthur untuk duduk di ruang keluarga yang terdapat perapian. "Aku akan memanggil, Daddy. Kau tunggu sebentar."
Setelah Arthur berlalu, Shannon mengamati sekitarnya, dan berdecak kagum melihat barang-barang antik yang berada di ruangan ini. "Ayah, dan anak memiliki selera yang sama." Shannon beranjak mendekati perapian yang terdapat sebuah lukisan diatasnya. Lukisan seorang pria, dan wanita yang terlihat bahagia. "Apa pria yang di lukisan itu adalah Ayah Arthur?"
Arthur sudah kembali bersama Ayahnya. Suara langkah mereka terdengar oleh Shannon. Shannon pun membalikkan tubuhnya, dan melihat sosok pria paruh baya yang dirangkul kekasihnya. Wajah pria itu sangat mirip dengan lukisan yang dilihatnya tadi.
"Dia gadis yang baru saja aku ceritakan padamu, Dad. Kekasihku." Bisik Arthur di depan telinga Ayahnya.
"Selamat siang, Paman." Sapa Shannon tersenyum lembut.
Alonso Mayer bergeming, tidak menyahuti sapaan Shannon. Hal itu membuat Shannon dilanda rasa gelisah begitu juga dengan Arthur. Shannon menundukkan kepalanya. Ia meremas kedua tangannya yang dingin, dengan degup jantungnya berdegup keras.
"Dad, " panggil Arthur menyentuh bahu Ayahnya namun Ayahnya tidak menunjukkan reaksinya.
Alonso masih menatap Shannon, memperhatikan gadis yang dikencani putranya. "Siapa namamu?" Alonso bertanya. Suaranya yang berat, terdengar tegas. Bahkan, air wajahnya terlihat datar.
Shannon memberanikan diri. Ia mengangkat wajahnya, dan menatap Ayah dari kekasihnya lagi. "Shannon Claire, Paman." Sahutnya.
"Kemarilah, Nak." Senyuman Alonso terbit membingkai wajahnya. Arthur bernapas lega, dan ia ikut tersenyum.
Memerlukan beberapa detik, Shannon untuk memahami situasi. Shannon menatap Arthur penuh tanya. Prianya itu semakin melebarkan senyuman, lalu mengangguk.
Dengan perasaan bahagia, Shannon mendekati kedua pria yang berbeda usia itu. Alonso mengusap kepala Shannon menunjukkan perhatiannya. "Selamat datang, Nak. Semoga kau betah disini."
"Terimakasih, Paman." Shannon menyambut sambutan Ayah dengan suka cita.
"No... Panggil aku seperti Arthur memanggilku."
"Daddy," sebut Shannon malu-malu.
"Ya seperti itu, Nak. Ayo, kita duduk." Alonso merangkul pundak Shannon, dan duduk di sofa panjang yang di tempati Shannon tadi. Sedangkan Arthur, pria itu duduk di sofa yang berbeda.
"Edmond, " panggil Alonso ketika melihat orang kepercayaan itu lewat. Edmond pun menoleh. "Tolong perintahkan Celie, untuk membuatkan kami minuman."
"Baik, Tuan."
"Arthur sudah menceritakan sedikit tentangmu, Nak. Aku tidak menduga jika putraku, mengencani seorang gadis belia sepertimu. Berapa usiamu?"
"20 tahun, Dad."
"Ya Tuhan," Alonso memindai tatapannya, menatap putranya yang sedang tersenyum. "Umurnya hampir separuh usiamu, Son." Sepasang kekasih itu tertawa bersama. Alonso kembali menatap Shannon. "Apa yang kau lihat dari putraku, Nak? kau tidak melihat ada kerutan di area matanya?" kelakar pria berusia 68 tahun itu, menggoda Shannon.
"Karena, aku pria tua mempesona, Dad. Begitulah yang di katakan kekasihku." Timpal Arthur mengikuti ucapan Shannon yang kerap menyebutnya pria tua mempesona.
"Arthur, kau ini! " seru Shannon membuat Ayah, dan anak itu tergelak. Oke sekarang, Shannon tidak bisa membalas ucapan kekasihnya itu, tapi lihatlah nanti.
Alonso menghentikan tawanya. Pria paruh baya itu memegang tangan Shannon, lalu mengusapnya. "Maafkan kami, Nak. Maafkan kami karena membuatmu marah." Alonso lagi-lagi mengusap kepala Shannon.
Rasa kesal karena Arthur, seketika mereda. Shannon merasa diperhatikan, dan perhatian Ayah dari kekasihnya itu mengingatkan Shannon pada sosok Ayahnya.
"Aku hanya marah pada putramu, Dad. Putramu sangat menyebalkan." Keluh Shannon.
"Aku rasa itu tidak adil. Daddy juga menertawakanmu, sayang."
"Tapi, kau yang memulai Arthur."
"Aku hanya menjawab pertanyaan, Dad. Apa aku salah?" bukan Arthur namanya, jika tidak bisa menjawab dengan tepat sehingga membuat Shannon kehilangan kata-kata.
🍂🍂🍂
Shannon melepaskan handuk yang tergulung di rambutnya sambil berjalan menuju balkon. Shannon menjemur handuknya, sejurus kemudian ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur. "Rasanya sangat nyaman." Shannon tersenyum, lalu ia memejamkan matanya.
Arthur yang baru masuk ke kamar, tersenyum melihat Shannon yang sedang tidur. Arthur merogoh sesuatu dalam sakunya, sebuah kotak kecil berwarna biru. Ia membuka kotak yang berisi sebuah cincin. "Kau pasti akan menyukainya, Shannon."
Setelah menyimpan kotak tersebut, Arthur pun naik ke atas ranjang, menarik tubuh Shannon dalam dekapannya, dan ia memberikan kecupan dalam di keningnya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Arthur pun ikut terlelap.
.
.
.
Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? apa rencana Arthur akan mulus? 🤭
👍👍
Shannon jangan lemah hadapi ulat bulu, Brantas ulat bulu Shannon
pasti dia tidak mau wanitamya dilecehkan dan pasti akan mnjaga wanitanya..